Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Negosiasi Kesepakatan GSP Indonesia-AS Alot 2,5 Tahun, Ini Alasannya

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Amerika Serikat (AS) akhirnya memperpanjang fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) atau fasilitas bea masuk terhadap produk impor asal Indonesia pada 30 Oktober 2020.

Negosisasi kesepakatan dagang ini memakan waktu yang panjang yakni selama 2,5 tahun atau sejak Maret 2018.

Padahal, sejak 1980, Indonesia menjadi penerima fasilitas ini dan telah diperpanjang sebanyak 15 kali.

Duta Besar Republik Indonesia untuk AS Muhammad Lutfi menjelaskan, ada banyak permasalahan yang membuat negosiasi berlangsung alot.

Utamanya karena cara pandang Indonesia dalam berdagang dinilai berbelit dan tak mengikuti perkembangan zaman sehingga menyulitkan AS.

"Jadi kalau saya melihat dari item-nya itu kalau enggak salah ada 9 item yang bikin sakit kepala semuanya. Itu Pemerintah AS, kalau saya boleh kasih contoh, mereka kesel juga," ujar Lutfi dalam konferensi pers secara virtual, Senin (2/11/2020) malam.

"Indonesia juga jago membuat permasalahan, yang perlu dipermasalahkan (oleh AS). Dan ini adalah bagian dari perdagangan masa lalu," tambahnya.

Lutfi menjelaskan, dalam negosiasi sebelumnya, pemerintah Indonesia masih memakai pola pikir perdagangan sebagai persaingan.

Padahal, saat ini AS telah menekankan prinsip kolaborasi dalam kerja sama dagang.

Ia mencontohkan, salah satu yang dikeluhkan AS adalah ekspor produk hortikultura ke Indonesia yang dipersulit.

Ini memang sengaja dilakukan Indonesia untuk melindungi produk dalam negeri.

Kendati demikian, menurut Lutfi, nilai impor produk AS tersebut tidaklah besar dibandingkan volume kerjasama dagang Indonesia-AS yang mencapai 29 miliar dollar AS.

"Setelah kita lihat, contoh mereka mau jual kentang. Kentangnya ini dipakai sama industri. Sama kita itu disusah-susahin karena ini masalah persaingan," ujar Lutfi.

"Setelah kita hitung mereka mau jual kentang berapa, ini saya tidak bercanda, kentang yang mereka mau jual ke Indonesia itu nilainya hanya 1 juta dollar AS atau kira-kira Rp 14 miliar. Mau dimakan sama 270 juta rakyat Indonesia. Saya dalam hati saya, kenapa ya kok kita ribut masalah kayak gini," lanjut dia. 

Menurut Lutfi, masalah seperti itu merupakan warisan masa lalu yakni bersaing dalam perdagangan, di mana prinsipnya membeli sesedikit mungkin dan menjual sebanyak mungkin.

Namun, prinsip itu sudah tak lagi bisa dijalankan di masa kini.

"Itu masa lalu. Yang kita mesti hadapi sekarang ini adalah era kolaborasi, kita mesti sama-sama memastikan persamaan tersebut," kata mantan Menteri Perdagangan ini.

Oleh sebab itu, terkait perpanjangan GSP yang kembali diberikan pada Indonesia, Lutfi bilang, AS meminta untuk produk hortikultura dari AS tak lagi dipersulit.

Menurutnya, tak ada produk-produk tambahan dalam kerjasama GSP kali ini, hanya mempertegas akses produk AS bisa bersaing dengan baik di Indonesia,

"Imbal baliknya hanya memastikan proses-prosesnya, yang namanya sunset clause dalam RIPH (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura). Karena (impor hortikultura dari AS biasanya) buat Lebaran dan Imlek, hanya dipastikan supaya mereka bisa impor dan barangnya laku tepat pada waktunya," jelas Lutfi.

https://money.kompas.com/read/2020/11/03/113451026/negosiasi-kesepakatan-gsp-indonesia-as-alot-25-tahun-ini-alasannya

Terkini Lainnya

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

Whats New
Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Whats New
Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Whats New
Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Whats New
Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Whats New
Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Earn Smart
Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Whats New
Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Whats New
Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Whats New
Pasar Kripto Berpotensi 'Rebound', Simak Prospek Jangka Panjangnya

Pasar Kripto Berpotensi "Rebound", Simak Prospek Jangka Panjangnya

Earn Smart
Asosiasi 'Fintech Lending' Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Asosiasi "Fintech Lending" Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Whats New
Pihak Minimarket Diminta Ikut Tanggung Jawab Keamanan Parkir, Asosiasi: Kami Sudah Pasang CCTV dan Beri Peringatan

Pihak Minimarket Diminta Ikut Tanggung Jawab Keamanan Parkir, Asosiasi: Kami Sudah Pasang CCTV dan Beri Peringatan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke