Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perppu Cipta Kerja dan Jebakan Produktivitas Semu

Pemerintah berdalih, penerbitan Perppu untuk mengantisipasi ancaman-ancaman risiko ketidakpastian untuk memberikan kepastian hukum, kekosongan hukum, serta menjaga gairah para investor untuk tetap berinvestasi di Indonesia.

Berbagai ancaman tersebut dianggap sebagai alasan kegentingan Perppu Cipta Kerja.

Sayangnya, istilah “genting” merupakan hak subjektif Presiden, sehingga tak ada celah untuk memperdebatkannya secara objektif.

Namun, biasanya Perppu tidak dipakai dalam situasi normal. Perppu hanya bisa dikeluarkan dalam artian harus memenuhi ihwal kegentingan memaksa.

Tolok ukurnya adalah kegentingan yang terjadi di dalam negeri. Sedangkan, untuk alasan terdampak dari eksternal, seperti perang Rusia-Ukraina yang jadi salah satu dalih terbitnya Perppu Ciptaker, tidak termasuk dalam kegentingan memaksa yang dikonstruksikan oleh UUD 1945.

Jika melihat berbagai indikator makro, saat ini Indonesia tidak dalam kondisi genting yang membutuhkan penanganan khusus melalui penerbitan Perppu.

Dalam berbagai laporan dan outlook ekonomi, Indonesia masih menjadi tujuan utama untuk para investor melakukan investasi, baik investor dalam negeri maupun internasional.

Selain itu, kondisi perekonomian Indonesia menunjukkan tanda-tanda yang relatif baik secara umum.

Pertama, inflasi dua bulan terakhir mampu dikendalikan oleh Pemerintah, sehingga inflasi selama tahun 2022 stabil 5,51 persen secara tahunan (year on year/yoy), meski angka tersebut masih di atas target Bank Indonesia.

Selain itu, tren inflasi sudah mulai melandai, bahkan banyak negara yang mulai memasuki masa transisi dari inflasi menuju disinflasi.

Kedua, kinerja neraca perdagangan Indonesia juga masih sangat baik dengan dukungan sektor komoditas. Pada bulan November, neraca Perdagangan mencatatkan angka 5,16 miliar dollar AS atau melanjutkan rekor surplus sepanjang 31 bulan terakhir.

Ketiga, aliran modal asing kembali masuk ke dalam pasar obligasi Indonesia seiring dengan concern investor Global yang mulai berubah dari tingkat inflasi ke tingkat pertumbuhan ekonomi Global, terutama di AS.

Namun demikian, total capital inflow masih lebih kecil dibanding outflow sepanjang 2022. Bank Indonesia mencatat total inflow sebesar Rp 73,27 triliun year-to-date, lebih rendah dari outflow yang mencapai Rp 140,6 triliun.

Wajar saja, sebab sepanjang 2022, The Fed telah menaikkan suku bunga acuan 425 basis poin atau 4,25 persen jadi 4,25 persen - 4,5 persen dan merupakan yang paling agresif dalam 41 tahun terakhir.

Untuk mengimbanginya, Bank Indonesia (BI) merespons dengan kenaikan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebanyak 200 basis poin atau 2 persen sepanjang 2022 ini, dari sebelumnya 3,5 persen jadi 5,5 persen pada Desember 2022.

Kondisi tersebut tentu akan berdampak pada perlambatan ekonomi tahun 2023. OECD memperkiran pertumbuhan ekonomi global akan menurun ke 2,2 persen, setelah sebelumnya IMF memperkirakan 2,7 persen.

Ketidakpastian tersebut menjadi ancaman nyata bagi perkembangan ekonomi Indonesia yang akan memengaruhi kinerja ekspor, investasi dan bisnis nasional. Oleh karenanya pemerintah nekat menerbitkan Perppu.

Perlu dicatat bahwa ancaman yang dikhawatirkan pemerintah masih sebatas asumsi. Pemerintah terkesan inkonsisten dalam menerjemahkan kondisi perekonomian kita.

Di berbagai seminar outlook perekonomian 2023, hampir semua institusi justru menaruh optimisme pada progres pemulihan ekonomi kita. Tak tampak tanda-tanda bahaya yang perlu ditakutkan secara berlebihan.

Lantas, mengapa tiba-tiba pemerintah menerbitkan Perppu yang notabene dikeluarkan hanya saat genting saja? Maka, timbul pertanyaan, genting untuk siapa? Sudahkan Perppu melewati kajian yang matang?

Meski kita tahu, penerbitan Perppu diperpolehkan tanpa kajian dan naksah akademik. Namun, bukan berarti pemerintah lantas memvonis kegentingan tanpa riset yang matang.

Tentu sebenarnya masih banyak langkah antisipatif lainnya tanpa harus buru-buru menerbitkan peraturan baru. Dikhawatirkan, aturan baru justru akan kontraproduktif dan menimbulkan masalah-masalah baru di ekspektasi.

Salah satu pasal substantif yang menarik dikaji terkait cuti. Saya mencoba memahami dan menerjemahkan pernyataan salah satu pejabat Kementerian Kemenakertrans yang menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan yang mencolok dengan aturan sebelumnya.

Jika memang tidak ada yang mencolok, mengapa harus diubah dengan memanfaatkan subjektivitas kegentingan?

Dalam Perppu tersebut menyebutkan, jika dalam sepekan ada 7 hari, dan pihak perusahaan menetapkan waktu kerja 6 hari bagi karyawannya, maka waktu libur atau istirahatnya adalah 1 hari.

Jika waktu kerjanya ditetapkan 5 hari, maka waktu liburnya otomatis tetap menjadi 2 hari. Begitu pula bila waktu kerja yang diberlakukan 5 hari, maka waktu libur atau istirahatnya 2 hari.

Begitu seterusnya, kalau terhadap pekerja diberlakukan hanya 4 hari kerja, maka tentunya waktu istirahatnya menjadi 3 hari.

Permasalahannya adalah durasi kerja di Indonesia masih didominasi 6 atau 5 hari dalam sepekan. Masih jarang ditemukan yang waktu kerja berdurasi 4 hari atau kurang dari dalam sepekan.

Terlepas apapun alasan di balik penerbitan Perppu, yang perlu digaris bawahi adalah pengurangan hak istirahat dan cuti akan menciptakan produktivitas semu, seperti presenteeism.

Presenteeism merupakan hilangnya produktivitas yang terjadi ketika pekerja tidak berfungsi penuh di tempat kerja karena sakit, cedera, atau kondisi lainnya.

Meskipun karyawan tersebut mungkin secara fisik sedang bekerja, mereka mungkin tidak dapat sepenuhnya melakukan tugasnya dan lebih cenderung membuat kesalahan dalam pekerjaan.

Meskipun efeknya tidak seperti absenteeism (ketidakhadiran), biaya pemulihan presenteeism diperkirakan jauh lebih besar secara riil karena pekerja yang menderita kondisi jangka panjang melihat penurunan produktivitas yang terus-menerus. Bukankah ini merupakan beban besar biaya kesehatan ke depan?

Sederhananya, presenteeism pada akhirnya akan menyebakan kesenjangan produktivitas antara pekerja yang bekerja sepanjang hari dibandingkan dengan saat karyawan tersebut sehat dan bahagia.

Selain itu, pekerja yang berkerja dalam kondisi stres lebih cenderung melakukan kesalahan yang dapat merugikan perusahaan lebih banyak dibanding pekerja yang sama hanya absen.

Masih banyak efek laten lainnya jika ruang kemanusiaan pekerja dipersempit. Jika hal ini terjadi, bukan tidak mungkin investasi yang diharapkan meningkat justru dikhawatirkan stagnan atau bahkan turun drastis disebabkan oleh Perppu yang minim kajian tersebut.

Seharusnya pemerintah belajar dari kegagalan perekonomian “trickle down effect”, di mana pemilik modal terlalu dimanja dan dipercaya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelas bawah.

Padahal, kebijakan yang terlalu berpihak pada pemilik modal (investor) tanpa mempertimbangkan masyarakat yang termarjinalkan akan meningkatkan akumulasi beban ekonomi dalam jangka panjang.

https://money.kompas.com/read/2023/01/04/101018626/perppu-cipta-kerja-dan-jebakan-produktivitas-semu

Terkini Lainnya

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke