Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Prospek Ekonomi Kita di Penghujung 2022

Namun tahun politik datang lebih awal bagi kita. Prediksi akan terjadi resesi global disampaikan dan diberikan narasi yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan masing masing pihak.

Sesungguhnya, peringatan Presiden Joko Widodo dimaksudkan agar kita sebagai bangsa bersiap diri, sekaligus mengingatkan seluruh jajaran pemerintahan untuk berpikir dan bertindak mitigatif.

Sedihnya, oleh sebagian kita, karena interest politik, pembicaraan soal resesi global dijadikan teror, sekaligus isu untuk mendelegitimasi kebijakan pemerintah dengan hanya menyajikan sebagian kepingan data untuk memperkuat framing isu yang diproduksi.

Berlatar belakang kejadian inilah, saya tergerak membawa kembali diskursus ketahanan ekonomi kita menghadapi resesi global secara obyektif, berdasarkan basis data utuh, dan proyeksi lembaga yang kredibel.

Saat ini dunia memang dihantui inflasi tinggi sekaligus kontraksi ekonomi. Globalisasi memudahkan inflasi dan kontraksi ekonomi merambat di banyak kawasan lain.

Seberapa jauh “pandemi” inflasi dan kontraksi ekonomi menimpa ekonomi kita?

Pintu masuk inflasi bisa bersumber dari kenaikan harga barang-barang impor, dan kurs mata uang. Sumber inflasi juga bisa muncul dari domestik, seperti gagal panen karena bencana hidrometerologi.

Rambatan inflasi yang menerpa kita sebulan terakhir karena kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Kebijakan menaikkan harga BBM sebagai pilihan yang tidak terhindarkan akibat melonjaknya harga minyak bumi dunia, serta pertumbuhan permintaan domestik.

Bahkan dengan tetap menaikkan harga BBM bersubsidi, alokasi anggaran subsidi tetap melonjak hingga Rp 502 triliun tahun ini.

Dampaknya, terjadi lonjakan inflasi sektor transportasi yang pada Agustus 2022 sebesar 5,01 persen menjadi 14,33 persen pada September. Bersyukur, melalui langkah pengendalian inflasi yang baik, inflasi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau malah turun sejak Juli 2022, dari posisi 7,46 persen menjadi 5,53 persen di Agustus, dan sedikit turun 5,22 di September.

Selain itu, turunnya beberapa harga komoditas impor seperti gandum memberi kontribusi turunnya inflasi makanan. Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Ukraina dan Rusia awal Juli lalu yang menyepakati produk gandum kedua negara masuk ke pasar internasional berkontribusi besar bagi stabilisasi harga gandum, demikian pula kedelai sejak Juli harganya relatif stabil.

Dibandingkan dengan negara-negara sekawasan, inflasi kita lebih rendah di level 5,95 persen, Singapura 7,5 persen, Filipina 6,9 persen, Thailand 6,41 persen. Sementara kawasan negara maju, zona Eropa masih di level 9,9 persen, Amerika Serikat 8,2 persen.

Saya perkirakan inflasi kita akhir tahun ini menyentuh 6,3-6,6 persen.

Pintu lain yang harus kita waspadai adalah depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sesungguhnya, bukan hanya rupiah yang mengalami depresiasi.

Sejumlah negara mitra dagang kita mengalami hal serupa. Yen Jepang, dolar Singapura, ringgit Malaysia, won Korsel, bahkan dengan yuan Tiongkok sejak Maret 2022 cenderung terdepresiasi terhadap dolar AS.

Kebijakan agresif The Fed yang terus menempuh suku bunga tinggi (hawkish) berpotensi terus menekan rupiah. Dampaknya, beban pembayaran utang pemerintah dan swasta yang berdenominasi dolar AS akan naik.

Kewajiban itu berpotensi mengoreksi kinerja perusahaan, termasuk pembelian barang dan jasa impor yang menggunakan dolar AS. Sebagai penggantinya, swasta akan menaikkan harga barang dan jasa.

Di dalam negeri kita juga harus mewaspadai meluasnya bencana hidrometerologi, seperti banjir dan tanah longsor. Curah hujan yang tinggi, dan area tangkapan air yang kian degradatif bisa memicu gagal panen meluas, dan mengoreksi ketersediaan stok pangan nasional.

Mitigasi

Kunci kekuatan ekonomi kita bertumpu pada terjaganya daya beli rumah tagga, peningkatan investasi, dan ekspor. Bila ketiganya berkinerja baik, otomatis akan menggerakan berbagai lapangan usaha.

Sejak kuartal III 2021 sampai kuartal II 2022, konsumsi rumah tangga dan ekspor menunjukkan tren pertumbuhan, sedangkan investasi sedikit mengalami pelambatan, meskipun tetap menunjukkan pertumbuhan.

Semester I tahun 2022, ekonomi kita tumbuh 5,22 persen (yoy). Sebanyak 2,63 persen ditopang dari konsumsi rumah tangga, ekspor 1,45 persen, dan investasi 1,13 persen.

Untuk menjaga daya beli rumah tangga, terutama pada rumah tangga miskin, pasca-kenaikan harga BBM, pemerintah menambahkan anggaran program perlindungan sosial (perlinsos) sebesar Rp 18 triliun, sehingga total anggaran perlinsos tahun 2022 mencapai Rp 431,5 triliun.

Terbukti sebagai salah satu pilar pemulihan ekonomi semasa pandemi, program perlinsos mampu menurunkan tingkat kemiskinan. Pandemi Covid-19 melonjakkan angka kemiskian pada akhir 2020 menjadi 27,55 juta. Melalui intervensi program yang tepat pada Maret 2022 angka kemiskinan turun menjadi 26,16 juta penduduk, atau turun 1,39 juta penduduk.

Pada kelompok kelas menengah atas, penting bagi pemerintah untuk mengendalikan inflasi terhadap barang barang konsumsi, agar tumpuan mereka sebagai kekuatan konsumer terjaga dengan baik.

Langkah pemerintah melakukan perluasan lahan untuk sorgum dan porang pengganti gandum, dan menargetkan percepatan swasembada jagung dan kedelai patut kita apresiasi. Terhadap ketiga komoditas di atas, nilai impor kita sangat besar.

Sepanjang Januari-Mei 2022, nilai impor gandum kita mencapai 1,65 miliar dolar. Pada tahun lalu kita impor kedelai mencapai 1,48 miliar dolar dan jagung mencapai 297,3 juta dolar.

Upaya pemerintah merevitalisasi BUMN Gula secara perlahan kita harapkan mengurangi impor gula senilai 2,38 miliar dolar pada tahun lalu. Termasuk berbagai program strategis lainnya untuk mengurangi impor daging, dan bawang putih.

Pemerintah juga harus mengambil langkah cepat untuk migrasi energi. Ketergantungan besar terhadap minyak dan gas bumi menjadi malapetaka tiap terjadi volatilitas harga minyak dan gas bumi.

Saya perkirakan kinerja ekspor pada kuartal III dan IV 2022 akan tetap membaik. Permintaan terhadap batu bara akan tinggi, terlebih sejumlah negara sub tropis telah memasuki musim dingin.

Sejak Januari – Oktober 2022 harga batu bara cenderung tinggi. Posisi ini menguntungkan penerimaan negara, sekaligus mempertebal devisa.

Program hilirisasi yang getol dijalankan pemerintah di beberapa sektor membuahkan hasil. Hilirisasi nikel dianggap paling sukses, selain mendorong efek menyebar, seperti bangkitan industri otomotif, hingga penerimaan ekspor hilirisasi nikel yang mencapai 30 miliar dolar.

Kita harapkan program hilirisasi meluas, di sektor pertambangan lainnya, termasuk komoditas pangan seperti sektor perikanan dan perkebunan.

Bila program hilirisasi berhasil menyasar banyak sektor, otomatis akan meningkatkan porsi investasi, sekaligus pembukaan lapangan kerja baru.

Program hilirisasi sebaiknya dikawal sebagai program prioritas, sebab melalui program inilah kita dapat menyajikan menu investasi yang sangat menarik di tengah perilaku konservatif para investor yang cenderung menempatkan modalnya ke asset haven.

Untuk meredam tekanan dolar AS terhadap rupiah, Bank Indonesia (BI) telah merespon dengan cepat. BI tetap menjaga rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Valuta Asing Bank Umum Konvensional, dari semula 8 persen menjadi 4 persen.

Penurunan rasio GWM Valas tersebut akan meningkatkan likuiditas valas di perbankan sekitar 3,2 miliar dolar AS dan sekaligus mengurangi tekanan di pasar valas.

BI juga memperluas jenis underlying transaksi bagi investor asing sehingga dapat memberikan alternatif dalam rangka lindung nilai atas kepemilikan rupiah, termasuk mengoptimalkan strategi intervensi di pasar DNDF (Domestic Non Deliverable Forward), pasar spot, dan pasar SBN (Surat Berharga Negara) guna meminimalkan risiko peningkatan volatilitas nilai tukar rupiah.

Kita patut optimis, kita memiliki potensi dan kekuatan, sekaligus bisa mengalkulasikan resiko. Butuh modal sosial untuk bersatu, bergotong royong.

Atas dasar itu, kita yakin tahun 2022 ini ekonomi kita bisa tumbuh pada kisaran 5,4-5,6 persen (yoy), sejalan dengan ramalan IMF Juli 2022, PDB Indonesia akan tumbuh di level 5,3 persen. Tidak jauh berbeda, Bank Dunia memperkirakan PDB Indonesia akan tumbuh 5,1 persen.

https://money.kompas.com/read/2022/10/22/070000026/prospek-ekonomi-kita-di-penghujung-2022

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke