Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Tren dan Tantangan Integrasi AI pada Sektor Migas

Kompas.com - 18/01/2024, 14:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SESUAI dengan prediksi bahwa lifting minyak dan gas bumi pada 2023 tidak mencapai target yang telah ditentukan.

Lifting minyak pada 2023 hanya mencapai 605.000 barel minyak per hari (MBOPD) atau lebih rendah dari target yang ditetapkan dalam APBN sebesar 660.000 barel minyak per hari.

Maka, untuk tahun ini, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyetujui work program & budget (WP&B) 2024 untuk target lifting minyak di level 596.000 barel oil per day (bopd) atau lebih rendah dari target yang ditetapkan dalam APBN di level 635.000 bopd.

Begitu juga dengan target salur gas untuk 2024 dalam WP&B, berdasarkan hasil diskusi dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) disepakati pada level 5.544 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Target itu juga lebih rendah dari batas minimal yang diamanatkan APBN di level 5.6785 MMscfd.

Sedangkan untuk gas bumi, terdapat beberapa lapangan yang saat ini masih dalam tahap eksplorasi dan dalam jangka panjang akan memberikan kontribusi besar.

Lapangan Abadi di Blok Masela, misalnya, yang diperkirakan mampu memproduksi gas 36.000 barel setara minyak per hari pada 2027.

Inilah ironi migas yang terjadi, kendati pengeboran dan rencana investasi migas kian agresif, nyatanya proyeksi lifting migas sampai akhir 2023 tetap dipatok lebih rendah dari yang ditargetkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Di sisi lain, pemerintah masih memiliki harapan untuk dapat mewujudkan target lifting 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada 2030.

Hanya saja, dengan tren produksi migas yang kian turun, tentu akan sangat sulit untuk merealisasikan target besar tersebut.

Untuk menggenjot produksi migas, pemerintah melakukan berbagai usaha seperti peningkatan produksi dari sumur-sumur tua melalui penggunaan teknologi seperti Enhance Oil Recovery (EOR) bio chemical surfaktan.

Potensi migas lainnya diharapkan dari penggalian batuan sumber, namun membutuhkan upaya lebih keras dan biaya mahal.

Hal ini tentu menyiratkan bahwa banyak pekerjaan rumah tangga menunggu untuk diselesaikan. Tantangan ini tentu tidak mudah, karena kita tahu bahwa Industri minyak dan gas adalah salah satu industri terbesar yang melibatkan tiga sektor konkret sekaligus, yaitu hulu (upstream), tengah (midstream), dan hilir (downstream).

Industri ini sangat dinamis, sehingga mutlak memerlukan kemajuan dalam teknologi untuk meningkatkan efisiensi operasional dan meningkatkan keuntungan (Hanga dan Kovalchuk 2019).

Dalam konteks ini, potensi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dalam industri migas dapat digunakan untuk meningkatkan produksi minyak dan gas serta meminimalkan biaya lifting.

Namun, entitas bisnis minyak dan gas menghadapi sejumlah tantangan dalam adopsi luas kecerdasan buatan (AI) pada kegiatan eksplorasi dan produksinya.

Salah satu hambatan utama adalah perlunya penyesuaian dan adaptasi solusi AI dalam konteks bisnis serta data spesifik setiap perusahaan.

Tak bisa ditampik, meskipun di tengah gempuran energi hijau mandat dari transisi energi, nyatanya industri minyak dan gas sedang mengalami transformasi pesat dengan adopsi AI yang kian marak.

Dari pengeboran yang mengoptimalkan lokasi dan efisiensi ekstraksi, hingga produksi yang memprediksi kegagalan peralatan dan mengatur aliran minyak otomatis, serta kilang cerdas yang memaksimalkan output dan meminimalkan emisi, AI kini mulai merambah seluruh rantai nilai industri migas.

Teknologi inovatif seperti pembelajaran mesin (Machine Learning/ML), computer vision, dan analitik real-time semakin dioptimalkan untuk menemukan cadangan tersembunyi, meningkatkan produktivitas sumur minyak, serta memperlambat laju penurunan produksi.

Dampaknya, industri migas bisa lebih efisien, produktif, dan berkelanjutan, selaras dengan tuntutan keandalan pasokan energi dan minimalisasi jejak lingkungan.

Namun, tantangan adopsi AI tetap tidak mudah, mulai dari infrastruktur data yang kompleks hingga keahlian tenaga kerja yang perlu diparalelkan dengan kebutuhan industri.

Mengatasi tantangan ini tentu menjadi kunci agar industri migas tak tertinggal dalam gelombang inovasi berbasis AI yang kian deras.

Dengan memasuki era big data, eksplorasi dan pengembangan lapangan minyak kian bergantung pada penggalian informasi tersembunyi dari data historis yang masif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com