Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ini 4 Sektor Bisnis yang Paling Siap dan yang Tidak untuk Adopsi Digital

CEO Markplus Inc, Iwan Setiawan mengatakan, namun tak semua sektor siap mengadopsi digital. Ketidaksiapan kadang berasal dari perusahaannya sendiri, kadang pula berasal dari para konsumennya.

Dari sisi konsumen, ketidaksiapan berasal dari generasi yang lebih tua (older generation) dan kalangan masyarakat berpendapatan rendah (low income) yang tidak memiliki banyak akses internet karena tak mampu membeli kuota.

"Dari sisi industri, ketidaksiapan ada di proses bisnis yang melayani pelanggan dengan tatap muka mendominasi dan industri dengan pekerja intensif," kata Iwan dalam webinar Marketeers Hangout, Kamis (18/6/2020).

Berikut ini sektor yang paling siap mengadopsi digital dan sektor yang paling tidak siap menurut survei Markplus Inc.

1. Ritel modern

Konsumen ritel modern seperti toko sayur mayur menjadi salah satu bisnis yang paling siap mengadopsi digital. Hal itu terlihat dari adanya pergeseran pola konsumen membeli kebutuhan rumah tangga saat pandemi Covid-19.

Selama Covid-19, perilaku belanja offline hanya sekitar 28,9 persen. Angka itu lebih kecil dibanding perilaku sebelum Covid-19 sebesar 52,3 persen. Sementara itu, pelanggan yang mencari dan berbelanja sayur mayur secara online naik menjadi 28,9 persen dari 4,7 persen sebelum pandemi Covid-19.

Kenaikan juga terjadi untuk perilaku pelanggan yang melihat-lihat keperluan rumah tangga secara offline namun membelinya secara online. Perilaku ini naik menjadi 13,3 persen dari 11,7 persen.

Uniknya kata Iwan, selain konsumennya yang telah siap mengadopsi digital, ekosistem industrinya juga sangat siap mengadopsi digital. Kesiapan terlihat dari munculnya beragam e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, BliBli, Shope, dan sebagainya.

Kesiapan juga terlihat dengan munculnya industri pengantaran (Gojek, Grab, Go Mart, Go Shop, dan Grab Fresh), komunikasi langsung melalui WhatsApp/Line, Laman resmi toko (Transmart Online, Lotte Mart online, Klik Indomaret), serta online grocery seperti Happyfresh dan Sayurbox.

"Sekarang sistem logistik juga sudah sangat siap. Di tengah pandemi apalagi, terpaksa jadi terbiasa," kata Iwan.

2. Sektor Otomotif

Kesiapan sektor otomotif tergambar dari kesiapan pelanggannya untuk membeli kendaraan secara online. Namun jika dilihat dari industrinya, tak semua industri siap mengadopsi digital.

"Sekarang yang dealernya siap mungkin hanya major player (pemain utama) saja. Tapi hampir sisanya belum siap sama sekali untuk go online. Kami harap mereka bangun capability," tutur Iwan.

Kesiapan pelanggan terlihat dari analisisi Markplus. Sebanyak 62 persen pelanggan otomotif yang disurvei ingin dealer memiliki aplikasi pembelian, 56 persen pelanggan ingin perusahaan otomotif menyediakan home delivery dan melakukan test drive di rumah, dan 41 persen ingin pembayaran online.

Selanjutnya, 34 persen pelanggan juga ingin ada fitur pengecekan kondisi riil kendaraan yang ingin dibeli secara virtual, dan 27 persen ingin fitur pengecekan kendaraan melalui panggilan video.

Selain itu, pelanggan juga siap mengadopsi digital usai membeli kendaraan (after-sales) untuk perawatan dan perbaikan mobil, seperti update pengadaan onderdil baru, home service, konsultasi melalui video call, loyalti program untuk setiap pembelian onderdil, dan sebagainya.

3. Asuransi Jiwa (life insurance)

Ketidaksiapan dunia asuransi terjadi karena ketidaksiapan masyarakat/pelanggannya membeli asuransi secara online. Sebab kata Iwan, masih banyak masyarakat yang menganggap asuransi tidak ada manfaatnya.

Untuk itu, perusahaan asuransi saat ini masih banyak mengandalkan agen. Saat pandemi berlangsung, pemasaran menjadi tidak optimal karena pembicaraan antara agen dengan masyarakat hanya berlangsung one way.

"Kalau sudah lewat orang, biasanya jadi sulit sekali go digital. Kalau ditanya digital engagement asuransi prioritas atau enggak? Jawabnya di bottom semua. Di life insurance itu, padahal pemain besar sudah punya online platform untuk agen-agennya. Tapi tidak semua customernya ready," tutur Iwan.

4. Sektor properti

Iwan menuturkan, sektor yang paling lama mengadopsi digital adalah sektor properti. Ada banyak kendala dari pemain properti maupun pelanggannya sendiri.

"Kategori yang paling lama go digital adalah properti. Misalnya orang mau beli rumah tapi transaksinya secara online, itu biasanya detil rumahnya tidak didetailkan, ada beberapa yang mereka sembunyikan. Jadi harus kontak orangnya untuk tahu lebih lanjut. Ini masih long journey," sebutnya.

Meski begitu, ada beberapa pelanggan yang telah berekspektasi untuk mengadopsi digital. Banyak dari pelanggan yang ingin melakukan konsultasi secara virtual dalam membeli rumah, promo DP, dan respon cepat.

"Tapi tidak semua pemain di properti sudah siap. Intinya adalah satu strategi memang tidak bisa disesuaikan untuk semua sektor. Perlu ada teknik pemasaran lainnya," tukas Iwan.

https://money.kompas.com/read/2020/06/18/115625026/ini-4-sektor-bisnis-yang-paling-siap-dan-yang-tidak-untuk-adopsi-digital

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke