Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pandemi Bisa Sebabkan Krisis Pangan, Peneliti: Cegah Alih Fungsi Lahan Jadi Solusi

KOMPAS.com – Peneliti agraria di Pusat Kajian Asia Tenggara Universitas Kyoto Jepang Iqra Anugrah mengatakan, dari perspektif agraria dampak dari pandemi Covid-19 cukup mengkhawatirkan dan patut diwaspadai.

“Krisis pangan akan terjadi, dan yang akan terdampak adalah lapisan-lapisan yang paling rentan dari masyarakat, seperti kelas menengah ke bawah dan kelompok-kelompok minoritas di perkotaan," katanya seperti keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (29/4/2020).

Masalah ini pun sesuai dengan peringatan Organisasi Pangan Dunia (FAO) yang menyebut dampak pandemi Covid-19 tidak hanya menyebabkan resesi ekonomi, tapi juga berpotensi pada krisis pangan global.

Untuk itu, Iqra menilai, langkah mitigasi guna mencegah krisis kebutuhan pangan ini mutlak dilakukan pemerintah. Salah satunya adalah dengan mencegah alih fungsi lahan.

"Mencegah alih fungsi lahan sangat penting, tapi tidak cukup itu. Selain itu, yang harus didorong adalah pembangunan sektor agraria yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat, alih-alih sekadar pasar," katanya.

Lalu, langkah berikutnya adalah mendorong adanya agenda redistribusi lahan dan penyelesaian konflik-konflik agrarian.

"Terakhir, pemerintah juga perlu mengakomodasi pola kepemilikan lahan yang bersifat komunal agar dikelola oleh organisasi dan komunitas rakyat di pedesaan," imbuhnya.

Tak hanya itu, Iqra juga menyarankan agar pemerintah segera mengawasi dan menghentikan praktik spekulasi lahan yang dilakukan oleh bisnis skala besar yang cenderung terjadi di tengah masa krisis.

“Hal ini semata agar tidak ada alih fungsi lahan besar-besaran saat krisis terjadi,” ujar pria yang juga peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial ini.

Selain itu, lanjutnya, pemerintah perlu pula menggandeng komunitas rakyat dalam menghadapi ancaman krisis pangan di tengah pandemi ini.

Gotong royong antar elemen ini penting guna memastikan tidak ada yang kekurangan pangan di masyarakat.

"Pemerintah juga perlu berkoordinasi dengan berbagai inisiatif yang dilakukan komunitas-komunitas dan organisasi-organisasi rakyat yang telah melakukan upaya untuk menyediakan stok pangan, baik bagi warga desa maupun konsumen di perkotaan," tandasnya.

Mentan akan tindak pelaku konversi lahan

Menanggapi hal tersebut, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menegaskan, pihaknya akan menjaga eksistensi lahan pertanian demi memenuhi kebutuhan pangan 267 juta masyarakat secara mandiri.

"Kalau alih fungsi lahan dibiarkan, besok anak-anak kita mau makan apa? Boleh ada perumahan, boleh ada hotel, tapi tidak boleh merusak lahan pertanian yang ada," ujar menteri yang akrab disapa SYL ini.

Untuk itu, dia pun mengingatkan, kini sudah ada peraturan daerah (perda) perlindungan lahan abadi pertanian yang sudah ditandatangani untuk tidak dialihfungsikan oleh kepala daerah.

Bagi pihak yang melakukan alih fungsi lahan sesuai dengan UU Nomor 51 tahun 2009 akan dikenakan sanksi penjara 5 tahun.

Hal ini juga didukung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang telah memberikan surat edaran kepada seluruh gubernur, bupati dan wali kota seluruh Indonesia untuk turut dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan dan Penetapan Kawasan/Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

"Jangan sampai ada konspirasi tanda tangan pejabat, DPR atau segala macam untuk konversi lahan pertanian, penjaranya 5 tahun. Ada undang-undangnya itu," jelasnya.

Perlu diketahui, pemerintah telah mengeluarkan UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B).

Kementan dalam hal ini telah secara aktif melakukan upaya pencegahan alih fungsi lahan secara masif melalui pemberian insentif bagi pemilik lahan.

Insentif tersebut berupa pemberian berbagai bantuan sarana produksi tani (Saprodi) seperti alat mesin pertanian, pupuk, dan benih bersubsidi.

"Upaya pencegahan alih fungsi lahan, salah satunya dengan single data lahan pertanian. Data pertanian itu harus satu, sehingga data yang dipegang Presiden, Gubernur, Bupati, Camat sampai kepala desa semuanya sama, termasuk masalah lahan pertanian dan produksi," tuturnya.

Mudahnya perizinan

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy menambahkan, makin berkurangnya lahan pertanian salah satunya disebabkan mudahnya izin alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian.

Hal itu dikarenakan, lahan pertanian pangan, terutama sawah, merupakan lahan dengan land rent yang rendah.

"Diharapkan dinas terkait khususnya pertanian mengetahui dan diikutsertakan juga dalam pembentukan Tim Teknis,” terang Sarwo.

Dia juga menjelaskan, dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kab/Kota (RTRWK) sangat penting dan perlunya peran serta Badan Pelayanan Perizinan Terpadu.

Penyebab lainnya, lanjut Sarwo, adalah permasalahan lambatnya penyusunan perda tentang RTRW Propinsi dan Kabupaten/Kota.

Dia menerangkan, Perda RTRW Kabupaten/Kota yang sudah dibahas di tingkat pusat dalam hal ini Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) Pusat masih dibahas kembali dengan DPRD Kabupaten/Kota termasuk pembahasan (LP2B).

"Diharapkan Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota agar aktif mengikuti perkembangan penyusunan RTRW di masing-masing wilayahnya," tukasnya.

https://money.kompas.com/read/2020/04/29/075515326/pandemi-bisa-sebabkan-krisis-pangan-peneliti-cegah-alih-fungsi-lahan-jadi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke