Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

WFH Dirasa Penuh Tantangan oleh Sejumlah Karyawan, Ini Tanggapan Psikolog

KOMPAS.com – Pandemi Covid-19 memaksa masyarakat di seluruh dunia untuk mengadopsi kebiasaan baru atau new normal dengan beraktivitas di rumah.

Demi menaati protokol kesehatan (prokes) untuk mencegah penularan Covid-19, aktivitas sehari-hari seperti bekerja, sekolah, ibadah, dan silaturahmi harus dilakukan secara virtual dari rumah masing-masing.

Meskipun sudah dua tahun lamanya beradaptasi dengan new normal, kenyataannya bekerja dari rumah atau work from home (WFH) masih menjadi tantangan tersendiri bagi sebagian karyawan perusahaan.

Internal Network Staff Sinar Mas dan Sinar Mas Land Nova Nurli Indra mengatakan, selama WFH, ia harus melakukan video conference(vicon) setidaknya dua kali dalam sehari.

Pada pagi hari, ia dan rekan kerjanya akan membahas tugas-tugas yang perlu dikerjakan. Kemudian pada sore hari, akan diadakan vicon lagi untuk update progres pekerjaan.

Lalu, kata Nova, pada hari Jumat, ia dan rekan kerjanya akan melakukan vicon yang panjang.

“Dari pagi jam 09.00 sampai jam 12.00 atau 13.00, kami video conference nonstop,” kata Nova dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (30/7/2021).

Nova mengaku tingkat konsentrasi saat bekerja di kantor lebih baik daripada ketika bekerja di rumah.

“Karena kantor memang tempat untuk bekerja. Sementara di rumah kan banyak distraction, seperti anak yang masih kecil kadang nggak mengerti ibunya sedang bekerja, malah ikutan nongkrong sambil main YouTube,” katanya.

Menurut Nova, saat bekerja di rumah, ia kerap merasa seakan-akan sedang diamati selama bekerja.

“Kalau di kantor, dengan beban kerja yang sama, tidak ada perasaan seperti tengah diamati. Sementara jika di rumah, seperti selalu dipantengin,” bebernya.

Perihal berbusana selama WFH, Nova mengaku tetap berbusana rapi seperti saat bekerja di kantor.

“Pakaian kami tetap harus rapi. Tetap harus dandan, lah. Karena memang setiap hari atasan kami akan mengabsen anak-anaknya,” katanya.

Sementara itu, Marketing Public Relation Specialist PT Smartfren Telecom Maria Claudine yang akrab disapa Ao mengaku sudah bisa menyiasati penampilannya saat WFH.

“Tadinya Zoom call dengan rapi, memakai lipstik, (tetapi) lama-lama ada kalanya kami tak lagi memakainya (lipstik), tapi video kami matikan,” tutur Ao.

Ia menceritakan bahwa vicon dalam divisi pekerjaannya bisa berlangsung lama, mulai dari 09.30 sampai 13.00.

“Setelah itu (vicon) bisa selonjoran, memejamkan mata sebentar. Walaupun ada saja telepon yang masuk, diikuti keharusan mengakses laptop,” ujar Ao.

Menurutnya, mengandalkan perangkat virtual memang menuntaskan permasalahan kehadiran. Namun, dalam dinamika kerja, hal ini membuat karyawan harus sering rapat.

“Tidak bisa langsung brek, diselesaikan sekalian seperti saat hadir di kantor,” keluhnya.

Adapun melibatkan peserta yang terlalu besar dalam sebuah rapat virtual, menurut Ao, merupakan hal yang tidak efektif.

“(Terlalu banyak peserta saat rapat) membuat pembahasan semakin panjang, lari ke kanan dan ke kiri,” ujarnya sambil tertawa.

Selain itu, Ao juga merasa bahwa WFH memberi sensasi durasi kerja yang lebih panjang, lantaran masih ada kegiatan lain di luar rapat rutin yang perlu dilakukan.

Tantangan lain terkait WFH dialami pula oleh Team Assistant East Ventures (EV) Growth Dwita Anggiaria yang kesulitan menjangkau jaringan internet.

Ia mengaku menggunakan handphone untuk melakukan penambatan jaringan internet atau yang biasa disebut tethring dan hotspot.

“Lama-lama handphone saya yang ngedrop baterainya, tidak bisa lagi terisi penuh. Sepertinya karena layar selalu aktif tanpa jeda,” keluh Dwita.

Ia pun mengaku mengalami sakit punggung dan cepat pusing selama WFH.

“Karena setting yang ada (di rumah) bukan tempat untuk bekerja, punggung jadi terasa sakit sekali. Kemudian, penggunaan headphone terus-menerus membuat kepala cepat pusing,” tuturnya.

Menurut Dwita, tingkat kesibukan saat bekerja di kantor maupun WFH tidak jauh berbeda.

“Bahkan jauh sebelum pandemi, mereka (pihak perusahaan) sudah cukup sering bekerja dari rumah. Berbasis cloud business, sampai ke approval dan signature saja kami menggunakan digital sign. Akhirnya, mau di kantor ataupun di rumah, sama saja sibuknya,” kata Dwita.

Selain Dwita, ada pula Marketing Manager PT Borneo Indobara Nattasya Azimada yang menjumpai tantangan selama WFH.

Menurutnya, WFH membuat rekan kerja dan atasannya beranggapan bahwa dia harus siap dihubungi kapan pun.

“Padahal dalam situasi kerja normal, hal ini tak terjadi. Mungkin mereka berpikir, bagaimana bisa sukar dihubungi jika tengah berada di rumah,” kata Nattasya.

Terbatasnya pertemuan dan komunikasi secara langsung dengan rekan kerja, kata Nattasya, membuat banyak hal harus disampaikan secara tertulis.

“Report harus dibuat semakin detail, akurat, dan mudah dipahami,” tuturnya.

Ia pun mengaku harus sudah stand by sejak pukul 10.00 layaknya sedang bekerja di kantor.

“Jadi sama saja seperti bekerja di kantor. Pakaian juga harus tetap rapi,” ujarnya.

Nattasya mengaku harus selalu menampakkan diri dalam setiap vicon bersama direksi, regulator, klien atau customer, demi menjaga profesionalisme.

Namun, kata dia, saat vicon bersama rekan kerja, ia dapat mematikan video dan mendapat kesempatan untuk sedikit lebih santai.

Psikolog Klinis Eka Hospital Bumi Serpong Damai (BSD) Reynitta Poerwito mengatakan, tantangan WFH akan sangat bergantung pada bagaimana seorang karyawan merespons situasi tersebut.

Menurut Reynitta, setiap orang membutuhkan solusi unik dan berbeda. Solusi ini bisa diperoleh dengan mengacu pada akar permasalahan terlebih dahulu.

Ia mengatakan, setiap orang membutuhkan jadwal kegiatan sebagai pedoman selama WFH agar tidak terlena atau keenakan berada di rumah dan tahu apa yang harus dilakukan.

“Bukankah aktivitas kita di kantor juga terjadwal, di mana kita tahu persis jam berapa mesti berada di sana, kapan mulai bekerja, kemudian makan siang, kembali bekerja, kapan saja harus meeting,” kata Reynitta.

Jadwal kegiatan yang akan dibuat, kata dia, juga harus mempertimbangkan aktivitas kegiatan rumah tangga yang di luar pekerjaan.

Reynitta menyarankan, agar para karyawan yang menjalankan WFH tidak berharap terlalu tinggi terhadap diri sendiri.

Menurutnya, setiap orang perlu memberikan kesempatan bagi diri sendiri untuk beradaptasi dengan situasi pandemi. Sebab, pandemi adalah kejadian luar biasa yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Kata Reynitta, mengalami beragam emosi atau perilaku yang tak pernah terjadi sebelum pandemi merupakan hal yang normal.

“Misalkan, biasanya bekerja di kantor dengan bersemangat, kini timbul perasaan selalu ingin bersantai kala berada di rumah. Jika biasanya jarang marah ke anak-anak, sekarang justru merasa anak-anak semakin rewel dan mudah memancing amarah. Hal semacam itu normal,” jelas Reynitta.

Menurutnya, ragam emosi dan perilaku yang tak biasa selama pandemi muncul karena seseorang sudah lama tidak memiliki waktu bersantai untuk diri sendiri alias me time.

“Lowering your expectation actually saving you from a lot of stress. (Menurunkan ekspektasi akan menyelamatkan kamu dari stres berat). Cobalah menjalani kehidupan dan aktivitas hari demi hari, mengingat kita tengah menghadapi sesuatu (pandemi) yang tidak dapat kita kontrol dan perkirakan,” pesan Reynitta.

Perasaan tentang jam kerja yang tak pasti, sensasi layaknya sedang diamati saat bekerja di rumah, juga perlu disikapi dengan mengontrol pikiran masing-masing.

Reynitta menilai, stress management bukan tentang bagaimana cara seseorang untuk mengubah lingkungan atau situasi, melainkan bagaimana cara menghadapi situasi yang sedang terjadi.

“Bukan situasi yang menimbulkan tekanan dalam diri kita, namun pikiran kita yang mengakibatkannya. Untuk dapat melaluinya, kita mesti terlebih dulu menerima memang demikian kenyataan yang ada, dengan begitu kita akan lebih tenang,” jelasnya.

Ia pun menyarankan agar para karyawan melihat hal positif yang dapat dipetik dari WFH.

“Toh kita mendapatkan keuntungan lain dengan adanya WFH, misalnya tidak perlu bangun terlalu pagi, bermacet-macetan ke kantor, atau tiba di rumah larut malam,” tuturnya.

https://money.kompas.com/read/2021/07/30/202620026/wfh-dirasa-penuh-tantangan-oleh-sejumlah-karyawan-ini-tanggapan-psikolog

Terkini Lainnya

Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Whats New
Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-'grounded' Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-"grounded" Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Whats New
ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

Whats New
Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Whats New
Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Whats New
ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

Whats New
Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Whats New
Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Whats New
Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Whats New
BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

Whats New
KAI Services Buka Lowongan Kerja hingga 25 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

KAI Services Buka Lowongan Kerja hingga 25 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Anggaran Pendidikan di APBN Pertama Prabowo Capai Rp 741,7 Triliun, Ada Program Perbaikan Gizi Anak Sekolah

Anggaran Pendidikan di APBN Pertama Prabowo Capai Rp 741,7 Triliun, Ada Program Perbaikan Gizi Anak Sekolah

Whats New
Bantah Menkeu soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Sejak Ada 'Pertek' Tak Ada Keluhan yang Masuk

Bantah Menkeu soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Sejak Ada "Pertek" Tak Ada Keluhan yang Masuk

Whats New
Tidak Ada 'Black Box', KNKT Investigasi Badan Pesawat yang Jatuh di BSD

Tidak Ada "Black Box", KNKT Investigasi Badan Pesawat yang Jatuh di BSD

Whats New
Investasi Rp 10 Miliar, Emiten Perhotelan KDTN Siap Ekspansi Bisnis Hotel Rest Area

Investasi Rp 10 Miliar, Emiten Perhotelan KDTN Siap Ekspansi Bisnis Hotel Rest Area

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke