Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhidin Mohamad Said
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR-RI

Wakil Ketua Badan Anggaran DPR-RI

Kondisi Ekonomi Tertolong Pemilu

Kompas.com - 29/01/2024, 12:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SENTILAN Presiden Jokowi yang disampaikan pada acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) pada akhir 2023, menjadi sinyal kuat bahwa kondisi ekonomi Indonesia sedang tidak dalam kondisi baik-baik saja.

Kondisi ini tercermin dari mulai keringnya likuiditas dalam perekonomian Indonesia. Jumlah uang yang terkumpul di lembaga keuangan tidak bergerak dan memicu aktivitas ekonomi produktif.

Kondisi mengeringnya likuiditas dalam perekonomian menjadi pertanda bahwa bidang moneter sedang mengalami masalah besar.

Oleh karena itu, tidak salah jika kegundahan presiden disampaikan dalam acara Bank Indonesia yang bertanggung jawab secara langsung terhadap kondisi moneter di Indonesia.

Riakan masalah di bidang moneter sudah mulai terlihat sejak pertengahan 2023 dan belum kunjung membaik sampai tulisan ini dibuat.

Walaupun semua variabel keuangan menunjukkan indikasi yang baik dan cukup (ample), pada kenyataannya indikator-indikator dalam sistem keuangan tersebut belum mampu menggerakkan roda perekonomian ke kondisi optimalnya.

Bahkan pada Triwulan III 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan menjadi 4,94 persen dari sebelumnya 5,17 persen pada Triwulan II 2023. Kondisi ini tentunya akan menjauhkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 dari targetnya.

Kebijakan moneter kurang tepat

Melihat dinamika dan arus di permukaan, kondisi dan kebijakan moneter dalam perekonomian Indonesia tampak relatif baik-baik saja. Kebijakan moneter tampak efektif dan mampu menjaga stabilitas nilai tukar dan inflasi dengan cukup baik.

Namun, ketika kita menyelami sedikit lebih dalam, ketenangan yang nampak di permukaan tersebut sedikit berlainan dengan roda perekonomian yang sedang berjalan.

Kebijakan Bank Indonesia yang dinilai efektif malah dirasa relatif memberikan ekses negatif terhadap likuiditas perekonomian yang menghambat kinerja perekonomian secara keseluruhan.

Kebijakan moneter yang dibuat Bank Indonesia secara langsung telah menyerap likuiditas perekonomian yang cukup besar dan menghambat kinerja sektor riil yang menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Berbagai kebijakan moneter yang dibuat Bank Indonesia, mulai dari kebijakan suku bunga sampai dengan penciptaan instrumen kebijakan moneter, telah mengubah ritme, tatanan, dan stabilitas perekonomian nasional.

Target pertumbuhan ekonomi pascapandemi yang diharapkan tinggi, ternyata tidak mampu bergerak sesuai harapan karena kurang selarasnya kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal dan sektor riil.

Kenaikan suku bunga acuan yang dibuat Bank Indonesia telah berhasil menarik minat lembaga keuangan dan masyarakat untuk menyimpan dananya di instrumen kebijakan moneter.

Kondisi ini menyebabkan tertahannya laju pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tinggi tadi.

Dana yang terserap ke dalam instrumen kebijakan moneter jika tidak dikelola dengan baik akan berpotensi menjadi sumber penyakit yang menggerogoti kesehatan ekonomi nasional.

Terkumpulnya dana lembaga keuangan dan masyarakat ke dalam instrumen kebijakan moneter bisa berpotensi mengakibatkan kekeringan likuiditas di dalam perekonomian walaupun jumlah dana yang terdapat di dalam sistem keuangan sangat berlimpah.

Lembaga perbankan, investor, dan masyarakat umum cenderung lebih memilih menanamkan dananya di instrumen kebijakan moneter alih-alih menyalurkannya ke sektor riil sehingga berlimpahnya dana di sektor keuangan tidak mengalir ke sektor riil.

Hal ini terjadi selain karena imbal hasil yang cukup tinggi, risiko yang terkandung dalam instrumen moneter juga jauh lebih rendah.

Dengan daya tarik tersebut, maka wajar jika lembaga keuangan tidak menyalurkan dana yang dihimpunnya menjadi fasilitas kredit untuk investasi dan konsumsi.

Kondisi ini yang menjadikan sektor industri relatif tidak bergerak dan terus terjebak ke dalam kubangan deindustrialisasi.

Selain itu, argumentasi yang digunakan Bank Indonesia dalam menaikkan suku bunga acuan rasa-rasanya agak kurang pas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com