Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

KTNA: Pupuk Subsidi Program Lintas Kementerian, Bukan Urusan Kementan Saja

KOMPAS.com – Sekretaris Jenderal Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional HM Yadi Sofyan Noor mengatakan, penyediaan pupuk bersubsidi bagi petani bukanlah tugas Kementerian Pertanian (Kementan) saja.

Sebab, penyediaan pupuk merupakan program strategis lintas kementerian yakni Kementan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan tata kelola melibatkan pemerintah daerah (pemda).

"Jadi ini untuk meluruskan simpang-siur di publik tentang subsidi pupuk. Ini program pemerintah, lintas kementerian, bukan urusan satu kementerian. Ini pekerjaan besar dan program strategis. Kasihan Kementan seolah-olah yang mengurus semuanya," katanya di Jakarta, Senin (19/4/2021).

Sofyan menjelaskan, dalam sinergi antar kementerian ini, Kemenkeu menyiapkan anggaran dan kemampuannya setiap tahun agar tidak mengalami kenaikan signifikan meskipun usulan kebutuhan pupuk petani jauh lebih tinggi.

Kemudian, Kementerian BUMN menyiapkan produksi pupuk hingga distribusinya ke petani melalui PT Pupuk Indonesia sebagai pelaksananya

Kementan, sambungnya, menyiapkan petani yang menjadi sasaran penerima pupuk subsudi. melalui rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK). 

Kemudian, lewawt aplikasi online button-up, Kementan mengawal pemanfaatan pupuk subsidi oleh petani, melakukan monitoring dan mengevaluasinya.

"Dari fakta ini, terlihat jelas pembagian tugas dalam sistem produksi, sistem distribusi maupun sistem pemanfaatannya," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.

Lebih lanjut, Sofyan menegaskan, tata kelola pelaksanaan program pupuk bersubsidi juga melibatkan peran dan tugas pemerintah provinsi (pemprov).

Pasalnya pemprov yang menentukan alokasi subsidi pupuk antarkabupaten/kota dan pengawasannya melalui komisi pengawasan pupuk dan pestisida (KP3).

Pemerintah kabupaten/kota berperan dalam alokasi subsidi pupuk di tiap dan antarkecamatan dan mengawasinya melalui KP3.

"Masyarakat juga berperan dalam pengawasan masyarakat dan bila ditemukan penyimpangan di lapangan bisa melaporkan sesuai mekanisme yang berlaku," terangnya.

Untuk itu, Sofyan menegaskan, bila terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi dan harga di suatu wilayah desa naik, mesti diselesaikan di tingkat kecamatan. Kendala dan masalah di level kecamatan mesti diselesaikan di tingkat kabupaten.

"Prinsipnya adalah masalah lokalitas mesti diselesaikan di wilayah setempat, sehingga menjadi solusi yang praktis dan efektif," ujarnya.

Penggunaan pupuk secara bijak

Sofyan menyebutkan pupuk merupakan unsur penting dalam produksi pangan, petani butuh pupuk secara tepat waktu, jumlah dan jenisnya. Bahkan, pemerintah telah menyiapkan pupuk bersubsidi sekitar 9 juta ton tiap tahunnya.

Oleh karena itu, petani harus menggunakan pupuk secara bijak karena penggunaan pupuk kimia yang terlalu banyak juga merugkan.

Sebab berdampak leveling off. peningkatan produksinya tidak sepadan dengan tambahan pupuk kimia, lahan menjadi tidak subur lagi, semakin tandus, belut, cacing, dan mikroba berkurang drastis.

"Penggunaan pupuk bersubsidi secara tepat sasaran untuk petani miskin, yakni maksimal 2 hektar (ha) per petani dengan sistem tertutup bagi petani yang tergabung dalam kelompok tani dan mengusulkan dalam e-RDKK,” jelasnya.

Sofyan pun menegaskan, kini saatnya penggunaan pupuk kimia mesti dikurangi dan digantikan dengan pupuk organik dan hayati.

Menurutnya, penggunaan pupuk organik dan hayati jauh lebih murah dibanding pupuk kimiawi karena petani tidak harus membeli, tetapi bisa membuat sendiri dari bahan baku yang ada di sekitarnya.

Dia mencontohkan, seperti limbah jerami, tumbuhan hijau, kotoran ternak dan lainnya bisa dijadikan kompos.

"Setidaknya dibutuhkan 500 kilogram hingga 2 ton per ha pupuk organik sehingga tanah menjadi subur dan produksi tinggi," tuturnya.

https://money.kompas.com/read/2021/04/19/131121626/ktna-pupuk-subsidi-program-lintas-kementerian-bukan-urusan-kementan-saja

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke