Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sandiaga: Pelaku Usaha Pariwisata di Bali Protes Keras Kenaikan Pajak Hiburan

Kompas.com - 10/01/2024, 22:11 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, pihaknya menerima protes keras dari para pelaku usaha di sektor pariwisata di Bali menyusul kenaikan pajak hiburan menjadi 40 persen.

Sandiaga mengatakan, pajak tempat hiburam tersebut termasuk industri spa.

"Ada satu tanggapan yang sangat keras dari industri dan para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif terutama yang ada di Bali berkaitan dengan kenaikan pajak hiburan sebesar 40 persen di Bali, yang mana industri spa termasuk di dalamnya," kata Sandiaga dalam acara The Weekly Brief with Sandi Uno secara virtual, Rabu (10/1/2024).

Baca juga: Hotman Paris Pertanyakan Pajak Hiburan Tembus 75 Persen, DJP: Itu Kewenangan Pemerintah Daerah

Sandiaga mengatakan, kenaikan pajak tersebut menjadi perhatian Kemenparekraf dan akan dibahas mengingat industri kreatif baru pulih pasca Pandemi Covid-19.

"Dan kita akan bahas nanti kenaikan pajak ini dari 15 persen menjadi 40 persen di 2024 saat industri ini baru pulih pasca pandemi," ujarnya.

Lebih lanjut, Sandiaga mengatakan, pihaknya telah menerbitkan Permenkarekraf 4 Tahun 2021 terkait usaha di sektor pariwisata dengan risiko menengah tinggi diberikan kemudahan dan menjaga trasdidi budaya dan bangsa.

"Tapi sebisa mungkin situasi iklim yang kondusif dan insentif karena lapangan kerja yang diciptakan sangat banyak, tidak ada satupun peraturan pusat dan daerah yang mengklasifikasi spa dari usaha hiburan, ini yang perlu kami jelaskan," ucap dia.

Sebelumnya, Pengacara kawakan sekaligus pengusaha, Hotman Paris mempertanyakan besaran pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kela malam, bar dan mandi uap atau spa.

Melalui unggahan akun resmi Instagram-nya, Hotman mempertanyakan, besaran PBJT untuk jasa hiburan yang bisa mencapai 75 persen, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

"Pajak sd 75 persen persent?? What?" tulis Hotman, dengan unggahan gambar bagian dari UU HKPD, dikutip Senin (8/1/2024).

Dalam unggahan lain, Hotman menyoroti potensi kenaikan pajak hiburan di Bali, yang mencapai 40 persen. Menurut dia, besaran pajak tersebut berpotensi mengganggu kinerja industri hiburan di wilayah tersebut.

"Jika pariwisata menurun maka masyarakat yg sengsara! Aduh bali baru pulih dari corona sekarang ada ancaman pajak yg buat turis pilih negara lain," tulis Hotman.

Menanggapi hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu) menyatakan, pengaturan besaran PBJT merupakan kewenangan pemerintah daerah. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU HKPD.

"Pajak hiburan itu adalah pemerintah daerah," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, di Jakarta, Senin (8/1/2024).

Baca juga: Sandiaga Uno: Rizal Ramli Sosok Inspiratif dengan Berbagai Pemikirannya

Lebih lanjut Dwi bilang, sebagaimana diatur dalam UU HKPD besaran pungutan PBJT mutlak ditentukan oleh pemerintah daerah. Pemerintah pusat hanya menentukan besaran minimal dan maksimal pungutan PBJT.

"Yang tidak diatur oleh pemeirntah pusat adalah memang kewenangan sepenuhnya dari pemerintah daerah," ucapnya.

Sebagai informasi, PBJT merupakan integrasi dari 5 jenis pajak daerah yang berbasis pada konsumsi, mulai dari pajak hiburan, parkir, hotel, restoran, hingga penerangan jalan. Pajak ini dibayarkan oleh konsumen akhir atas suatu konsumsi barang atau jasa tertentu.

Lewat Pasal 58 UU HKPD disebutkan, tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen. Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Baca juga: Setoran Wajib Pajak Besar Capai Rp 526,2 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com