Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Airport and Beyond": Aerotropolis dan Al

Pertanyaan itu antara lain ditujukan kepada saya, yang menjadi salah satu nara sumber untuk mengupas buku yang ditulis oleh Direktur Utama Angkasa Pura II Dr. Muhammad Awaluddin dan Direktur Utama Angkasa Pura Sarana Digital Dr. Ferdian Agustiana.

Buku ini, selain mengulas konsep dan ekosistem bandara masa depan, juga mengupas perjalanan korporasi Angkasa Pura II (AP II) dalam menghadapi badai pandemi Covid 19, yang tak banyak diketahui publik.

"Drive to Survive", demikian salah satu sub judul buku ini, yang bercerita tentang pandemi Covid-19 yang berdampak sangat nyata dan signifikan, terhadap industri penerbangan nasional maupun global.

Pandemi adalah tantangan paling berat sepanjang sejarah industri penerbangan dunia, melebihi berbagai peristiwa dan krisis apapun sebelumnya di zaman modern ini.

Fakta menunjukkan, penumpang pesawat pada 2020 dan 2021, mengalami penurunan hingga hanya sekitar 40 persen dibanding realisasi 2019, saat sebelum pandemi.

Meskipun kondisi membaik pada 2022, di mana jumlah penumpang pada tahun itu mencapai sekitar 70 persen dibanding 2019, tetapi pandemi menyisakan dampak bisnis aviasi yang curam.

Sebagai entitas bisnis yang mengelola bandara, AP II mengambil langah sinergi kolaboratif dengan seluruh pihak pada periode pemulihan 2022.

Strategi pemanfaatan aset melalui Asset Optimization Program (brown field asset), Asset Acceleration Program (asset under construction), dan Asset Utilization Program (green field asset) berhasil dengan baik.

Pada 2022, neraca bergerak positif, di mana pendapatan dari konsesi naik 28 persen dibandingkan 2021, bisnis hotel naik 71 persen, dan bisnis lounge melonjak 224 persen.

Peningkatan pendapatan dari pemanfaatan aset ini, berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan bisnis non-aeronautika.

Pada 2022, pendapatan bisnis non-aeronautika AP II tercatat Rp 4,26 triliun. Atau lebih besar dibandingkan dengan bisnis aeronautika Rp 4,14 triliun.

Keberhasilan pengembangan bisnis non-aeronautika juga dilakukan operator bandara kelas dunia. Strategi ini membuat AP II sanggup mengatasi dampak pandemi.

Langkah ini sejalan dengan pemikiran Mark Flanigan dalam presentasinya di FAA, yang menyatakan bisnis Smart Airport juga identik dengan penggunaan aset, infrastruktur, sumber daya dan investasi secara optimal, untuk memuaskan pelanggan dan pemegang saham.

AP II terbukti bisa membukukan pendapatan pada 2022 sebesar Rp 8,41 triliun, atau meningkat signifikan 54,55 persen dibandingkan 2021, yang sebesar Rp 5,44 triliun. Tumbuhnya pendapatan ini, mendorong kinerja positif sepanjang 2022.

AP II berhasil membalikkan keadaan dengan mencetak laba usaha Rp 934,11 miliar, padahal periode sebelumnya negatif Rp 2,52 triliun.

Pencapaian ini kemudian membawa AP II berhasil mencetak laba bersih Rp 91,90 miliar dari sebelumnya negatif Rp 3,79 triliun. AP II kini telah berhasil lepas dari hasil negatif dengan membukukan keuntungan pada 2022.

AI dan bandara

Bandara bervisi masa depan adalah bandara yang lekat dengan teknologi digital, termasuk pemanfaatan Artificial Intelligence (AI).

Kalibrasi AI dengan sistem manajemen, dan ekosistem bandara, dapat sangat membantu operasional, sekaligus pengembangan bandara dan pengalaman pengunjungnya.

Dilansir dari International Airport Review dalam publikasinya berjudul "How AI and data analytics are transforming aviation" (23/8/2021), bahwa teknologi secara drastis, bisa mengubah cara bisnis terhubung dengan pelanggan mereka. Dunia penerbangan juga merupakan bagian dari perubahan tersebut.

Teknologi dapat mengubah model layanan, dari mulai pembelian tiket, pemilihan kursi, bagasi, naik pesawat, dan transportasi darat. Hal ini memungkinkan langkah-langkah efisiensi operasional, dan pengalaman pelanggan yang lebih baik.

Studi McKinsey menyatakan, industri travel global dapat memperoleh lebih dari 400 miliar dollar AS per tahun, akibat efisiensi melalui penerapan AI. AI dalam chatbots, misalnya, dapat merampingkan tugas layanan pelanggan.

Berikut ini adalah beberapa contoh implementasi AI dan teknologi digital di bBandara.

Pertama, computer vision, suatu teknik menggunakan kamera dan algoritma pembelajaran mesin, dapat dimanfaatkan untuk memantau aktivitas layanan darat yang kompleks.

Mendeteksi masalah keselamatan secara real-time, atau alarm suara, saat layanan memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan.

London Gatwick, salah satu bandara besar pertama yang menggunakan teknologi ini untuk meningkatkan waktu penyelesaian proses dan memberikan kondisi keselamatan yang lebih baik bagi kru darat.

Teknologi computer vision dan AI juga berfungsi mengenali bagasi dengan tingkat baca 99,4 persen ke atas. Sistem pemindai ini bisa mencakup pemeriksaan bagasi dan penumpang, mendeteksi benda-benda terlarang, atau perilaku mencurigakan.

Kedua, AI dapat dimanfaatkan untuk melakukan prediksi waktu tunggu dan membantu manajemen bandara dalam merespons situasi lalu lintas yang padat.

Melalui sistem computer vision, AI dapat digunakan untuk menganalisis, melakukan identifikasi, dan monitoring antrean di berbagai area bandara. Baik area keberangkatan, pemeriksaan keamanan, karantina, dan layanan lainnya.

Ketiga, AI dapat dimanfaatkan untuk deteksi wajah dan identifikasi individu secara otomatis di berbagai titik bandara. Pemeriksaan imigrasi, check-in penumpang, dan pemeriksaan keamanan adalah contohnya.

Untuk penggunaan AI dalam sistem ini, perlu jaminan akurasi dan akuntabilitas yang baik. Sesuai UU tentang AI Uni Eropa, yang saat ini dalam tahap finalisasi, hal ini termasuk penggunaan AI risiko tinggi, yang perlu asesmen otoritas regulator sebelum digunakan agar tidak melanggar privasi dan HAM.

Keempat, AI dapat membantu prediksi gangguan lalu lintas udara. Misalnya, cuaca buruk atau masalah teknis pesawat.

Memberikan rekomendasi penjadwalan alternatif dan membantu maskapai dan bandara untuk merencanakan dan mengoptimalkan jadwal penerbangan.

Kelima, AI dapat digunakan untuk mengelola lalu lintas di bandara dengan memprediksi volume lalu lintas. Sistem ini dapat membantu menghindari kemacetan di area pemberangkatan atau kedatangan.

Terakhir, AI dapat membantu tata kelola toko-toko dan outlet di bandara dalam prediksi permintaan produk tertentu dan menyesuaikan persediaan untuk memaksimalkan penjualan.

Kembali kepada berbagai gagasan dalam buku "Airport and Beyond", buku ini dapat dikatakan bukan “bacaan” biasa. Namun, referensi penting dalam pengambilan kebijakan di bidang pengelolaan bandara dan pengembangan aerotropolis.

Konsep yang ditawarkan juga penting untuk pengembangan infrastruktur bandara yang berkelanjutan, adaptif terhadap transformasi digital, industri masa depan, dan Industri 5.0.

Visi bandara masa depan memang tidak terlepas dari upaya melakukan kalibrasi faktor teknologi, keamanan, efisiensi operasional, manajemen lalu lintas udara, pengalaman penumpang, berbagai upaya mewujudkan smart connected airport, dan aspek humaniora.

Pendekatan humaniora penting untuk menghindarkan situasi di mana penumpang merasa terintimidasi oleh ekosistem bandara.

Bandara tidak lagi sekadar tempat keberangkatan dan kedatangan penerbangan, tetapi menjadi bagian dari tempat rekreasi itu sendiri, tempat belanja, tempat kuliner dan area publik yang menyenangkan.

Aerotropolis

Pertanyaan yang selalu ada pada setiap orang ketika baru mendarat di bandara adalah, “berapa jauh dan berapa lama ke hotel atau lokasi tujuan”?

Pertanyaan standar ini menunjukan pada dasarnya setiap orang tidak ingin menempuh jarak terlalu jauh dari bandara ke hotel, atau lokasi tujuan. Buku ini juga menawarkan konsep aerotropolis.

Pada prinsipnya, bandara bisa menjadi sentra untuk pengembangan bisnis, komersial, dan industri serta melahirkan sub-kawasan metropolitan baru, yang berfokus pada transportasi lintas kota, dan lintas negara.

Pada abad ke-21, bandara berevolusi menjadi motor bisnis dan pembangunan perkotaan, dalam bentuk konsep aerotropolis.

Aerotropolis adalah sub-kawasan metropolitan, di mana tata ruang, infrastruktur, dan ekonomi berpusat di bandara, yang berfungsi sebagai inti komersial.

Instrumen inti aerotropolis adalah bandara dan rute udaranya, yang menawarkan konektivitas bagi perusahaan ke pemasok, pelanggan, dan mitra perusahaan mereka yang berada jauh di seluruh tanah air, bahkan dunia.

Aerotropolis diproyeksikan menjadi destinasi baru bagi para wisatawan. Berbeda dengan kota "sekitar bandara" selama ini yang lahir secara natural, konsep aerotropolis harus didukung oleh infrastruktur yang baik.

Jika ini diabaikan, maka akan menimbulkan problem baru seperti kemacetan dan ketidaktertataan.

Konsep aerotropolis yang sukses antara lain adalah Schipol International Airport di Amsterdam, Incheon Internasional Airport di Korea Selatan, Bandara Changi di Singapura, dll.

Buku ini juga mengupas konteks Aerotropolis di IKN, yang menunjuk Bandara SAMS Sepinggan (BPN) sebagai bandara pengumpul primer, dan Bandara APT Pranoto (AAP) Samarinda, sebagai bandara pengumpul sekunder.

Konsep aerotropolis IKN, jika diwujudkan akan mendukung pengembangan IKN secara terintegrasi dengan ekosistem bisnis di sekitarnya dan konektivitas global.

Keberadaan aerotropolis yang berada pada rentang 15 km-30 km dari titik pusat bandara, akan secara sistemik mendorong percepatan pertumbuhan IKN sebagai ibu kota negara baru.

https://money.kompas.com/read/2023/07/19/093152626/airport-and-beyond-aerotropolis-dan-al

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke