Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hingga Akhir Maret, Defisit APBN Capai Rp 144,2 Triliun

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, defisit tersebut mencapai 0,82 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

"Keseimbangan primer kita bisa dilihat surplus defisitnya, defisitnya adalah 0,82 persen dari PDB. Jadi ini semua di dalam koridor yang bisa kita kontrol dan kita akan pantau terus," kata Suahasil dalam konferensi pers, Kamis (22/4/2021).

Suahasil menjelaskan, defisit terjadi ketika penerimaan negara masih seret, sementara APBN bekerja ekstra menggelontorkan beragam belanja untuk memulihkan ekonomi nasional.

Tercatat, penerimaan negara hanya mencapai Rp 378,8 triliun atau 0,6 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Namun belanja negara tembus Rp 532 triliun atau meningkat 15,6 persen secara tahunan.

"Kita ingat ya konteksnya Maret tahun lalu sudah mulai ada Covid-19, jadi pendapatan negara tumbuh 0,6 persen," kata Suahasil.

Penerimaan negara

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, penerimaan APBN yang lebih kecil dari pengeluaran terjadi karena pajak masih terkontraksi. Penerimaan pajak tercatat menurun 5,6 persen menjadi hanya Rp 228,1 triliun dari target Rp 1.229,6 triliun.

Menurunnya penerimaan pajak ini terjadi karena dunia usaha belum kembali normal, dan adanya insentif pajak yang digulirkan pemerintah baik berupa PPh 21, PPh 22 impor, PPh final, dan lain-lain

Tercatat PPh 21 masih tertekan akibat belum pulihnya serapan tenaga kerja, sejalan dengan SKDU Bank Indonesia di -5,69 persen pada kuartal I-2021. Begitu pula dengan PPh 22 impor yang masih terkontraksi -38,55 persen.

Menariknya, pajak orang pribadi meningkat drastis, lantaran pada tahun lalu pemerintah sempat melonggarkan batas waktu pelaporan SPT menjadi bulan April 2020.

"Waktu itu berbagai kantor langsung tutup sehingga tidak mungkin melakukan pelayanan sehingga dateline bukan April. Sedangkan tahun ini tidak ada perpanjangan, seolah-olah (PPh OP) melonjak 99,31 persen, tapi tidak menggambarkan apple to apple," sebut Sri Mulyani.

PNBP masih turun 8,4 persen. Dari pagu Rp 299,1 triliun, realisasinya baru mencapai Rp 88,4 triliun. Pasalnya harga berbagai komoditas pada Januari-Maret tahun lalu masih lebih tinggi dibanding harga komoditas hingga kuartal I 2021.

Penerimaan negara masih banyak ditopang oleh bea dan cukai yang melonjak 62,7 persen. Dari pagu Rp 215 triliun, realisasinya sudah mencapai 29 persen atau Rp 62,3 triliun.

"Ini sesuatu yang bagus yang kita harapkan akan terjadi sampai akhir tahun," sebut wanita yang akrab disapa Ani ini.


Belanja Negara

Belanja negara pada Maret 2021 naik 15,6 persen secara tahunan (year on year/yoy) mencapai Rp 523 triliun. Tercatat belanja pemerintah pusat tumbuh 26 persen atau mencapai Rp 350 triliun, terutama didukung oleh belanja barang, belanja modal, dan belanja sosial.

Belanja kementerian/lembaga (K/L) meningkat 41,2 persen, mencakup belanja modal untuk proyek infrastruktur dan konektivitas, dan belanja barang untuk vaksinasi dan bantuan produktif masyarakat.

Sementara itu belanja non K/L tumbuh 9,9 persen untuk pembayaran pensiun, subsidi energi, dan program Kartu Prakerja. Sedangkan transfer ke daerah menurun tumbuh 0,9 persen dan investasi melonjak 85,4 persen, terutama investasi pembelian tanah mendukung PSN oleh LMAN.

"APBN menjadi satu-satunya instrumen yang memimpin dan menarik kembali ekonomi masuk kembali ke zona positif, itu yang disebut countercyclical," ungkap Sri Mulyani.

Secara lebih rinci, belanja barang K/L mencapai 63,5 triliun atau naik 81,6 persen. Tahun lalu, belanja K/L mengalami kontraksi hingga -6,9 persen. Beberapa kementerian yang mengalami kenaikan belanja adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Agama, dan Kemen PUPR.

Belanja Kemenkes melonjak 530 persen mencapai Rp 15,1 triliun dibanding tahun sebelumnya mencapai Rp 2,4 triliun. Anggaran digunakan untuk pembelian vaksinasi yang telah mencapai 17,2 juta orang dengan total anggaran 5,8 triliun. Anggaran juga digunakan untuk membayar 99.000 pasien Covid-19 dengan biaya perawatan mencapai 6,9 triliun.

Sementara belanja Kemenkop UKM melonjak 761 persen dari Rp 700 miliar menjadi Rp 6,4 triliun. Anggaran disalurkan kepada 6,6 juta pelaku usaha dengan nominal Rp 7,9 triliun.

Dari sisi belanja modal, Kemenkeu mencatat belanja modal mencapai Rp 34,2 triliun atau naik 186,2 persen dibanding tahun lalu yang hanya Rp 12 triliun yang juga telah naik 32 persen.

Adapun belanja bansos mencapai Rp 55 triliun, meningkat 16,5 persen dibanding tahun lalu sebesar Rp 47,2 triliun. Namun pada tahun lalu, belanja bansos sudah meningkat 27,6 persen mengingat pandemi Covid-19 sudah masuk ke Indonesia pada Maret 2020.

"Sedangkan transfer ke daerah menurun -0,9 persen, namun komponen DAK dan dana desa meningkat. Begitu juga pembayaran dana bagi hasil dari kurang bayar tahun lalu, serta DID yang menjadi salah satu instrumen fiskal," pungkas Sri Mulyani.

https://money.kompas.com/read/2021/04/22/161236926/hingga-akhir-maret-defisit-apbn-capai-rp-1442-triliun

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke