Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman Soroti PLTSa Bantar Gebang, Manajemen: Ini Hanya "Pilot Project"

Kompas.com - 24/01/2024, 10:00 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Manajer Operasional PLTSa Bantar Gebang Harun Al Rasjid menyatakan, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Bantar Gebang bukanlah salah satu fasilitas yang dibangun secara khusus untuk mengatasi persoalan sampah untuk kawasan DKI Jakarta.

Hal ini dia ungkapkan untuk merespons pernyataan Ombudsman RI yang mengatakan pemanfaatan PLTSa Bantar Gebang tidak optimal dan tidak sesuai antara banyaknya sampah dan tingkat pengelolaannya.

Harun menjelaskan, pada dasarnya PLTSa ini dibangun untuk proyek pendahuluan atau pilot project pemerintah sebagai percontohan teknologi dengan metode thermal dalam memanfaatkan sampah.

Baca juga: ASDP Soroti Masalah Sampah Plastik di Laut

Sehingga, ketika ada wilayah lain yang ingin membangun PLTSa yang serupa, bisa mengikuti pembangunan PLTSa Bantar Gebang ini.

"Sebetulnya Ombudsman sudah pernah ke sini dan kami sudah jelaskan ini adalah pilot project dan kapasitasnya bukan untuk mengatasi sampah yang punya DKI untuk volumen sampah 700.000-an ton itu, bukan. Jadi ini sebagai percontohan untuk kota lain atau 12 kota besar yang akan menggunakan atau membangun PLSTA, ini loh contohnya," ujarnya saat Jelajah Energi di PLTSa Bantar Gebang bersama IESR, Selasa (23/1/2024).

"Ini bukan mengatasi sampah DKI, sekali lagi, ini untuk percontohan teknologi dengan metode thermal, proses bisa membakar sampah yang bisa diterapkan," sambungnya.

Baca juga: PLTSa Putri Cempo Solo Resmi Beroperasi, Hasilkan Listrik 8 Megawatt

Walau demikian Harun bilang sekalipun PLTSa Bantar Gebang merupakan pilot project, sangat memungkinkan jika pemanfaatannya diperluas.

Sebab dengan kapasitas pengolahan 100 ton sampah per hari, PLTSa Bantar Gebang dapat menghasilkan energi listrik hingga 750 kilowatt dan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 100.000 ton per tahun.

Energi listrik yang dihasilkan pun masih hanya bisa dimanfaatkan untuk fasilitas di PLTSa itu sendiri.

"Kalau ditanya memungkinkan, ya bisa saja, tenaga listriknya juga bisa dikomersialkan, karena di sini itu juga menjadi percontohan dari negara-negara lain yang menggunakan ini, kayak Jepang, Singapura. Ini jadi trigger ke kota lain agar mau bangun PLTSa," katanya.

Baca juga: Ramah Lingkungan, Begini Cara Sampah Diubah Menjadi Listrik di PLTSa

Sebelumnya, Ombudsman RI menyoroti permasalahan pengelolaan sampah dan Pembangkit Listrik Tenaga sampah (PLTSa) di Indonesia.

Ombudsman menyebut dari 12 PLTSa di Indonesia, hanya 2 PLTSa yang eksis dan menjadi prioritas.

"Pemerintah memprioritaskan adanya 12 PLT sampah, dari 12 ini hanya 4 saja yang dijadikan prioritas, yaitu, Jakarta, Solo, Surabaya dan Bantar Gebang Bekasi. Tapi dari 4 ini yang eksis hanya 2 Solo dan Surabaya," kata Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto dalam siaran persnya, Jumat (29/12/2023).

Baca juga: Pembangunan Insenerator PLTSa di Legok Nangka Dikritik Sejumlah Organisasi

Hery mengatakan, PLTSa Jakarta menjadi salah satu dari 4 PLTSa prioritas. Namun, PLTSa Jakarta kini off lantaran kekurangan modal.

Sedangkan PLTSa Bekasi, kata Hery tidak sesuai antara banyaknya sampah dan tingkat pengelolaannya. Potensi besar untuk PLTSa sendiri menurut Hery terdapat di Solo.

"Sementara di Bantar Gebang ini sampahnya menggunung tapi tingkat kelolaanya kecil tidak seperti Solo dan Surabaya tadi. Tapi kalau dibanding antara Solo dan Surabaya memang potensi besarnya di Solo," ujarnya.

Baca juga: PLTSa Putri Cempo Solo Diperkirakan Beroperasi April 2023, Tumpukan Sampah Habis dalam 5 Tahun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com