Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pemerintah Ingin Pembangunan Pelabuhan KCN Dilanjutkan

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menegaskan penyelesaian persoalan antara PT Karya Citra Nusantara (KCN) dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) mesti segera rampung.

Menteri Yasonna pun memberi tenggat 14 hari bagi kedua pihak untuk menyelesaikan persoalan secara business to business.

“Tadi ada permintaan untuk berdamai, ya kami berikan kesempatan. Kalau tidak bisa, ya jalan terus saja, pembangunan tidak bisa dihalangi. Penyelesaiannya nanti kami sampaikan ke Menteri BUMN,” kata Yasonna Laoly usai rapat penyelesaian kasus di kantornya, Jumat (29/11/2019).

Ia menegaskan, Presiden Jokowi berkomitmen menciptakan iklim investasi yang kondusif di Tanah Air.

Oleh karena itu, segala hambatan investasi perlu disingkirkan. Tak cuma itu, pemerintah bakal melakukan deregulasi dan debirokratisasi untuk mempermudah investasi.

“Presiden selalu menekankan seluruh stakeholder bisa menyelesaikan kendala-kendala dan mendorong agar investasi bisa berjalan sebagaimana mestinya,” ujarnya.

Dengan demikian, perekonomian bisa berjalan di tengah situasi ekonomi global yang tidak menentu.

Keputusan Mahkamah Agung

PT Karya Citra Nusantara ( KCN) dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau KBN berseteru sejak 2012. Saat itu, terjadi pergantian Direksi KBN di mana Sattar Taba menjabat Direktur Utama.

Rampungnya pembangunan pier atau dermaga 1 Pelabuhan Marunda, ternyata menimbulkan persoalan baru. Sattar Taba mengajukan perubahan komposisi saham.

Sattar yang dilantik Menteri BUMN saat itu yakni Dahlan Iskan, meminta KBN menjadi pemegang saham mayoritas di KCN, dengan porsi 50,5 persen.

Pada 2013 lalu, terjadi insiden pemblokiran akses menuju area pembangunan oleh KBN selama empat bulan. Akibatnya, pengoperasian pier 1 dan pembangunan tak bisa berlangsung.

Penutupan akses tersebut membuat KTU menyetujui adendum III, yakni kepemilikan saham KBN dan KTU di KCN masing-masing sebesar 50 persen.

Dalam persetujuan itu, KTU meminta KBN harus melengkapi syarat penambahan modal dalam tenggat waktu 15 bulan.

Namun demikian, KBN tidak bisa memenuhi syarat tersebut hingga tenggat waktu yang ditetapkan. Pasalnya, penambahan modal tidak disetujui Menteri BUMN dan Gubernur DKI Jakarta sebagai pemilik saham KBN.

Lantas, pada Desember 2015 KBN dan KTU bertemu dan membahas untuk kembali ke perjanjian awal, yakni mengembalikan komposisi saham KTU sebesar 85 persen dan KBN 15 persen.

Artinya, ketentuan adendum III batal dengan kelahiran kesepakatan baru, yang dijadikan sebagai adendum IV. Adendum tersebut dibuat oleh Jaksa Pengacara Negara.

Setelah adanya kesepakatan itu, pengoperasian dan pembangunan Pelabuhan Marunda bisa dilanjutkan. Kementerian Perhubungan menunjuk KCN untuk melakukan konsesi kegiatan pengusahaan jasa kepelabuhan pada terminal KCN di Marunda.

Perjanjian konsesi itu ditandatangani oleh Kemenhub dan KCN pada 16 September 2016.

Perkara konsesi itu ternyata berbuntut panjang. Pada 2018, KBN menggugat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan KCN ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Dalam perkara itu, KBN menuntut ganti rugi material Rp 1,820 triliun dan immaterial Rp 55,8 triliun.

Pada perjalanan kasus, PN Jakarta Utara mengabulkan gugatan KBN dan konsesi dianulir. Selain itu, pengadilan memvonis KCN dan Kemenhub membayar ganti rugi RP 773 miliar. Kasus itu terus berlanjut ke Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

Proyek strategis nasional

Sebelumnya, Menteri Koordiantor Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) pun telah bersurat ke Menkumham untuk mengingatkan bahwa Mahkamah Agung telah memutus kasus antara KBN dan KCN.

Keputusan hukum tersebut berkekuatan hukum tetap dan menjadi acuan bagi pemerintah dalam menjalankan kebijakan terkait.

“Ini kan sudah ada keputusan pengadilan. Jangan dihalangi pembangunan itu, itu prinsip kita. Mereka selesaikan saja pembangunan karena ini proyek strategis nasional,” ujar Yasonna.

Direktur Utama PT KCN, Widodo Setiadi mengapresiasi langkah Menkumham untuk menyelesaikan kasus tersebut.

“Ini menunjukkan negara hadir dan memberi kepastian investasi,” kata dia.

Ia menjelaskan, kelompok kerja (pokja) IV beberapa waktu sebelumnya akan memberi keputusan penyelesaian sengketa kedua pihak. Sayangnya, keputusan mesti ditunda karena KBN mengajukan gugatan hukum.

“Pasca putusan MA yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi maka pokja IV sudah bisa meneruskan kembali permasalahan yang pernah tertunda,” ucap Widodo.

Ia berharap, persoalan kedua pihak bisa segera selesai. Sayangnya, Direktur Utama PT KBN Sattar Taba tak hadir dalam rapat yang digelar di kantor Kemenhukham tersebut.

“Kami ingin sebelum tutup tahun ada kepastian. Apakah pemerintah beri kesempatan kami untuk lanjutkan proyek non APBN. Atau kalau pemerintah mau beri saham kami pun bersedia. Kami pun bersedia untuk diberi target pembangunan oleh Menteri BUMN,” ujarnya.

Surat untuk Erick Thohir

Sebagai informasi, PT KCN telah melayangkan usulan kepada Menteri BUMN Erick Thohir terkait penyelesaian kasus Pelabuhan Marunda.

Pertama, KCN menawarkan perjanjian kembali ke konsep awal pada 2005. Dalam perjanjian tersebut, proyek strategis nasional tersebut tidak menggunakan dana APBN maupun APBD.

“Pemerintah tidak boleh mengajukan dana Rp 1 pun untuk pembangunan ini. Di mana saham negara yang diwakili KBN juga tidak boleh terdelusi,” kata dia.

Kedua, KCN mengusulkan adanya pembagian deviden. Selama ini, pembagian deviden ke KBN memang sebesar RP 3 miliar untuk tahun anggaran 2013 dan 2014.

“Karena kami pun baru beroperasi pada 2012,” kata dia.

Sejak 2014 hingga medio 2019, ia melanjutkan, saldo kas PT KCN mencapai Rp 204 miliar. Pembagian deviden tersebut bisa dilakukan dengan adanya rapat umum pemegang saham (RUPS).

“Kami juga mengusulkan perombakan dewan direksi dan komisaris yang masa baktinya habis pada 19 Desember 2019,” ujarnya.

KCN pun mengusulkan kepada Menteri BUMN untuk diadakan penilaian dari kantor akuntan publik.

Tujuannya, ia menambahkan, mengetahui secara detail nilai investasi yang sudah dikeluarkan PT KCN untuk pembangunan pier 1 dan pier 2 Pelabuhan Marunda.

Langkah itu, ujar dia, untuk memberi kesempatan pada negara bila negara ingin meningkatkan kepemilikan saham.

"Dengan catatan konsepnya berubah, negara harus setor modal. Artinya, saham negara bisa terdelusi kalau tidak setor modal. Juga harus berkontribusi dalam pembangunan pier 2 dan 3 agar proyek tak mangkrak,” katanya.

Apabila negara ingin menambah komposisi saham, KCN mengusulkan negara menguasai 49 persen saham.

Sementara itu, pihak swasta menjadi pemegang saham mayoritas sebesar 51 persen. Komposisi iini bakal berpengaruh pada pengambilan keputusan perusahaan.

“Supaya tidak birokratis. Nanti momentumnya hilang. Apalagi, proyek ini sudah sangat lama prosesnya 15 tahun,” ujarnya.

“Kami berharap ada keputusan final dalam waktu dekat. Supaya kita ke depannya bisa bergandengan tangan untuk majukan negeri ini, apalagi ini program Bapak Presiden,” kata Widodo.

https://money.kompas.com/read/2019/11/29/191000326/pemerintah-ingin-pembangunan-pelabuhan-kcn-dilanjutkan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke