Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ironi Gula, Eksportir Era Hindia Belanda, Jadi Importir Usai Merdeka

JAKARTA, KOMPAS.com - Masalah kelangkaan dan tingginya harga gula seolah jadi polemik yang terus terulang setiap tahun. Pemerintah sebenarnya sudah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) gula Rp 12.500 per kg. Kenyataannya di lapangan, harganya melompat hingga Rp 17.000 per kg.

Indonesia selama ini banyak mengandalkan gula impor untuk pemenuhan konsumsi dalam negeri. Meski volume impornya naik turun, tren impor gula hampir selalu naik dari tahun ke tahun.

Tahun 2014 impor gula tercatat sebesar 2,93 juta ton, lalu pada tahun 2015 naik menjadi 3,36 juta ton. Tren kenaikan impor terus berlanjut yakni tahun 2016 impornya sebesar 4,74 juta ton, tahun 2017 sebesar 4,47 juta ton, tahun 2018 sebesar 5,02 juta ton, dan 2019 sebesar 4,09 juta ton.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengungkapkan, kondisi pergulaan Indonesia bagai ironi. Mengingat saat masih bernama Hindia Belanda, negara ini jadi produsen sekaligus eksportir kedua terbesar di dunia setelah Kuba.

"Masalahnya pabrik gula peninggalan Belanda ini tidak direvitalisasi sejak merdeka. Bangun pabrik baru juga sangat sedikit. Rendemen sangat rendah, karena masih pakai mesin lama. Bagaimana mungkin pabrik gula yang masih pakai ketel uap peninggalan Belanda bisa bersaing," kata Soemitro kepada Kompas.com, Senin (25/5/2020).

Sebaliknya, pabrik gula baru yang marak dibangun sejak Orde Baru malahan pabrik gula rafinasi untuk industri. Di mana hampir seluruh bahan bakunya (raw sugar) merupakan impor.

Gula yang jadi komoditas penting abad 19, membuat banyak investor dari Eropa ramai-ramai membangun pabrik gula (PG) di Hindia Belanda, khususnya di Pulau Jawa pasca-era Tanam Paksa. Setelah merdeka, Indonesia mewarisi 179 PG yang kemudian dikelola sejumlah BUMN perkebunan.

Pabrik-pabrik gula tua BUMN ini sudah banyak yang tutup lantaran terus merugi. Selain itu, banyak PG eks Belanda yang gulung tikar karena kekurangan bahan baku seiring menyusutnya lahan tebu di Jawa. 

Menurut Sumitro, dengan produksi mencapai 3 juta ton di tahun 1930 serta konsumsi gula domestik tak sebesar sekarang, Indonesia mengalahkan negara-negara produsen utama gula dunia saat itu seperti Thailand, Brasil, dan India. Namun saat ini, negara-negara tersebut telah menyalip posisi Indonesia.

Brasil contohnya, produksi gula negara tersebut saat ini mencapai lebih dari 29 juta ton, disusul India dengan produksi 29 juta ton, China 11 juta ton, dan Thailand 5 juta ton.

Sementara Indonesia, produksi gula lokalnya malah menyusut dari 3 juta ton menjadi 2,2 juta ton, di saat bersamaan, penduduknya semakin banyak yang artinya konsumsi gulanya sudah jauh meningkat.

Di luar kebutuhan gula rafinasi untuk industri, konsumsi gula putih di Indonesia untuk rumah tangga langsung pada tahun 2019 lalu sebesar 1,89 juta ton.

Dia mencontohkan, tingginya produktivitas gula di Thailand karena tingkat rendemen pabrik gulanya mencapai 10 persen dengan pabrik gula modern. Rendemen yang tinggi, juga membuat keuntungan yang diterima petani tebu lebih tinggi sehingga bergairah untuk menanam tebu.

Sementara pabrik-pabrik gula tua peninggalan Belanda yang saat ini dikelola BUMN, rata-rata rendemennya berada di kisaran 6,5 sampai 7,5 persen. Pabrik gula dengan rendemen terbaik di Indonesia saat ini dimiliki swasta yang dioperasikan Sugar Group di Lampung.


"Orientasinya kalau mau swasembada gula atau bisa ekspor seperti zaman Belanda, naikkan rendemen, jangan terus bergantung impor," ujar Soemitro.

Beberapa waktu, untuk menurunkan harga gula, pemerintah melonggarkan kebijakan dengan menginzinkan gula rafinasi masuk ke pasar.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi sejatinya melarang gula rafinasi dijual di pasar eceran.

Produsen gula rafinasi juga dilarang menjual hasil produksinya ke distributor, pedagang pengecer, ataupun konsumen, tetapi langsung ke industri pengguna melalui kontrak kerja sama.

Akan tetapi, dengan alasan mengatasi kelangkaan dan menstabilkan harga, aturan itu dilanggar sendiri oleh pemerintah.

Pemerintah mengalokasikan 250.000 ton gula rafinasi untuk diolah menjadi gula konsumsi dan digelontorkan ke pasar. Sebanyak 99.000 ton di antaranya dijadwalkan mengalir ke ritel modern dan pasar tradisional mulai 29 April 2020.

Dikutip dari Harian Kompas, 23 Mei 2020, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya indikasi praktik kartel untuk membatasi suplai dan memainkan harga gula beberapa bulan terakhir.

Menurut Komisioner KPPU, Guntur Saragih, ada indikasi harga gula dimainkan bersama oleh pelaku usaha, seperti pabrik gula besar dan perusahaan importir gula.

Ia menyoroti margin keuntungan yang cukup tinggi. Harga pokok produksinya terhitung rendah, yakni berkisar Rp 6.000 per kg, di pabrik yang paling efisien.

Berdasarkan kajian KPPU, pelaku usaha swasta yang memiliki kebun tebu sendiri dan pabrik yang efisien mampu memproduksi gula dengan harga pokok berkisar Rp 6.000-Rp 9.000 per kg. Demikian pula importir yang mengolah gula mentah menjadi gula konsumsi.

”Keuntungan mereka semakin signifikan dengan harga pasar yang sangat tinggi saat ini. Kalau dibandingkan dengan harga pasar saat ini yang mencapai Rp 17.500 per kg, marginnya bisa mencapai 190 persen,” kata Guntur.

Namun, kenyataannya harga gula tetap tinggi di pasaran dan terjadi merata di berbagai daerah. Indikasi ini menunjukkan para pemburu rente gula tidak bergerak sendiri, tetapi bekerja sama untuk membatasi suplai, kompetisi, dan menetapkan harga demi mengeruk keuntungan besar lewat penetapan harga eksesif.

”Ini yang sedang didalami, apakah di balik kenaikan harga gula ada pricing bersama-sama dari pelaku usaha? Modusnya masih kami dalami, tetapi indikasinya kuat karena harga masih sama-sama di atas HET, sementara pelaku usaha sudah mendapatkan harga yang cukup baik dengan kebijakan saat ini,” kata Guntur.

https://money.kompas.com/read/2020/05/25/134125926/ironi-gula-eksportir-era-hindia-belanda-jadi-importir-usai-merdeka

Terkini Lainnya

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Whats New
OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

Whats New
Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Whats New
Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Whats New
Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Whats New
Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Whats New
Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Earn Smart
Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Whats New
Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Whats New
Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Whats New
Pasar Kripto Berpotensi 'Rebound', Simak Prospek Jangka Panjangnya

Pasar Kripto Berpotensi "Rebound", Simak Prospek Jangka Panjangnya

Earn Smart
Asosiasi 'Fintech Lending' Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Asosiasi "Fintech Lending" Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke