Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nuri Taufiq
Pegawai Negeri Sipil

Statistisi di Badan Pusat Statistik

Pilih Beras atau Rokok?

Kompas.com - 14/03/2024, 10:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI AWAL bulan Ramadhan kali ini harga beras masih menjadi isu hangat. Bahkan diprediksi harga beras masih tetap mahal hingga April 2024. Salah satu penyebabnya adalah belum meratanya musim panen di Indonesia.

Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Posisi komoditas beras untuk sebagian besar penduduk Indonesia adalah sebagai makanan pokok.

Hampir seluruh penduduk Indonesia membutuhkan beras sebagai bahan makanan utamanya di samping merupakan sumber nutrisi penting dalam struktur pangan. Aspek penyediaan menjadi hal yang sangat penting sampai di level mikro pada tingkat rumah tangga.

Tingkat kerentanan terkait derajat ketahanan pangan di Indonesia masih cukup tinggi. Utamanya adalah adanya gejolak harga komoditas pangan.

Derajat ketahanan pangan biasa diukur dengan melihat besaran nilai proporsi pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran atau biasa dikenal dengan pangsa pengeluaran pangan.

Hukum Working menyatakan bahwa semakin besar pangsa pengeluaran pangan, maka semakin rendah derajat ketahanan pangan rumah tangga.

Merujuk pada laporan BPS yang berjudul Ringkasan Eksekutif Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia Maret 2023, bahwa secara nasional pangsa pengeluaran pangan Indonesia mencapai hampir separuh dari total pengeluaran atau sebesar 48,99 persen.

Sekilas angka nasional ini terlihat biasa saja. Namun bila dirinci menurut daerah perkotaan dan perdesaan, nampak masih terlihat adanya kesenjangan.

Pangsa pengeluaran pangan di daerah perkotaan adalah 45,47 persen. Sementara di daerah perdesaan masih berada di atas angka 50 persen atau mencapai 56,38 persen.

Kondisi ini kemudian dimaknai bahwa derajat ketahanan pangan rumah tangga di daerah perdesaan lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan.

Terlebih dengan adanya lonjakan harga-harga komoditas pangan seperti saat ini. Rumah tangga di perdesaan yang mayoritas juga bekerja di sektor pertanian akan terdampak lebih parah dibandingkan di perkotaan.

Penduduk di perdesaan harus mengalokasikan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka jika terjadi kenaikan harga, khusunya beras.

Rokok masih primadona

Masalah tidak berhenti pada tataran ekonomi makro. Pada tataran mikro pun terjadi. Secara ekonomi mikro, permintaan atas beras dipandang bersifat inelastis.

In-elastisnya permintaan terhadap beras karena beras merupakan komoditas makanan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari, walaupun harganya naik jumlah yang sama masih harus tetap dikonsumsi.

Sebaliknya pada waktu harga turun konsumsi beras tidak akan banyak bertambah karena kebutuhan konsumsi yang relatif tetap.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com