KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Salin Artikel

Keterampilan Digital Pemimpin

PADA suatu wawancara, seorang konsultan bertanya visi seorang pimpinan yang ingin mentransformasikan bisnisnya menjadi digital.

Dengan cepat, pemimpin tersebut menjawab bahwa itulah tujuan ia membayar sang konsultan. Hal ini menunjukkan kemungkinan bahwa pimpinan itu sendiri buta tentang dunia digital alias digitally illiterate.

Saat ini, semua perusahaan berlomba-lomba untuk bertransformasi menuju digitalisasi.

Perusahaan yang tadinya hanya berfokus dalam memproduksi mobil pun tidak ketinggalan.

Padahal, tadinya mereka mengeluh, “Kami tidak paham dunia digital, yang kami mengerti hanya seluk beluk mobil.”

Banyak perusahaan—yang sekarang sedang beroperasi aktif—tidak memiliki pemimpin yang cukup kuat untuk mengelola transformasi digital.

Dari sebuah penelitian terhadap 2.000 perusahaan mengenai digital savvy dengan 50 persen anggota tim sudah dapat membawa perusahaan mencari solusi melalui teknologi, ternyata hanya 7 persen yang boleh dibilang benar-benar digital savvy.

Tidak heran bila berdasarkan studi ditemukan, 70 persen dari 80 persen perusahaan yang berusaha mengakselerasi transformasi digitalnya menemui kegagalan saat menerapkan digitalisasi.

Dari sini terlihat, transformasi digital memerlukan komitmen yang all out. Perubahan yang dibuat perlu dikelola secara menyeluruh, mulai dari strategi sampai implementasinya.

Setiap pemimpin perlu menguasai nuansa dunia digital yang berorientasi pada user experience dan mengarahkan semua pada desain baru yang melek teknologi.

Jadi, bagaimana dengan pimpinan perusahaan yang sedari awal memang tidak terlahir digital savvy?

Brian Chesky dari Airbnb, Tim Westergren dari Pandora, Sean Rad dari Tinder, Evan Sharp dari Pinterest, dan William Tanuwijaya dari Tokopedia bukanlah orang-orang yang terlahir di dunia digital.

Mereka belajar mengenal dunia digital dalam pekerjaannya. Ketika mengembangkan bisnisnya, mereka belum memiliki strategi teknologi yang menyeluruh.

Pada dasarnya, diperlukan tiga tokoh teknologi informasi dalam proses membangun usaha digital dalam organisasi, mulai dari yang berkepentingan mengurus produk, desain, dan CTO alias chief technology officer.

Namun, seorang pemimpin juga perlu terlibat dalam penentuan strategi produk, desain, dan segenap perangkat yang harus dipersiapkan.

Jika dalam organisasi kemudian dibangun sebuah birokrasi yang membuat span of control CEO menjadi jauh, gerak perusahaan akan terasa lamban.

Bila pimpinan tidak berada di tengah tim, pengambilan keputusan akan menjadi konsensus yang menghambat kecepatan dan keunikan.

Seorang pimpinan juga tidak bisa mengelak dari peran sebagai agent of change. The CEO needs to lead from the front, and rally the company to believe in what might appear to be a distant destination.

Taktik mengakselerasi transformasi digital

Nothing changes unless people’s behavior changes.

Banyak orang berpendapat bahwa transformasi teknologi terjadi pada saat kita melakukan upgrade sistem.

CEO Oracle Safra Catz mengatakan, "The hard thing about these transformations isn’t the technology. It’s the sociology."

Seorang pemimpin perlu mencari akal agar transformasi digital ini tidak membuat hidup timnya semakin susah, tetapi justru membuat mereka berapi-api mendukungnya.

Pertama, kita perlu menggunakan teknologi tercanggih untuk membuat transformasi teknologi tidak terasa sulit. Banyak karyawan yang mengalami kesulitan untuk memperoleh data ketika bekerja dari rumah.

Hal itu membuat karyawan stres dan merasa dipersulit oleh teknologi yang ada. Untuk itu, kita perlu menyediakan aplikasi yang dapat mempermudah sekaligus menjaga keamanan penarikan data dari luar gedung kantor.

Dengan demikian, para karyawan dapat menikmati transformasi teknologi karena merasa terbantu dalam melaksanakan pekerjaannya.

Kedua, pemimpin harus mampu menyentuh keseharian setiap karyawan. Musuh dari transformasi ini adalah inertia alias keengganan ekstrem untuk berubah dan justru bertahan pada kebiasaan lama. Para baby boomers yang masih berpola pikir analog perlu mendapatkan dorongan untuk memasuki dunia digital.

Bekerja secara remote juga bisa jadi menggoyang budaya yang ada. Budaya sebuah perusahaan dapat luntur karena hubungan digital. Bayangkan newcomers yang tidak berkesempatan merasakan suasana kantor, seperti makan siang bersama ataupun beramai-ramai lembur mengejar deadline.

Hubungan informal yang tidak ada seperti itu harus menjadi perhatian dan dikendalikan seorang pemimpin. DBS Singapura berusaha memastikan agar norma-norma perusahaan tetap tersosialisasikan dengan baik di kantor hibrida dengan membuat pertemuan yang lebih sering antara para pendatang baru dan pimpinan perusahaan.

Ada juga perusahaan yang berusaha memperhatikan kondisi mental setiap peserta rapatnya. Sebelum rapat dimulai, setiap orang perlu melakukan check-in dan menginformasikan kadar antusiasmenya dalam rentang 1-10 pada hari itu.

Mereka yang memasang angka kurang dari 10 diminta untuk sharing sebelum rapat dimulai, untuk kemudian dipikirkan apa yang dapat dilakukan guna meningkatkan kadar antusiasmenya secara bersama-sama. Cara sederhana ini mampu mengembangkan sentimen positif yang beredar di seluruh organisasi.

Ketiga, pemimpin perlu mendorong agar perubahan perilaku benar-benar terjadi. Kebiasaan mempertanyakan validitas data, menyembunyikan bad news, atau bahkan dengan sengaja memberi angka yang baik-baik saja terhadap kinerja buruk harus diubah.

Kita juga tidak bisa hanya mengutamakan business result. Managing the human side of digital transformation requires work to systematically reinforce desired behavior change.

DBS memberikan hadiah kepada pembuat aplikasi yang mendapatkan jumlah like terbanyak dari penggunanya.

Tom Siebel, sang pemilik perusahaan Siebel Systems, mengatakan, “Visionary CEOs, individually, are the engines of massive change that is unprecedented in the history of IT — possibly unprecedented in the history of commerce.”

https://money.kompas.com/read/2021/12/18/080700926/keterampilan-digital-pemimpin

Bagikan artikel ini melalui
Oke