Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Asal-usul Pakaian dan Kearifan Lokal Pertanian Indonesia melalui Pameran Kapas

JAKARTA, KOMPAS.com – Usaha sosial yang memiliki misi memberdayakan perempuan di desa sambil merawat alam, SukkhaCitta, mangadakan pameran KAPAS: Healing Mother Earth, Healing Ourselves.

Pameran tersebut berlangsung selama sebulan penuh, mulai Jumat (15/4/2022) sampai Minggu (15/5/2022) di Ashta District 8, Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta.

Founder dan CEO SukkhaCitta Denica Riadini-Flesch mengatakan, pameran tersebut bertujuan untuk mengajak masyarakat Indonesia menelusuri kembali asal pakaian yang dipakai sehari-hari.

“Pameran KAPAS menceritakan perjalanan petani dalam menanam kapas di Indonesia dengan metode tumpang sari. Metode ini menjadi kearifan lokal nenek moyang yang merawat Ibu Pertiwi dan menganyam ekonomi hijau,” kata Denica pada acara konferensi pers yang diadakan secara virtual, Jumat (22/4/2022).

Melalui pameran KAPAS, lanjutnya, SukkhaCitta juga ingin mengembalikan asas hubungan timbal balik antara manusia dan tanah.

“Dari kebun ke karya (farm to closet), kita akan mengeksplorasi proses dan dampak dari apa yang kita pakai,” kata Denica.

Keberlanjutan tidaklah cukup

Isu perubahan iklim dan lingkungan masih menjadi sorotan utama dunia. Hampir seluruh negara, termasuk Indonesia, berusaha untuk memastikan suhu bumi tidak meningkat sebesar 1,5 derajat Celsius pada 2030.

Industri fesyen pun disinyalir menjadi salah satu sektor yang menyumbang banyak jejak karbon. Laporan McKinsey tentang Fashion on Climate pada 2020 menunjukkan, industri fesyen di seluruh dunia menyumbang lebih banyak jejak karbon dibandingkan gabungan antara negara Jerman, Prancis dan Inggris.

Selain itu, sekitar 89 persen merek fesyen di dunia tidak mengetahui tahap awal dari mana dan bagaimana material tekstil diproses.

Oleh karena itu, untuk memastikan bumi tidak mencapai kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius, penting untuk mengurangi separuh dari emisi yang dihasilkan oleh industri fesyen.

Akan tetapi, dengan perkembangan yang begitu cepat, emisi yang dihasilkan justru diprediksi akan meningkat sebanyak 50 persen dalam 8 tahun ke depan.

“Sekarang saatnya untuk mencari solusi yang tidak hanya mengurangi dampak negatif dari pilihan kita sebagai manusia, tapi justru berkontribusi untuk merestorasi dan menyembuhkan alam. Ini bisa dimulai dari mengetahui proses dan asal-usul sebuah pakaian dibuat,” jelas Denica.

Perjalanan ke masa lalu untuk masa depan

Denica mengatakan, dalam perjalanan menelusuri asal-usul pakaian yang dibuat di dalam negeri, membuat dirinya dan SukkhaCitta dipertemukan dengan petani-petani kapas terakhir di Indonesia.

“Petani kecil Indonesia telah mempraktikan pertanian regeneratif dengan istilah tumpang sari selama beberapa generasi. Tumpang sari secara alami menyeimbangkan siklus karbon antara tanah dan atmosfer,” ujar Denica.

Dengan tumpang sari, petani bisa menanam berbagai jenis tanaman dalam satu waktu, mengutamakan penggunaan pupuk kompos dibandingkan pupuk kimia, dan menghindari penggalian tanah yang dalam. Metode ini pun disebut bisa mengembalikan kemampuan tanah menyerap air dan menyimpan karbon lebih baik.

“Sejak 2016, kami telah meregenerasi 20 hektare tanah gersang melalui program penghijauan dan penanaman hutan serta pertanian regeneratif, seperti tumpang sari. Selain itu, kami juga telah memberikan dampak bagi lebih dari 1.482 perempuan di seluruh Indonesia,” kata Denica.

Dengan akses pasar yang adil, lanjutnya, SukkhaCitta telah meningkatkan penghasilan dari pengrajin dan petani kecil binaan sebesar 60 persen. SukkhaCitta juga giat mengadakan pelatihan pewarnaan alam dan daur ulang kepada penrajin kain yang telah mencegah sekitar 1,2 juta liter air limbah teracuni.

https://money.kompas.com/read/2022/04/22/141100626/mengenal-asal-usul-pakaian-dan-kearifan-lokal-pertanian-indonesia-melalui

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke