Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Indonesia Terlalu Bergantung Impor Sapi dari Australia?

JAKARTA, KOMPAS.com - Tak bisa dipungkiri, selama puluhan tahun, Indonesia sangat bergantung pada pasokan impor sapi dari Australia.

Di pasaran Jabodetabek yang permintaannya paling tinggi, mayoritas daging sapi yang dijual berasal dari pemotongan sapi bakalan asal Australia yang digemukan oleh perusahaan-perusahaan penggemukan sapi atau feedloter swasta. 

Perusahaan feedloter Indonesia umumnya mengimpor sapi bakalan dari Australia dengan berat di kisaran 350 kg. Sapi-sapi bakalan itu kemudian digemukan di Indonesia hingga siap masuk rumah potong saat beratnya mencapai sekitar 450-500 kg.

Dikutip dari Harian Kompas, Senin (24/1/2021), Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo), Djoni Liano, mengungkapkan Indonesia belum bisa melepaskan ketergantungan terhadap sapi impor yang mayoritas berasal dari Australia.

Djoni menyebutkan, sebabnya rata-rata pertumbuhan konsumsi daging sapi sekitar 8,1 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan produksi daging sapi lokal berkisar 5 persen per tahun.

Menurut dia, jumlah impor sapi bakalan asal Australia tetap tinggi meskipun ada penurunan di tahun 2020. Sapi-sapi bakalan yang diimpor di tahun lalu itu menjadi stok daging di tahun 2021 setelah melewati masa penggemukan.

Berdasarkan data yang dihimpun Gapuspindo, ekspor sapi bakalan Australia diperkirakan turun dari 1,3 juta ekor tahun 2019 menjadi 900.000 ekor pada 2020. Sebanyak 60 persen di antaranya diserap Indonesia.

”Australia tengah membatasi ekspor karena produsen sapi di sana ingin memulihkan populasi. Padahal, permintaan global meningkat. Dampaknya, harga melonjak. Negara yang sanggup membayar dengan harga yang ada akan mendapatkannya (sapi bakalan),” jelas Djoni.

Dikutip dari laman Indonesia Australia Red Meat and Cattle Partnership, industri peternakan sapi Australia tengah meningkatkan populasi (restock).

Sehingga harga sapi hidup melonjak ke angka yang disebut sebagai yang tertinggi dalam sejarah. Populasi di sejumlah industri peternakan sekitar 30 persen dari kapasitas.

Dampaknya, menurut Djoni, harga beli sapi potong meningkat. Pada Juli 2020, harganya tercatat 3,2 dollar AS per kilogram berat hidup. Saat ini, harganya sekitar 3,95 dollar AS per kg berat hidup.

Berdasarkan kurs referensi Bank Indonesia, angka itu setara Rp 55.556 per kg. Di sisi lain, harga beli yang sanggup diserap pemotong berkisar Rp 50.000 per kg berat hidup.

Impor daging kerbau India

Pemerintah Indonesia sendiri sudah mencoba mengurangi ketergantungan sapi impor asal Australia. Salah satunya dengan mengimpor daging kerbau dari India.

Daging kerbau dari Indonesia memang jauh lebih murah ketimbang sapi impor dari Australia. Bulog sendiri setiap tahun diizinkan mengimpor ratusan ribu ton daging kerbau India.

Namun impor daging kerbau India dalam jumlah besar nyatanya tak cukup efektif menurunkan ketergantungan pada daging sapi impor asal Australia. Bahkan impor daging kerbau juga sama sekali tak berefek ke harga daging sapi di pasaran. 

Presiden Jokowi sendiri sempat melontarkan janji untuk menurunkan harga daging di bawah Rp 80.000 per kg. Presiden juga menjanjikan Indonesia bisa swasembada daging sapi dalam beberapa tahun. 

Selain itu, pemerintah juga terus menjajaki impor sapi bakalan dari negara lain yang populasi ternak sapinya cukup besar.

Dilansir dari Antara, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag Syailendra, mengatakan mahalnya harga daging sapi diatasi dengan mencari alternatif sumber daging maupun sapi bakalan dari negara lain, misalnya impor daging dari India, Brazil, dan bahkan sapi dari Meksiko.

"Ini yang sedang kami jajaki ke depan, bukan hanya dalam jangka pendek, namun juga dalam rangka mengisi stok Ramadhan dan Idul Fitri," jelas Syailendra.

Sementara itu, Ketua Dewan Gapuspindo Didiek Purwanto menjelaskan, pihaknya memang telah menaikkan harga daging seiring dengan naiknya harga sapi impor dari Australia.

Didiek memaparkan, sejak harga sapi impor Australia menyentuh level terendah 2,5 dolar AS per kilogram hidup, terjadi peningkatan harga hingga 3,8 dolar AS per kilogram atau setara Rp55.460 per kilogram pada akhir Desember 2020.

“Sehingga, sebagian anggota kami sudah tidak bisa lagi melakukan impor dari Australia dan membuat adanya lonjakan harga setelah pada 2019-2020 tidak ada lonjakan harga. Kami pun berharap, ke depannya ada alternatif negara yang bisa impor sapi di tengah kondisi impor dari Australia,” kata Didiek.

Pusat Informasi Harga Pangan Strategis mencatat, rata-rata nasional harga daging sapi di pasar tradisional naik dari Rp 118.400 per kg pada awal Desember 2020 menjadi Rp 119.200 per kg beberapa waktu lalu.

Adapun harga di DKI Jakarta naik lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional, yakni melonjak dari Rp 126.650 per kg menjadi Rp 129.150 per kg pada periode yang sama.

Angka itu di atas harga acuan penjualan daging sapi di tingkat konsumen yang berkisar Rp 80.000-Rp 105.000 per kg, tergantung jenisnya (tidak termasuk tetelan).

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen.

https://money.kompas.com/read/2021/01/25/060852126/mengapa-indonesia-terlalu-bergantung-impor-sapi-dari-australia

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke