JAKARTA, KOMPAS.com - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat realisasi lifting atau salur gas per Maret 2024 mencapai 5.367,7 billion british thermal unit per day (BBTUD).
Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.109,6 BBTUD atau 77 persen dialokasikan untuk pasar domestik, dan sisanya sebanyak 1.258,1 BBTUD atau 23 persen diekspor.
"Hal ini mencerminkan bahwa pasokan gas bumi untuk domestik dipastikan aman," ujar Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D. Suryodipuro dalam keterangannya, dikutip Jumat (10/5/2024).
Ia menuturkan, dalam mengalokasikan pasokan gas di domestik, SKK Migas berpegang pada aturan yang ada. Seperti Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2016 mengenai ketentuan dan tata cara penetapan alokasi dan pemanfaatan serta harga gas bumi.
Baca juga: Produksi Naik 2,2 Persen, SKK Migas Pastikan Pasokan Gas Bumi Domestik Terpenuhi
Lalu ada pula Keputusan Menteri ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri serta ketentuan yang terkait lainnya.
Secara sektor industri, pengguna gas domestik paling besar adalah industri pupuk dan industri kelistrikan, yang masing-masing adalah sebesar 12,39 persen dan 12,32 persen.
Adapun untuk gabungan berbagai industri seperti petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, sarung tangan karet dan lainnya mencapai 35,15 persen.
Pemanfaatan gas untuk domestik LNG sebesar 11,69 persen, sedangkan gas yang digunakan untuk keperluan lifting minyak mencapai 3,26 persen.
"Pemanfaatan domestik lainnya antara lain untuk domestik LPG, bahan bakar gas (BBG), gas kota (jargas)," kata dia.
Baca juga: Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas
Hudi menuturkan, pemanfaatan gas sangat meluas, mulai dari rumah tangga, bermacam-macam industri hingga transportasi. Transisi energi akan menempatkan peranan gas lebih strategis dan konsumsi gas ke depannya akan meningkat.
Ia pun mengharapkan keterlibatan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri midstream dan hilir, karena tren meningkatnya produksi gas akan terus berlanjut di masa yang akan datang, sehingga dibutuhkan infrastruktur jaringan gas yang handal dan pasar yang memadai.
"Ini agar, seiring meningkatnya produksi gas dimasa yang akan datang, maka infrastruktur gas harus sudah disiapkan, agar ketika proyek hulu migas sudah selesai, maka industri pengguna gas dapat terhubung ke sumber gas di hulu," papar Hudi.
Baca juga: SKK Migas Sebut RI Kehilangan 7.000 Barrel Minyak karena Banjir
Lebih lanjut, ia mengatakan, komitmen pemerintah memprioritaskan pemanfaatan gas di domestik adalah untuk menciptakan nilai tambah yang lebih besar bagi perekonomian, membangun ketahanan energi dan juga ketahanan pangan.
Menurut data Kementerian ESDM, terkait pemanfaatan gas di industri pupuk, kecukupan pasokan gas bagi industri pupuk memberikan manfaat ekonomi yang besar, dan menjadi sektor industri yang menggunakan input gas bumi paling besar (58,48 persen) di dalam biaya produksinya.
"Dukungan pemerintah bagi industri yang berkaitan dengan kebutuhan orang banyak seperti industri pupuk, dampak positifnya sangat dirasakan bagi peningkatan produksi, penjualan, pajak dan dalam penyerapan gas," tutup Hudi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.