Jumlah uang beredar, volume dan nilai transaksi Anjungan Tunai Mandiri (ATM), volume dan nilai transaksi perdagangan elektronik mengalami penurunan cukup tajam.
Bahkan transaksi dalam sistem pembayaran yang sedang digandrungi saat ini, Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), juga memperlihatkan fenomena yang sama.
Berbagai indikator sistem pembayaran tersebut semakin menguatkan bukti bahwa kondisi likuiditas dalam aktivitas perekonomian Indonesia sedang memasuki musim kemarau.
Indikasi keringnya likuiditas ini mulai terjadi di hampir semua sektor ekonomi mulai dari sektor usaha besar sampai dengan usaha kecil dan menengah.
Kekeringan likuiditas dalam perekonomian yang terjadi saat ini sepertinya masih tertolong pelaksanaan Pemilu, baik pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres) maupun pemilihan anggota legislatif (Pileg).
Pelaksanaan kampanye dari setiap calon baik pasangan calon presiden – calon wakil presiden (capres – cawapres) maupun calon anggota legislatif (caleg) mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah telah menambah likuiditas dalam aktivitas dan kegiatan masyarakat.
Pembuatan atribut kampanye, pembagian bantuan bahan makanan pokok, pembagian bantuan permodalan UMKM, dan kegiatan-kegiatan kampanye lainnya telah menambah dana segar yang signifikan di tengah masyarakat yang mengalami penurunan daya beli.
Menurut data Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) Partai Politik Peserta Pemilu 2024 yang dirilis KPU, total dana kampanye dari seluruh partai peserta pemilu mencapai Rp 298,26 miliar.
Namun jumlah ini terlalu sedikit jika dibandingkan dengan realitas aktivitas kampanye di lapangan serta jumlah calon peserta Pilpres dan Pileg tingkat pusat sampai tingkat daerah.
Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah total calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berjumlah 9.917 orang.
Jumlah tersebut akan jauh lebih besar jika ditambahkan dengan jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dari tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten dan kota.
Oleh karena itu, jumlah uang yang beredar dalam kegiatan kampanye riil di lapangan akan jauh lebih besar dan mencapai angka triliunan rupiah.
Melimpahnya dana kampanye menjadikan kekeringan likuiditas dalam perekonomian dapat terobati oleh aktivitas pemilu sehingga konsumsi masyarakat dapat terus tumbuh walaupun cenderung melambat.
Kekeringan likuiditas merupakan fenomena siklus ekonomi yang biasa terjadi, tetapi harus tetap diwaspadai.
Walaupun berada dalam pundak otoritas kebijakan moneter, sejatinya setiap pemegang otoritas memiliki andil dalam menjaga agar ketersediaan dana dalam perekonomian dapat terjaga dengan baik.
Diperlukan koordinasi dan kerja sama antarpemegang otoritas sehingga ketersediaan dana dalam perekonomian dapat terus terjaga dengan kondisi yang baik dan ample.
Oleh karena itu, aspek tata kelola dalam pembuatan kebijakan harus dilaksanakan secara konsekuen dan menyeluruh mulai dari aspek akuntabilitas, independensi, transparansi, sampai dengan kredibilitas (AITK).
Kebijakan yang dibuat harus akuntabel dan transparan sehingga semua pelaku ekonomi dapat memahami kebijakan tersebut.
Dengan pemahaman yang sama dari semua pelaku ekonomi, maka akan tercipta koordinasi dan kerja sama yang baik sehingga pada akhirnya akan tercipta kredibilitas dari kebijakan yang dibuat tersebut.
Tidak boleh ada lagi otoritas yang berlindung dibalik “independensi” sehingga membuat kebijakan egois yang merusak sistem ekonomi secara keseluruhan.
Kebijakan yang dibuat pada masa depan, baik kebijakan di bidang moneter maupun fiskal, harus benar-benar berpegang pada konsep AITK yang benar, bukan kamuflase, sehingga tidak ada lagi kalimat dari lirik lagu Broery Marantika “jangan ada dusta di antara kita”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.