Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pemerintah dan BI Perpanjang Burden Sharing, Ini Mekanismenya

Lewat kerja sama itu, BI akan membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan negara sebesar Rp 215 triliun tahun 2021 di luar yang telah dibeli BI hingga saat ini dan Rp 224 triliun pada tahun 2022. Semula, skema tanggung renteng ini seharusnya berakhir pada tahun 2021 dan sebagian lainnya telah berakhir pada akhir tahun lalu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kesepakatan tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia III alias SKB III.

Dasar Hukum SKB III mengacu pada empat UU, yakni UU Nomor 23 Tahun 1999, UU Nomor 24 Tahun 2002, UU Nomor 19 Tahun 2008, dan UU Nomor 2 Tahun 2020.

"Saat ini kami telah melakukan persetujuan tentang SKB III yang menggunakan landasan hukum yang sama yaitu UU 2/2020. Pemerintah bersama BI berkoordinasi untuk BI bisa berpartisipasi aktif dalam pembelian SBN di pasar perdana termasuk kontribusi dalam pembiayaan kesehatan dan kemanusiaan," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Selasa (24/8/2021).

Bendahara Negara ini menyebut, ada beberapa mekanisme yang perlu diperhatikan dalam kerja sama. Tujuannya agar tidak mengganggu kemampuan BI dalam melakukan kebijakan moneter dan pembiayaan atau pembelian SBN sesuai neraca BI. Di sisi lain, pemerintah tetap bisa menyesuaikan target defisit fiskal sebesar 3 persen tahun 2023.

Nantinya, hasil penerbitan SBN ditempatkan oleh pemerintah dalam rekening khusus di BI. Ketentuan dan mekanisme pengelolaan rekening khusus mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan dan rekening khusus tidak diberikan remunerasi oleh BI.

Kontribusi yang dibayarkan BI kepada pemerintah diakui dan dicatat oleh BI sebagai bagian beban BI.

Dua klaster pendanaan

Sri Mulyani mengungkap, ada 2 klaster pembelian SBN oleh BI dalam SKB III. Klaster A sebesar Rp 58 triliun tahun 2021 dan Rp 40 triliun pada tahun 2022 dengan tingkat suku bunga BI-7DRRR tenor 3 bulan ditanggung BI.


Pendanaan ditujukan untuk penanganan kesehatan yang meliputi pendanaan program vaksinasi dan penanganan kesehatan terkait pandemi Covid-19 dan lainnya.

Sementara klaster B mencapai Rp 157 triliun tahun 2021 dan Rp 184 triliun tahun 2022 dengan tingkat suku bunga yang sama dengan klaster A namun ditanggung pemerintah.

Pendanaan digunakan untuk penanganan pandemi Covid-19 selain cluster A, dan penanganan kemanusiaan dalam bentuk pendanaan untuk berbagai program perlindungan sosial bagi masyarakat dan usaha kecil terdampak.

Karakteristik SBN yang dibeli

Jenis dan karakteristik SBN yang diterbitkan pemerintah pada SKB III juga disesuaikan agar BI tetap melakukan ekspansi moneter.

SBN kata Sri Mulyani, diterbitkan dalam mata uang rupiah, berjangka panjang dengan tenor 5-8 tahun, bersifat tradable dan marketable, seri SBN baru (new issuance) dan penerbitan kembali (reopening), dan tingkat bunga/imbalan mengambang dengan penyesuaian dilakukan setiap 3 bulan.

Lalu, tingkat bunga yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan tingkat bunga adalah suku bunga reverse repo BI tenor 3 bulan, dan metode pembelian SBN oleh BI dengan cara private placement.

Karena bersifat tradable, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, kerja sama pembelian SBN oleh BI bersama pemerintah ini tidak akan mengganggu independensi BI sebagai bank sentral. SBN yang dibeli bisa digunakan BI untuk ekspansi moneter seperti stabilisasi nilai tukar rupiah.

"SBN marketable dan tradable, jumlahnya terukur sehingga ini kami bisa lakukan untuk kemampuan BI untuk melakukan stabilisasi nilai tukar maupun inflasi," beber Perry.

Kurangi beban bunga pemerintah

Karena dibeli oleh bank sentral dengan tingkat bunga reverse repo BI tenor 3 bulan, kerja sama mengurangi beban pemerintah dalam pembayaran bunga. Perry menjelaskan, tingkat bunga SBN yang dibeli BI akan lebih rendah dari pasar.


Di sisi lain dalam pendanaan klaster A, bank sentral akan menanggung semua beban bunga. Pendanaan klaster A ini ditujukan untuk penanganan kesehatan Covid-19 termasuk program vaksinasi.

Besaran pengurangan beban bunga pemerintah tahun depan adalah Rp 17,36 triliun, berasal dari beban bunga SBN yang lebih murah Rp 13,74 triliun dan pengembalian bunga oleh BI Rp 3,62 triliun.

"Jadi (pendanaan) klaster B (dengan bunga yang ditanggung pemerintah) lebih murah, dan klaster A yang beban bunganya ditanggung BI beban pemerintah jadi 0 persen. Ini tujuannya adalah mengurangi beban negara, membiayai kesehatan dan kemanusiaan," jelas Perry.

Bukan karena sulit tarik utang

Sri Mulyani lagi-lagi menegaskan, perpanjangan skema bagi-bagi beban (burden sharing) antara pemerintah dengan Bank Indonesia bukan berarti RI sudah kesulitan menarik utang.

Pemerintah, kata Sri Mulyani, masih memiliki beberapa pilihan hingga akhirnya bank sentral memutuskan berkontribusi.

"Sama sekali tidak ada kesulitan dari penarikan utang, baik berasal dari market domestik, global, bilateral, dan multilateral (sebagai alasan perpanjangan burden sharing)," beber dia.

Dia pun lebih memilih burden sharing alih-alih memangkas anggaran kementerian/lembaga yang difasilitasi anggaran jumbo, salah satunya TNI Polri. Menurutnya, TNI/Polri harusnya disediakan anggaran berlebih karena lembaga negara tersebut ditugaskan untuk membantu percepatan vaksinasi.

Sri Mulyani juga sudah berkali-kali mengalihkan anggaran program non-prioritas selama pandemi. Hal ini terlihat ketika Kemenkeu merefocusing dan merealokasi anggaran K/L dan TKDD sebanyak 4 kali.

Refocusing pertama dilakukan pada Februari hingga Maret 2020 ketika pandemi baru masuk ke Indonesia. Saat ini, bendahara negara ini memangkas Rp 59,1 triliun anggaran K/L dan Rp 15 triliun TKDD.

Refocusing tahap kedua dilakukan menjelang Lebaran ketika pemerintah memutuskan untuk tidak membayar tunjangan kinerja (tukin) dan gaji ke-13 PNS. Dari sini, pemerintah mendapat Rp 12,3 triliun untuk penanganan pandemi.

Kemudian tahap ketiga terjadi ketika varian Delta masuk pertengahan tahun ini. Anggaran K/L dipangkas Rp 26,2 triliun dan TKDD sebesar Rp 6 triliun.

"Sesudah tiga kali (refocusing), kita masih lakukan refocusing keempat Rp 26,3 triliun dari anggaran tambahan Rp 55 triliun K/L. Jadi poinnya, pemerintah terus melakukan dan kita berterima kasih dengan DPR diberikan fleksibilitas," pungkas Sri Mulyani.

https://money.kompas.com/read/2021/08/25/091443626/pemerintah-dan-bi-perpanjang-burden-sharing-ini-mekanismenya

Terkini Lainnya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke