Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelaku Usaha dan Bappebti Satu Suara Minta Pajak Kripto Dikaji Ulang

Kompas.com - 03/03/2024, 08:00 WIB
Rully R. Ramli,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaku usaha industri kripto dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menilai, besaran pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) perlu dievaluasi. Hal ini dengan mempertimbangkan keberlangsungan industri kripto nasional.

Selaku pelaku industri kripto di Indonesia, CEO Indodax Oscar Darmawan mengatakan, pemberlakuan pajak kripto memberikan beban finansial yang sangat berat bagi para investor kripto.

Total jumlah pajak yang harus disetorkan setiap bulan diklaim melebihi pendapatan para pelaku industri.

"Saat ini terdapat berbagai jenis pajak aset kripto yang dikenakan di Indonesia yaitu PPh sebesar 0,10 persen, PPN sebesar 0,11 persen, dan tambahan 0,02 persen untuk biaya bursa, deposito, dan kliring," tutur Oscar, dalam keterangannya, Sabtu (2/3/2024).

Baca juga: Khawatir Investor Lari ke Luar Negeri, Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Pajak Kripto

Bahkan, jika bertransaksi menggunakan stablecoin seperti USDT, akan dikenakan penggandaan pajak.

Menurut Oscar, banyaknya jenis pajak yang dikenakan, membuat jumlah total pajak yang harus dibayarkan oleh investor menjadi mahal dan berpotensi mematikan industri kripto di Indonesia.

Oscar pun menilai, industri kripto membutuhkan sebuah trigger atau pemicu untuk merangsang pertumbuhannya.

Menurutnya, salah satu cara yang paling efektif adalah dengan melakukan peninjauan kembali besaran nominal pajak kripto di Indonesia dengan menghapus besaran PPN dan hanya dikenakan PPh.

"Karena dalam waktu dekat industri kripto dari Bappebti akan dialihkan ke OJK, artinya kripto akan menjadi bagian dari industri keuangan. Maka dari itu, tidak tepat jika masih dikenakan PPn dan diharapkan pajaknya bisa menjadi 0,1 persen," ujar Oscar.

Baca juga: Pemerintah Sudah Kantongi Rp 456,4 Miliar dari Pajak Kripto dan Fintech

 


Sementara itu, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti Tirta Karma Senjaya bilang, pajak kripto menjadi penting bagi penerimaan negara. Ini terefleksikan dari porsi setoran pajak kripto yang mencapai 50 persen dari total setoran pajak fintech.

"Memang adanya pengenaan pajak di industri kripto dapat menambah pendapatan negara kurang lebih Rp 259 miliar. Pajak kripto pun berkontribusi lebih dari 50 persen dalam industri fintech," katanya.

"Regulasi ini lahir untuk mengatur, bukan mengekang ataupun menghambat. Namun ternyata adanya regulasi ini dalam implementasinya berdampak di pasar dan menambah biaya yang harus dibayarkan oleh investor," sambung Tirta.

Oleh karenanya, Tirta juga mengakui bahwa adanya pengenaan pajak dalam industri kripto ini perlu dilakukan pertimbangan kembali. Apalagi, semakin banyak investor yang beralih ke platform luar negeri.

"Oleh karena itu, diperlukan audiensi bersama-sama Bappebti, OJK, Dirjen Pajak, pelaku industri, hingga asosiasi untuk menentukan nominal pajak yang sesuai," katanya.

Baca juga: Contoh Perhitungan Pajak Kripto, Ini Cara Hitung PPh dan PPN Aset Kripto

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com