KOMPAS.com - Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo buka-bukaan soal proyek LRT Jabodebek yang menurutnya terdapat beberapa kesalahan teknis sejak awal.
Salah satu yang paling ia soroti adalah perbedaan spesifikasi pada setiap rangkaian kereta ringan yang berjumlah 31 unit trainset.
Ia bilang, akibat perbedaan spesifikasi pada trainset ini membuat membuat sistem perangkat lunak (software) harus diperbaiki. Imbasnya, biaya yang dikeluarkan menjadi lebih tinggi.
Tiko, sapaan akrabnya, menyebut kesalahan kordinasi antara pihak yang menggarap proyek sering kali terjadi di Indonesia. Oleh sebab itu, ini menjadi tantangan yang harus diperbaiki ke depannya.
"Karena pra-sarananya waktu dibangun tidak ngobrol dengan spek sarananya. Di Indonesia banyak terjadi begini. Tapi ya itulah, bagian dari belajar, ini harus kita beresin satu-satu," kata Tiko dikutip pada Rabu (2/8/2023).
Sebagai informasi saja, pengerjaan fisik dan prasarana LRT Jabodebek melibatkan empat kontraktor utama yang terdiri dari 3 BUMN dan 1 perusahaan asing.
Keempat perusahaan tersebut antara lain PT Adhi Karya (Persero) Tbk sebagai kontraktor pembangunan lintasan rel, stasiun, serta sarana pendukungnya, lalu PT Inka (Persero) sebagai produsen trainset kereta ringan.
Sementara untuk perancang software development digarap oleh perusahaan asal Jerman Siemens. Terakhir untuk infrastruktur persinyalan dikerjakan oleh PT Len Industri (Persero).
Namun dari banyaknya komponen yang terlibat dalam proyek, sambung Tiko, tidak ada integrator atau penghubung antar-keempat pihak tersebut. Alhasil, setiap komponen bekerja masing-masing tanpa sistem integrator.
"Di semua proyek besar itu ada sistem integrator, tapi ini enggak ada. Jadi semua komponen proyek itu berjalan liar tanpa ada integrator di tengah," ucap dia.
Jembatan salah desain
Masalah lain yang timbul dalam proyek tersebut, adalah soal jembatan bentang lengkung atau longspan yang dibangun di Kuningan. Versi Kementerian BUMN, bentuk longspan ini belakangan disebut-sebut salah desain.
Longspan tersebut merupakan lintasan bagi LRT yang datang dari arah Timur atau sepanjang Jalan Gatot Subroto yang menuju ke arah Jalan Rasuna Said, atau sebaliknya.
"Kalau lihat longspan dari Gatot Subroto ke Kuningan kan ada jembatan besar, itu sebenarnya salah desain," beber Tiko.
Ia mengaku tak habis pikir dengan kontraktor yang membangun lintasan tersebut, PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Ini karena BUMN karya tersebut tidak melakukan semacam simulasi terkait tingkat kemiringan dan kecepatan LRT saat proses perencanaan.
Pembangunan lengkungan LRT tersebut memang banyak diapresiasi karena dibangunan dengan presisi yang sangat tinggi. Meski demikian, aspek fungsionalnya justru seolah terlupakan.
Dampaknya, LRT yang menuju ke Kuningan atau sebaliknya dari arah Jalan Gatot Subroto, harus melaju sangat pelan. Apabila kecepatan LRT tidak melambat sebelum longspan, maka berpotensi meningkatkan kecelakaan.
"Karena dulu Adhi sudah bangun jembatannya, tapi dia enggak ngetes sudut kemiringan keretanya," ungkap Tiko.
"Jadi sekarang kalau belok harus pelan sekali, karena harusnya itu lebih lebar tikungannya. Kalau tikungannya lebih lebar, dia bisa belok sambil speed up," kata Tiko lagi.
Dampak dari kesalahan teknis saat proses konstruksi ini tentu bisa merembet pada beberapa aspek. Misalnya saja pengaturan jadwal kereta LRT nantinya saat dioperasikan karena harus menyesuaikan dengan kecepatan trainset.
Ibarat nasi sudah jadi bubur, kecepatan kereta LRT yang harus melambat jadi konsekuensi yang harus diterima. Padahal hal ini seharusnya tidak perlu terjadi apabila sebelumnya sudah diperhitungkan.
"Tapi karena tikungannya sekarang sudah terlanjur dibikin sempit, mau enggak mau keretanya harus jalan hanya 20 km per jam, pelan banget," papar Tiko.
Penjelasan Inka
Senior Manager Humas dan Perwakilan PT Inka Agung Dwi Cahyono menegaskan, pihaknya telah membuat kereta LRT Jabodebek sesuai dengan spesifikasi teknis dari operator LRT Jabodebek yakni PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.
"INKA selaku produsen LRT Jabodebek adalah produk yang kami serahkan ke PT KAI telah sesuai dengan spesifikasi teknis yang diterbitkan oleh PT KAI," ujar Agung saat dikonfirmasi Kompas.com.
Namun dia enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai spesifikasi sistem LRT Jabodebek yang dikomplain oleh Siemens.
Sebelumnya, LRT Jabodebek ditargetkan beroperasi penuh pada 18 Agustus 2023. Namun hingga kini LRT Jabodebek masih belum melanjutkan uji coba operasional terbatas sejak dihentikan sementara oleh Kementerian Perhubungan sejak 17 Juli kemarin.
Penghentian uji coba operasional terbatas ini dilakukan lantaran operator perlu melakukan pembaruan sistem Automatic Train Supervisory (ATS).
Pasalnya, masih ada ketidaksesuaian antara kereta dengan stasiun pada masa trial run ini seperti pintu kereta dan pintu di stasiun yang belum presisi sehingga uji coba operasional terbatas masih perlu ditunda pelaksanaannya.
"Hingga hari ini Selasa 25 Juli 2023, penundaan pelaksanaan uji coba operasional terbatas dengan undangan ini masih berlanjut," ujar Manager Publik Relation Divisi LRT Jabodebek Kuswardojo dalam keterangan tertulis beberapa waktu lalu.
Kendati demikian, Kuswardojo menjamin semua masyarakat yang sudah mendaftarkan diri untuk mengikuti uji coba operasional terbatas akan tetap dapat mengikuti kegiatan tersebut.
(Penulis: Yohanna Artha Uly, Isna Rifka | Editor: Akhdi Martin Pertama, Erlangga Djumena)
https://money.kompas.com/read/2023/08/02/190220926/wamen-bumn-buka-bukaan-amburadulnya-koordinasi-para-kontraktor-lrt