Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerap Dituding Bikin Produk Bising, UMKM Produsen Knalpot Curhat ke Menteri Teten

Kompas.com - 07/02/2024, 22:26 WIB
Elsa Catriana,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Produsen Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI) menyampaikan keluhan ke Menteri Koperasi dan UKM (MenKop-UKM) Teten Masduki atas keresahan mereka karena kerap dituduh memproduksi knalpot yang menimbulkan kebisingan.

Oleh karena itu Ketua AKSI Asep Hendro meminta pemerintah agar  segera mengeluarkan standardisasi atau Standar Nasional Indonesia (SNI) dan regulasi terkait knalpot.

“Kami berharap standardisasi atau Standar Nasional Indonesia (SNI) dan regulasi terkait knalpot segera diterbitkan untuk mendukung industri knalpot lokal dan UMKM semakin berkembang,” kata dia saat beraudiensi dengan MenKopUKM, di Jakarta, yang dikutip Kompas.com lewat siaran persnya, Rabu (7/2/2024).

Baca juga: Menkop Teten Minta Penyaluran KUR UMKM Dievaluasi

AKSI sebut dia, siap memenuhi standardisasi dan regulasi yang menjamin produk knalpot memenuhi SNI sehingga produk knalpot lokal semakin berdaya saing dengan ambang batas kebisingan yang aman dan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Asep menjelaskan, pengendara kendaraan bermotor yang menggunakan knalpot brong tidak sesuai standar SNI dapat dikenai sanksi sesuai Pasal 285 jo ayat (1) jo Pasal 106 ayat (3) dan Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3), dengan denda maksimal Rp 250.000 karena kebisingan suaranya dapat mengganggu konsentrasi pengendara lainnya sehingga berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

Namun sayangnya razia yang digelar untuk menertibkan penggunaan knalpot brong belakangan ini justru berdampak kepada UMKM produsen knalpot.

Hasil produksi mereka pun sering dituduh menjadi salah satu knalpot brong yang tidak standar dan menyebabkan polusi suara. Imbasnya, bisnis mereka pun terdampak.

“Kami punya 20 brand serta 15.000 karyawan yang saat ini sudah dirumahkan,” kata Asep.

Padahal lanjut dia, knalpot yang diproduksi anggota AKSI sudah memenuhi regulasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang ambang batas kebisingan dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi industri untuk memproduksi knalpot.

Asep berharap berbagai instansi terkait seperti Kementerian Perindustrian (Kemenperin), KLHK, Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan pihak Kepolisian dapat duduk bersama untuk merumuskan ketentuan knalpot yang sesuai dengan standar atau ber-SNI.

“Saya berharap segera ada SNI untuk knalpot, sehingga UMKM industri knalpot dapat kembali seperti semula bahkan bisa lebih meningkatkan omzet,” kata Asep.

Merespons keluhan itu Menkop UKM Teten Masduki mengatakan, pelarangan knalpot aftermarket ini harus mempertimbangkan banyak hal termasuk kelangsungan industri UMKM knalpot.

Baca juga: Teten Masduki Sebut Pedagang Bakso Mulai Gunakan Kendaraan Listrik

Ia mencermati sejumlah kasus penggunaan knalpot yang mengganggu kenyamanan masyarakat justru disebabkan karena belum adanya SNI baku terkait knalpot sebagaimana produk otomatif lain yang telah lebih dulu ber-SNI.

Teten menyebutkan, pelaku UMKM knalpot siap memenuhi regulasi terkait produk sehingga tidak lagi selalu menjadi pihak yang disalahkan saat razia knalpot brong dilakukan.

Sebagaimana disampaikan AKSI sebut Teten,  terdapat potensi ekonomi yang besar di bisnis knalpot ini. Anggota AKSI sudah memiliki 20 brand knalpot lokal dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 15.000 orang dan bisa berkembang karena masih ada sekitar 300 perajin knalpot dan brand knalpot yang bisa diajak bergabung dalam asosiasi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com