Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penghasilan Pekerja yang Migrasi ke AS Lebih Tinggi 6 Kali Lipat Dibanding di Dalam Negeri

Kompas.com - 20/12/2023, 17:00 WIB
Rully R. Ramli,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pekerja yang melakukan migrasi ke negara maju mendapatkan penghasilan lebih tinggi dibanding dengan pekerja yang tidak melakukan migrasi dari negara asal yang sama. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh data Bank Dunia.

Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, praktik migrasi merupakan bagian hidup dari manusia yang dilakukan dengan tujuan mendapatkan kehidupan lebih baik. Oleh karenanya, migrasi kerap dilakukan oleh masyarakat yang berasal dari negara berpenghasilan menengah ke bawah ke negara berpendapatan tinggi.

"Di dalam laporan Bank Dunia ini tercatat bahwa migrasi paling banyak dilakukan oleh penduduk dari negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah yang pastinya dia pindah ke negara yang lebih baik," tutur dia, dalam Pencanangan Kolaborasi Satu Data Migrasi Internasional untuk Indonesia Emas 2045, Rabu (20/12/2023).

Baca juga: ASN di IKN Bebas Pajak Penghasilan, Menpan RB Sebut Tak Menimbulkan Kecemburuan

Perbaikan kehidupan juga dicatatkan oleh pekerja Indonesia yang melakukan migrasi ke Amerika Serikat (AS).

Data Bank Dunia menunjukkan, pekerja dengan keahlian rendah di AS mendapatkan penghasilan 500 persen atau 6 kali lipat lebih tinggi dibanding pekerja dengan klasifikasi yang sama di Tanah Air.

"Itu yang tadi membuktikan masyarakat atau manusia pindah ke negara lain karena ingin mendapatkan pendapatan yang lebih baik kesejahteraan yang lebih tinggi," ujarnya.

Dampak dari kenaikan pendapatan itu kemudian dirasakan oleh keluarga pekerja yang berada di negara asal. Amalia menyebutkan, remitansi atau transfer uang dari pekerja luar negeri efektif mengurangi kemiskinan di negara asal.

Baca juga: Sejarah Remitansi, Berkembang lantaran Migrasi

Di Indonesia sendiri, rumah tangga dengan remitansi memiliki kemungkinan lebih kecil untuk menjadi miskin. Selain itu, keluarga tersebut juga mendapatkan konsumsi dan kualitas pendidikan yang lebih baik.

"Laporan Bank Dunia menunjukkan, remitansi yang dikirimkan pekerja migran ke keluarganya ternyata berdampak terhadap penurunan kemiskinan," katanya.

Namun demikian pekerja migran masih menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari upah rendah hingga perlindungan hukum terbatas. Permasalahan ini yang kemudian menjadi sorotan pemerintah.

Baca juga: Menaker Usulkan Kenaikan Upah Pekerja Migran Indonesia di Hong Kong

Dikutip dari Kompas.id, sebelumnya arus remitansi yang tercatat secara resmi ke negara berpenghasilan rendah dan menengah secara khusus, sesuai laporan Migration and Development Brief 38 yang dirilis oleh Bank Dunia, diperkirakan hanya tumbuh 1,4 persen menjadi 656 miliar dollar AS pada akhir tahun 2023.

Penyebabnya, aktivitas ekonomi di negara-negara sumber remitansi yang melemah sehingga membatasi pekerjaan dan perolehan upah bagi para pekerja migran.

Bank Dunia dalam laporan Migration and Development Brief 38 (Juni 2023) menyebutkan, pada periode pertumbuhan ekonomi yang lebih melambat pascapandemi Covid-19 dan investasi asing langsung yang menurun, arus masuk remitansi menjadi lebih penting bagi negara dan rumah tangga. Hal ini terutama terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah dengan utang luar negeri yang tinggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com