Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Sebut Program Pupuk Subsidi Tak Ada Korelasi dengan Peningkatan Produksi

Kompas.com - 22/01/2024, 08:34 WIB
Elsa Catriana,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik pendistribusian pupuk subsidi menjadi salah satu topik yang dibahas dalam Debat ke-2 Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang diselenggarakan di Senayan JCC, Senin (22/1/2024).

Masing-masing paslon cawapres memiliki persepsi sendiri tentang pupuk subsidi, ada yang mengkritik lantaran program itu gagal dalam meningkatkan produksi namun ada juga yang ingin melanjutkan program itu.

Ihwal itu, Guru Besar Universitas IPB Dwi Andreas Santosa mengungkapkan, penggelontoran pupuk subsidi tak berkaitan dengan peningkatan produksi pangan khususnya padi.

Baca juga: Mahfud MD Sebut Petani Dipersulit Beli Pupuk Subsidi

Dia membeberkan, berdasarkan data yang dimilikinya pada tahun 2013 pemerintah menggelontorkan subsidi pupuk sebesar Rp 17,6 triliun. Namun pada saat itu produksi gabah kering panen mencapai 58 juta ton.

Kemudian di tahun 2019 pupuk subsidi ditambah menjadi Rp 34 triliun. Namun sayangnya, produksi padi bukannya melonjak melainkan turun sebesar 4 juta ton jika dibandingkan dengan produksi pada tahun 2013.

“Jadi sebenarnya tidak korelasi antara subsidi pupuk dengan peningkatan produksi,” ujarnya dalam Obrolan Newsroom Spesial Debat Keempat Pilpres Kompas.com, Minggu (21/1/2024).

Dwi mengungkapkan, produksi pertanian di Indonesia hanya bisa ditingkatkan tergantung pada apa saja program-program besutan pemerintah. Kalaupun satu program gagal dalam hal peningkatan produksi, bisa kembali didorong menggunakan program yang lain.

Lebih lanjut Dwi mengatakan, program pupuk subsidi juga tidak efisien dalam hal peningkatan produksi. Dia menjelaskan, berdasarkan kajian yang ia lakukan bersama lembaga khusus di Indonesia didapati ada pupuk subsidi di diselewengkan.

“Ada penyelewengan Rp 6 triliun yang harusnya bisa dimanfaatkan petani tapi lenyap entah ke mana. Belum terkait ketepatan waktu , ketika petani butuh pupuk kemudian pupuk tidak tersedia itu jadi masalah,” pungkasnya.

Sebelumnya, calon wakil presiden nomor urut 1 Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengkritik pengadaan pangan nasional tidak melibatkan para petani, melainkan hanya bekerja sama dengan korporasi.

Padahal, kata dia, potensi petani dan seluruh produk persawahannya luar biasa.

Cak Imin mengatakan, pengembangan seluruh produk pertanian para petani dapat dimulai dari pengadaan lahan dan pemberian pupuk dengan harga terjangkau.

"Dan petani sebenarnya punya duit tapi pupuk enggak ada, bagaimana mungkin, potensi pupuk organik juga menjadi salah satu bagian penting agar produksi pertanian kita semakin berkualitas," ujarnya dalam acara Debat ke-2 Cawapres di Senayan JCC, Minggu (21/1/2024).

Baca juga: Gibran Janjikan Ketersediaan Pupuk dan Bibit Murah

Sementara Calon Wakil Presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka berjanji akan memberikan pupuk dan bibit murah ke petani untuk meningkatkan kesejahteraan para petani.

Selain murah, ketersediaannya juga akan dijamin selalu ada. “Untuk kesejahteraan petani akan kita dorong ketersediaan pupuk dan bibit yang mudah dan murah,” ujarnya.

Kemudian, calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD mengkritik subsidi pupuk yang kian naik setiap tahun, padahal jumlah petani dan lahan pertanian semakin berkurang.

Menurut dia, ada yang tak beres dari kebijakan itu karena jumlah subsidi tidak sesuai dengan yang terjadi di lapangan.

"Petaninya sedikit, lahannya sedikit, kok subsidinya tiap tahun naik? Pasti ada yang salah," ujar Mahfud.

Baca juga: Petani Mengeluh Syarat Dapat Pupuk Subsidi Harus Punya Lahan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com