Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ekonomi Politik Kursi Komisaris BUMN

Pemenang kontestasi tidak saja dapat piala berupa Istana, tapi juga segala kuasa dan diskresi yang menyempil bersamanya, termasuk mengutak-atik managemen dan komisaris BUMN.

Oleh karena itu, posisi menteri BUMN akan diberikan kepada sosok yang bukan saja berjasa dalam proses pemenangan, tapi juga sosok yang memang bisa memberikan leverage ekonomi politik kepada kubu pemenang secara “terukur” (tanpa tersandung kasus hukum dan terbentur dinding politik)

Dalam perspektif ini, Erick Tohir adalah sosok yang ideal. Beliau berjasa dalam proses pemenangan Jokowi-Ma'aruf Amin (sebagai ketua Tim Pemenangan), yang sekaligus mempunyai latar belakang korporasi yang menarik, yakni bos Mahaka Group.

Erick pernah menjadi pemilik kesebelasan Inter Milan yang mendulang keuntungan besar di saat melepasnya, walaupun performa tim tersebut terbilang biasa-biasa saja selama berada di bawah kendalinya.

Artinya, Erick sebenarnya mempunyai track record yang cukup mumpuni untuk memperbaiki kinerja BUMN yang semakin morat-marit sejak 2016.

Tapi nampaknya publik harus banyak bersabar. Karena, menjadi menteri BUMN tidaklah sama persis dengan menjadi bos sebuah grup bisnis yang memiliki performa bagus.

Erick bisa saja tak berprestasi menonjol di posisi menteri BUMN karena faktor tarik-menarik kepentingan di lingkaran politik yang melatari eksistensi penguasa Istana.

Yang jelas, Erick tak akan seleluasa sebelumnya. Ada rambu-rambu politik yang tak boleh ditabrak, kalau Erick masih ingin tetap bertahan sebagai seorang menteri sekaligus seorang pembisik kelas satu Istana.

Misalnya soal jabatan komisaris dan direksi BUMN yang tak bisa begitu saja ditentukan oleh seorang menteri, tanpa memikirkan keberlanjutan kepentingan politik koalisi penguasa.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa BUMN adalah salah satu lahan basah yang akan ditempati oleh orang-orang partai dan relawan politik.

Di periode pertama pemerintahan Jokowi-JK, nama seperti Fajrul Rahman, Andrinof Chaniago, Refly Harun, Saldi Isra (menjadi Komisaris Semen Padang sebelum jadi Hakim MK), dll, adalah nama-nama yang dimahfumi oleh publik di saat mereka ditunjuk jadi komisaris BUMN, walaupun tidak memiliki kompetensi linier dengan bidang yang diemban oleh BUMN tersebut.

Dimahfumi karena nama-nama tersebut ada di barisan relawan pendukung Jokowi-JK.

Di periode kedua pun tentu tak akan jauh berbeda, meskipun menteri BUMN-nya sudah tak sama.

Jadi jika Erick Tohir berkilah bahwa penujukan Adee Slank sebagai bagian dari upaya kementerian BUMN memperbaiki konten-konten produk besutan Telkomsel, sudah barang tentu alasan tersebut sangat basa-basi sifatnya.

Abang-abang bakso pun paham kalau alasan tersebut adalah basa-basi. Toh ada banyak nama-nama, tua ataupun muda, yang jauh lebih mumpuni dan kompeten di bidang itu ketimbang Adee Slank.

Publik akan dengan mudah menyejajarkan Adee dengan nama-nama lain dari partai atau barisan relawan yang "kebagian kue BUMN," tanpa harus terpengaruh oleh alasan dangkal Erick tersebut.

Mengapa? Karena publik mengetahui dengan jelas bahwa memang Slank secara terang-terangan menunjukan keberpihakan kepada Jokowi sedari awal, sehingga penunjukan salah satu personelnnya sebagai komisaris BUMN akan dikaitkan dengan kontribusi dan aktifitas politik Slank selama masa pemenangan Jokowi, baik di periode pertama maupun di periode kedua.

Di sisi lain, sebagai masyarakat Indonesia yang baik yang memang sudah terbiasa dengan fenomena politisasi dan komoditifikasi BUMN, kita tentu sudah mengerti bahwa perkara BUMN di Indonesia adalah perkara rumit.

Komplikasinya merentang luas, mulai dari politik sampai pada kesehatan keuangannya. Jadi yang perlu dipahami adalah bahwa sekadar pergantian SDM saja tentu tak cukup, baik di sisi direksi maupun di sisi komisaris.

Karena itu, penunjukan Adee Slank akan bermakna sama dengan penunjukan komisaris lain dari partai atau relawan, yang sampai hari ini tak jelas prestasinya dalam memperbaiki kinerja BUMN.

Padahal untuk membenahi BUMN nasional dibutuhkan pembehanan sistem secara menyeluruh. Dan itu harus dimulai dari kementerian BUMN.

Misalnya, mekanisme rekruitmen para deputi di kementerian BUMN, direksi BUMN, atau komisaris BUMN, harus dibebaskan terlebih dahulu dari sindrom "orang titipan."

Mereka sebaiknya pajabat karir, baik di institusi kementerian BUMN maupun dari BUMN-BUMN terkait, yang berkompetensi dan telah terbukti "makan tangannya" di bidang yang dibawahi.

Setidaknya ada kriteria komparatif dan kompetitif yang ditetapkan, sebelum seseorang menduduki posisi deputi yang membawahi beberapa bidang BUMN, atau direksi BUMN, dan atau komisaris-komisaris BUMN.

Dan paramater tersebut semestinya tersampaikan kepada publik dan semua stake holder, agar ada beban moral untuk tidak melakukan pelanggaran yang mengingkari prestasi dan track record-nya masing-masing di kemudian hari.

Apakah ini dilakukan Erick? Sampai hari ini, Erick belum mampu membuktikan itu.

Misalnya keharusan penunjukan direksi dan komisaris BUMN yang benar-benar menggunakan merit system dengan reward dan punishment yang jelas.

Hal tersebut hanya bisa dilakukan jika Erick Tohir bertindak independen, berdasarkan perhitungan yang jelas atas prospek bisnis BUMN ke depan.

Tapi faktanya sulit untuk Erick Tohir melakukan itu. Boleh jadi hanya di dalam retorika karena sedari awal Erick sudah melakukan pekerjaan politik untuk memenangkan Jokowi Maaruf, sebagai mantan ketua Tim Sukses Jokowi yang tak mungkin lepas begitu saja.

Latar tersebut justru akan menjadi salah satu pintu masuk keterlibatan partai dalam penentuan SDM direksi dan komisaris BUMN dan akan selalu dipandang demikian oleh publik.

Jadi memang sudah menjadi rahasia umum, pengisian direksi dan komisaris BUMN menjadi salah satu lahan "balas budi" dari kekuasaan untuk para relawan.

Langkah pertama untuk memutus jalur tersebut, Erick mau tak mau harus benar-benar meyakinkan publik bahwa latar belakang politiknya saat Pilpres tempo hari sudah selesai dan itu ternyata tidak ditunjukan oleh Erick dalam tindakannya.

Apalagi saat ini Erick menyandang status baru, yakni bakal calon presiden potensial untuk laga 2024 yang wajahnya “nimbrung” nyaris di seluruh layar ATM bank BUMN di Indonesia saban waktu.

Bukankah akan sangat terbuka peluang bagi Erick untuk melego kursi-kursi komisaris BUMN untuk partai-partai, relawan-relawan, ataupun tokoh-tokoh endoser politik, yang diicarnya sebagai kendaraan politik.

Bahkan kesan pertama Erick Tohir sebagai menteri BUMN saja sudah mengingkari idealitas, dengan menunjuk Arya Sinulingga dari partai pemenang sebagai stafsus.

Jadi alih-laih rekruitmen direksi BUMN dilakukan melalui proses fit and proper test yang ketat dan terbuka, punya kriteria yang jelas dan bisa dipahami publik, alias tidak cukup hanya dipanggil oleh menteri dalam pertemuan tertutup, Erick justru bergerak selayaknya seorang mantan Tim Pemenangan Jokowi yang ditunjuk menjadi menteri BUMN, bukan Erick sebagi seorang CEO Mahaka Group yang performannya cukup bagus.

Pendeknya, nasib Erick tak berbeda dengan Jokowi yang dianggap sebagai "petugas partai," yakni Erick Tohir sebagai "petugas dari seorang petugas partai."

Begitulah pandangan umumnya. Pandangan ini tentunya belum dipoles dengan kecurigaan ini itu, seperti misalnya kepentingan di balik Merger Gojek dan Tokopedia (jadi GoTo) di mana di satu sisi komisaris utama Gojek adalah saudara kandung Erick sendiri, dan di sisi lain, Telkomsel sebagai anak usaha Telkom, adalah pemilik saham di Gojek.

Dengan kata lain, penentuan komisaris Telkom dari kalangan relawan dan partai politik akan membuka peluang untuk mengarahkan aksi korporasi Telkom di kemudian hari untuk memperbesar manfaat yang akan diterima oleh salah satu pihak atau beberapa pihak di lingkaran kekuasaan, termasuk di lingkaran Erick sendiri. .

https://money.kompas.com/read/2022/06/18/070000826/ekonomi-politik-kursi-komisaris-bumn

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke