Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ini Dia Masalah yang Kerap Muncul Seputar THR

Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Brigitta Valencia Bellion

KOMPAS.com - Setiap tahunnya, Tunjangan Hari Raya (THR) adalah hal yang paling dinantikan oleh para pekerja. Pada saat itu, mereka akan mendapat bonus atas usaha dan kerja keras yang dilakukan untuk perusahaan.

Meskipun begitu, pemberiannya tak selalu berjalan mulus. Bisa dikatakan bahwa THR kerap menjadi masalah bagi para karyawan. Terkadang, ada perusahaan yang enggan atau lalai membayarkan THR sesuai dengan ketentuan.

Bahkan, menurut Suryanto Sinurat, Advokat dan Partner di SSAJ & Associates, dalam siniar Obsesif musim kelima bertajuk “Isu dan Polemik THR”, Kementerian Tenaga Kerja membuka posko pengaduan THR setiap tahunnya.

Disebutkan pula olehnya bahwa pada 2021 terdapat 404 aduan yang masuk ke posko tersebut. Meskipun begitu, semua aduan dapat diselesaikan dengan baik.

Ketentuan Pemberian THR

Agar tak keliru, kita harus mengetahui hal-hal mendasar dalam THR. Dari sisi hukum, ada tiga golongan pekerja yang berhak mendapatkannya. Pertama adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau pegawai kontrak yang punya masa kerja minimal satu bulan dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau pegawai tetap.

Kedua, jika PKWTT mengalami PHK dalam jangka 30 hari sebelum hari raya, mereka juga berhak mendapatkan THR. Namun, jika jangka waktunya kurang dari itu, mereka tak bisa mendapat THR.

Ketiga adalah pekerja yang dipindahkan ke anak perusahaan. Hal ini bisa terjadi saat dipindahkan, pekerja tersebut belum mendapat THR dari PT A. Jadi, PT B, yang merupakan anak perusahaan PT A, wajib memberikan.

Pekerja juga harus memiliki masa kerja selama 12 bulan untuk mendapatkan THR sebesar satu bulan upah. Sementara itu, jika kurang dari 12 bulan, maka perhitungan THR berasal dari masa kerja dibagi 12 bulan dikali upah yang diterima dalam satu bulan.

Adapun landasan hukum yang menetapkan dasar-dasar THR ini terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengupahan, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya, dan pedoman yang selalu dikeluarkan Menaker setiap tahun.

Apakah Kebijakan Ini Bisa Diubah?

Menurut Suryanto, aturan yang terdapat dalam tiga landasan hukum tadi adalah batas minimal bagi perusahaan. “Boleh aja pengaturannya beda, tapi gak boleh lebih rendah dari hak yang mereka harus terima,” pungkasnya.

Misalnya, dalam aturan, jika pekerja sudah bekerja selama 12 bulan, ia akan mendapat THR sebesar satu bulan upah. Hal yang boleh dilakukan perusahaan adalah membayar lebih besar dari itu, misalnya dua atau tiga bulan upah.

Aturan mengenai THR ini berlaku untuk semua pengusaha, baik itu besar atau kecil. Jadi, meskipun tak ada perjanjian kerja secara tertulis sekalipun, THR tetap harus diberikan.

Masalah yang Kerap Ditemui

Meskipun telah diatur sedemikian rupa, masih ada saja perusahaan yang enggan membayarkan THR. Hal inilah yang kerap menjadi masalah.

THR sendiri wajib dibayarkan maksimal tujuh hari menjelang hari raya. Jika belum mampu membayar, perusahaan bisa mendiskusikannya dengan pekerja mengenai metode pembayarannya. Terlebih, di masa pandemi banyak sektor yang terdampak secara ekonomi.

Akan tetapi, jika kondisi keuangan sudah kembali normal, THR wajib dibayar secara penuh. Jika tidak, akan ada sanksi administratif berupa denda sebesar lima persen dari waktu keterlambatan pembayaran.

Perusahaan yang tak membayar THR akan dilakukan penyelidikan dan verifikasi data oleh Menaker.

Kemudian perusahaan tersebut diberikan nota pemeriksaan pertama. Jangka waktu pembayaran THR dari nota pemeriksaan pertama adalah 14 hari.

Apabila lewat dari itu, akan ada nota pemeriksaan kedua. Jika masih belum membayar, perusahaan akan diberikan teguran tertulis yang berisi pembekuan kegiatan usaha dan pembatasan produksi.

Usaha ini dilakukan karena, “Filosofinya, pengusaha dan pekerja saling membutuhkan. Sehingga kalau terjadi pelanggaran, diperingatkan dulu, diberikan kesempatan.”

Sementara itu, bagi pekerja yang mengajukan cuti, THR akan tetap diberikan. Ini bisa terjadi karena pekerja tersebut masih memiliki hubungan kerja dan telah mendapat hak untuk cuti. Terlebih, cuti melahirkan yang sudah diatur dalam perundang-undangan.

Permasalahan lainnya adalah perdebatan perihal tidak mendapat THR saat resign. Menurut Suryanto, pekerja yang resign seharusnya tak mendapat THR. Dalam peraturan, dijelaskan bahwa kondisi PHK untuk mendapat THR terjadi jika perusahaan yang melakukannya.

Namun, jika perusahaan ingin memberikannya secara sukarela saat pekerja itu resign, itu hal yang sah dilakukan.

Perlu diingat bahwa THR memiliki ketentuan yang berbeda dengan penetapan upah. THR sendiri masih bisa didiskusikan permasalahannya lewat kesepakatan bersama. Di sana, “akan didiskusikan mana (pihak) yang (sebenarnya) tidak mampu dan tidak mau.”

Dengarkan informasi lainnya seputar dunia pekerjaan bersama SSAJ & Associates hanya melalui siniar Obsesif musim kelima di Spotify. Di sana, ada banyak informasi berguna untuk para fresh graduates yang baru saja menginjakan kaki di dunia karier.

Ikuti juga siniarnya agar kalian tak tertinggal tiap ada episode terbarunya!

https://money.kompas.com/read/2022/07/18/200000426/ini-dia-masalah-yang-kerap-muncul-seputar-thr

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke