Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita Titin Memanen Untung dari Pedasnya Sambal Olahan

Hal ini dibuktikan oleh Titin. Ibu berusia 58 tahun ini justru mengembangkan bisnis saat usianya sudah 55 tahun, tepat tahun 2016 lalu.

Tak perlu keterampilan ekstra, Titin mampu berbisnis dengan keahliannya membuat sambal asal Manado, sambal roa.

Kepada Kompas.com Titin bercerita, latar belakang membangun bisnis karena suaminya yang berasal dari Manado sangat menyukai sambal roa. Makan sehari-hari rasanya tak afdol bila belum mencicipi sambal tersebut.

Terlebih, suaminya suka membawa sambal tersebut ke kantor dan teman-teman Titin di pengajian maupun tetangga rumahnya kerap meminta dibuatkan sambal. Tak jarang ada pula yang memesan.

"Terus kebetulan saya sudah umur, sudah enggak kerja, daripada kegiatannya cuma ke pengajian, pergi ke mal, atau baca buku, saya bosan. Teman-teman pada bilang bikinin dong, pesen dong. Jadi dari situ. Kebetulan suami saya mendorong, dia bilang sudah diseriuskan saja," cerita Titin di Jakarta, Jumat (30/8/2019).

Meski awalnya enggan memulai, Titin akhirnya mencoba mengikuti saran suaminya. Awalnya dia bilang, hanya membuat 25 botol yang dibandrol dengan harga Rp 35.000 per botol.

"Ternyata sambal saya, Sambal Roa-Ria ini banyak yang beli. Habislah 25 botol itu. Cobain lagi 50 botol, habis lagi. 100 botol sampai seterusnya dan akhirnya sekarang banyak. Yaudah saya tambah serius," kata Titin.

Tak cukup sampai situ, Titin juga menjualnya ke bazaar-bazaar dan pameran. Kemarin, dia ikut menjual produk sambal di Muslim Lifestyle Festival. Terkait masalah legalitas hingga mendapat tanda halal dari Dinas Kesehatan dan BPOM RI, Titin dibantu suaminya.


Cabai mahal

Titin mengaku, mahalnya harga cabai sejak Lebaran tahun ini menjadi kendala utama dalam bisnisnya. Bila biasanya dia membeli cabai seharga Rp 30.000 - Rp 50.000, saat ini dia mesti membeli Rp 80.000 - Rp 100.000.

"Cabainya mahal itu benar-benar saya heran. Biasanya Rp 30.000 - Rp 50.000 masih oke lah. Tapi sejak lebaran sampai sekarang harganya Rp 80.000 - Rp 100.000. Yang bikin bingung, mahalnya cabai karena musim kemarau jadi cabainya susah, tapi saya lihat di pasar rawitnya itu bagus-bagus dan banyak," keluh dia.

Karena mahalnya harga cabai, akhirnya Titin menjelajah ke pasar-pasar untuk mendapatkan cabai yang lebih murah.

"Tapi bedanya cuma Rp 5.000. Saya bilang 'ah jauh-jauh ke sana ternyata bedanya sedikit'. Cuma Alhamdulillah bawang sekarang sudah turun (harganya)," ujar Titin.

Beruntung, mahalnya cabai sebagai bahan baku utama dalam bisnisnya tak membuatnya rugi meski menggerus keuntungan. Tapi, dari tahun 2016 hingga sekarang, penjualannya selalu bertumbuh meski perlahan.

Titin mengaku, keuntungan per botol sambal bisa sampai 20-30 persen.

"Keuntungannya 20-30 persen dari harga satu botol sambal. Per bulan saya bisa jual ratusan botol. jadi saya tuh maju pelan-pelan tapi ajeg," ungkap dia.

Saat ini, Sambal Roa-Ria buatan Titin sudah berapa di minimarket seperti Transmart dan Every Mart di Bandara Halim Perdanakusuma. Pun resellernya telah tersebar di Jakarta, Depok, dan Bandung.

https://money.kompas.com/read/2019/09/03/113900626/cerita-titin-memanen-untung-dari-pedasnya-sambal-olahan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke