Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penerapan e-KYC Dinilai Bisa Bikin Industri Fintech Hemat

Dengan penggunaan e-KYC dalam 10 tahun mendatang, industri fintech dinilai dapat berhemat sekitar 3,9 miliar dollar AS-4,4 miliar dollar AS atau setara Rp 57 triliun-Rp 61 triliun.

Begitu pula dengan sektor perbankan yang bisa berhemat 160 juta dollar AS-237 juta dollar AS, atau setara Rp 2,3 miliar-Rp 3,4 miliar dalam 10 tahun mendatang.

Hal tersebut bedasarkan studi yang dilakukan oleh Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) bersama MicroSave Consulting (MSC) Indonesia mengenai e-KYC.

Studi ini mengkaji praktik customer due diligence (CDD) yang ada di Indonesia dan tantangan yang dihadapi para pelaku industri dalam mengadopsi e-KYC. Studi juga menilai secara rinci biaya yang diperlukan dalam keseluruhan proses e-KYC, mencakup akuisisi, verifikasi, aktivasi, dan penyimpanan data pelanggan.

Country Director MSC Indonesia Grace Retnowati mengatakan, dalam transaksi digital pada industri keuangan seringkali dibutuhkan verifikasi data pengguna, di mana penyedia jasa keuangan harus mengeluarkan biaya untuk hal ini.

Namun dengan penerapan e-KYC maka ongkos dari sistem verifikasi data pengguna dapat di tekan, sehingga memberikan penghematan bagi penyedia jasa, atau secara umum bagi industri keuangan.

"Berdasarkan hasil studi adopsi e-KYC berkontribusi tidak hanya mengakselerasi inklusi keuangan, tetapi juga berpotensi menghemat setidaknya 3,9 dollar AS-4,4 miliar dollar AS (Rp 57 triliun-Rp 61 triliun) di sektor fintech dalam sepuluh tahun ke depan," ujar Grace dalam webinar e-KYC: Solusi Digital untuk Akselerasi Keuangan Inklusif, Selasa (1/12/2020).

Menurutnya, studi ini turut memberikan sejumlah rekomendasi bagi pemangku kebijakan, maupun penyedia jasa keuangan untuk dapat mengadvokasi penerapan e-KYC di Indonesia dengan memanfaatkan database ID Nasional.

Misalnya pentingnya akses secara real-time terhadap informasi biometrik dan database ID Nasional yang dapat bermanfaat meningkat efisiensi waktu dan biaya untuk proses onboarding pelanggan yang harus ditanggung oleh semua penyedia jasa.


Garce bilang, untuk memfasilitas hal tersebut diperlukan infrastruktur publik dan ekosistem kebijakan yang mendukung untuk mendorong adopsi e-KYC secara lebih luas.

"Selain itu, diperlukan standard operating procedure (SOP) yang jelas bagi penyedia jasa dalam mengakses database kependudukan guna memastikan perlindungan data pelanggan tetap terjaga, juga sangatlah penting," kata dia.

Di Indonesia program ID Nasional juga memiliki cakupan yang luas di mana lebih dari 90 persen penduduk dewasa telah memiliki e-KTP yang didalamnya tersimpan data biometrik. Data ini dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil).

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, layanan e-KYC yang berbasis data KTP elektronik dapat mempermudah proses onboarding pelanggan oleh berbagai penyedia jasa, baik dari sektor perbankan, kesehatan, asuransi, hingga fintech.

Hal itu bermanfaat untuk mengoptimalkan pengalaman pelanggan dan meminimalisir risiko penipuan.

"Cukup menggunakan otentikasi biometrik seperti sidik jari (finger print) atau pengenal wajah (face recognition) untuk mengakses database, maka verifikasi dapat dilakukan secara lebih cepat," kata Zudan.

https://money.kompas.com/read/2020/12/01/171700526/penerapan-e-kyc-dinilai-bisa-bikin-industri-fintech-hemat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke