Bhima mengatakan pihaknya belum mengetahui secara detail aturan yang akan diberlakukan pemerintah terkait larangan penjualan barang-barang impor tersebut.
Meski demikian, ia mengatakan asosiasi mendukung upaya pemerintah dalam memperkuat ekosistem produk lokal di marketplace.
"Kita selama ini terus memberikan masukan kepada pemerintah, dan kita juga dilibatkan dalam peraturan ini. Kita selalu dari asosiasi e-commerce kita selalu mendukung apa pun yang dilakukan pemerintah untuk penguatan ekosistem produk lokal," kata Bhima saat dihubungi Kompas.com, Jumat (28/7/2023).
Bhima mengatakan pihaknya juga akan melihat dampak yang muncul dari aturan baru tersebut.
Ia mengatakan, para pemain e-commerce akan memiliki aturan baru jika pemerintah secara resmi menetapkan aturan terkait larangan penjualan barang impor tersebut.
Lebih lanjut, Bhima mengatakan, marketplace merupakan sarana menjual produk. Karenanya, ia menekankan, para penjual juga perlu memerhatikan jenis barang impor yang nantinya tak boleh dijual di marketplace.
"Harus dilihat produknya sudah ada di Indonesia atau belum. Kalau sudah ada di Indonesia berarti sebenarnya platform itu hanya sebagai sarana (untuk penjualan)," ucap dia.
Sebelumnya, Pemerintah berencana akan melarang produk impor yang dijual di e-commerce dan social commerce di bawah 100 dollar AS atau setara Rp 1,5 juta.
Nantinya aturan tersebut tertuang dalam revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik sebentar lagi akan rampung.
"Yang pasti kan kita ingin lihat bahwa banyak barang yang sekarang beredar di e-commerce itu UMKM bisa produksi," ujar Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Kemenkop-UKM Fiki Satari di Jakarta, Rabu (26/7/2023).
"Enggak boleh (di bawah 100 dollar AS), Jadi harus 100 dollar ke atas itu yang baru bisa masuk itu yang kemarin kita sepakati dengan Kemendag," sambung Fiki.
Poin selanjutnya yang akan direvisi dalam aturan tersebut adalah terkait hybrid marketplace dan retail online yang tak boleh dilakukan, kecuali mengagregasi produk lokal yang dibuktikan dengan Nomor Induk Berusaha (NIB).
"Yang kami lihat, di TikTok seller-nya memang UMKM Indonesia, namun produk yang di perjual-belikan belum tentu produk lokal, bisa jadi produk impor yang sudah masuk ke Indonesia,” katanya.
Fiki mengatakan, revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik sebentar lagi akan rampung.
Sebab saat ini revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020 tersebut masih akan diharmonisasikan di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sebelum akhirnya resmi untuk diterapkan.
"Revisi Permendag saja bisa setahun dari tahun lalu. Tapi mudah-mudahan ini benar akan segera diundangkan. Ini yang kita tunggu juga yang disampaikan oleh pihak Kemendag ke Kemenkumham untuk diharmonisasikan," ujarnya usai melakukan pertemuan dengan TikTok di Jakarta, Rabu (26/7/2023).
https://money.kompas.com/read/2023/07/28/160248926/asosiasi-e-commerce-dukung-pembatasan-penjualan-barang-impor-secara-daring