Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sepakati Sistem Pajak G20, Indonesia Bisa Cegah PPh Badan Turun Dalam

JAKARTA, KOMPAS.com - Negara-negara G20 baru-baru ini menyepakati sistem pajak internasional yang terdiri dari dua pilar solusi untuk mengatasi isu hilangnya potensi pajak akibat digitalisasi dan globalisasi.

Adanya kesepakatan membuat Indonesia berpotensi mengais penerimaan pajak yang lebih tinggi.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, kesepakatan akan menahan tekanan tarif PPh badan.

Sebab, adanya kesepakatan pilar II membuat Indonesia dan negara G20 menyepakati pajak minimum global (global minimum tax).

Indonesia pun tidak dapat lagi menerapkan insentif pajak dengan tarif lebih rendah dari 15 persen dengan tujuan menarik investasi.

Keputusan investasi diharapkan tidak berdasarkan tarif pajak.

"Dalam pilar II akan ada global minimum tax, ini sangat berguna sekali bagi indonesia, yang mana akan menahan tekanan tarif PPh badan. Jadi akan mencegah penurunan tarif PPh badan kita turun lebih dalam," kata Fajry saat dihubungi Kompas.com, Jumat (16/7/2021).

Fajry mengungkapkan, kesepakatan juga membuat potensi penerimaan pajak digital makin besar.

Saat ini, realisasi PPN PMSE baru mencapai Rp 2,25 triliun hingga 16 Juni 2021.

Dalam kesepakatan pilar I akan ada nexus baru sehingga pemerintah tak lagi bergantung pada perusahaan yang memiliki kehadiran fisik di Tanah Air.

Perusahaan digital yang memasarkan produknya di dalam negeri meski tak memiliki kantor juga bisa dikenakan pajak.

"Jadi saya kira sudah tepat kalau mengikuti konsensus global. Pemerintah dapat memajaki perusahaan digital dari luar negeri," beber dia.

Namun, Fajry mengakui, penerimaan PPN PMSE kemungkinan tak akan signifikan.

Hal ini terlihat dari rendahnya penerimaan PPN PMSE hingga semester I 2021.

Rendahnya penerimaan PPN ini menunjukkan kedalaman pasar perusahaan digital di Indonesia. Namun, adanya pilar I kesepakatan membuat perusahaan digital bukan lagi satu-satunya objek pajak.

Perusahaan multinasional lain yang memiliki omzet global tertentu juga berpotensi kena pajak.

Berdasarkan kesepakatan, syarat pengenaan pajak pada perusahaan multinasional adalah berskala besar minimum 20 euro dan memiliki tingkat keuntungan minimum 10 persen sebelum pajak.

"Nantinya yang masuk dalam scope tak lagi perusahaan digital saja, tapi juga perusahaan dalam sektor lain yang punya omzet global tertentu," pungkas dia.

Sebelumnya Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu mengatakan, adanya threshold yang diatur tersebut memberikan Indonesia kesempatan untuk memajaki 100 perusahan global.

Sebelum ada kesepakatan, negara hanya bisa memajaki bila perusahaan berbentuk Badan Usaha Tetap (BUT). Bank Dunia mencatat, potensi kerugian atas hilangnya pajak secara global mencapai 100 miliar hingga 240 miliar dollar AS.

https://money.kompas.com/read/2021/07/16/130606526/sepakati-sistem-pajak-g20-indonesia-bisa-cegah-pph-badan-turun-dalam

Terkini Lainnya

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Whats New
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Whats New
Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Whats New
Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Whats New
Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Whats New
Bisnis Alas Kaki Melemah di Awal 2024, Asosiasi Ungkap Penyebabnya

Bisnis Alas Kaki Melemah di Awal 2024, Asosiasi Ungkap Penyebabnya

Whats New
Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Whats New
LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

Work Smart
Jadi 'Menkeu' Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Jadi "Menkeu" Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Spend Smart
Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Whats New
Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Whats New
Bank Mandiri Genjot Transaksi 'Cross Border' Lewat Aplikasi Livin’

Bank Mandiri Genjot Transaksi "Cross Border" Lewat Aplikasi Livin’

Whats New
Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Whats New
Berikut Daftar Tiga Pabrik di Indonesia yang Tutup hingga April 2024

Berikut Daftar Tiga Pabrik di Indonesia yang Tutup hingga April 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke