Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

RAPBN 2024: Anggaran Transisi yang Rawan

Pemerintah mengusulkan RAPBN 2024 sebesar Rp 3.304,1 triliun. Usulan anggaran yang diajukan ke DPR itu meningkat sekitar 6 persen dari APBN perubahan 2023, yakni Rp 3.123,7 triliun.

RAPBN 2024 merupakan tahun terakhir masa jabatan Presiden Joko Widodo.

Masih belum jelas siapa yang menyusun RAPBN 2025 karena pemerintahan tahun depan akan dalam kondisi transisi dan pemerintah baru belum terbentuk.

RAPBN 2024 mengasumsikan pertumbuhan ekonomi 5,2 persen, sedikit di atas perkiraan resmi pertumbuhan tahun ini sebesar 5,1 persen. Inflasi diperkirakan sebesar 2,8 persen tahun depan, di bawah perkiraan tahun ini 3,1 persen.

Sasaran defisit anggaran 2024 adalah 2,29 persen dari PDB (produk domestik bruto) nominal, kurang lebih sama dengan outlook terbaru defisit tahun ini sebesar 2,28 persen.

Asumsi anggaran tampaknya cukup optimistis pada saat pertumbuhan global diperkirakan akan tetap lemah tahun depan. Di samping itu, inflasi global juga belum reda akibat geopolitik dan krisis pangan.

Presiden Jokowi meyakini bahwa RAPBN 2024 mampu menjawab gejolak ekonomi global, menjawab dinamika nasional, dan secara optimal mendukung prioritas pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

Hal tersebut ditekankan dalam pidato anggaran tahunannya di depan parlemen, sehari menjelang peringatan kemerdekaan Indonesia.

Sayangnya tidak ada kebijakan fiskal yang khusus untuk 2024. Bagaimana menghadapi gejolak ekonomi global yang masih berlanjut.

Hanya digambarkan pentingnya ketahanan pangan dan energi serta membangun industri pertahanan yang kompetitif, di tengah gangguan rantai pasokan global akibat fragmentasi geopolitik.

Pemerintah mengusulkan alokasi Rp 108,8 triliun untuk ketahanan pangan demi menjaga kestabilan harga, meningkatkan hasil pertanian, dan lebih jauh mengembangkan program food estate pemerintah yang sedang berjalan.

Infrastruktur dianggarkan Rp 422,7 triliun, termasuk untuk proyek andalan, namun penuh dengan kontroversi, yakni membangun ibu kota baru di Pulau Kalimantan.

Pemerintah sebelumnya menargetkan pemindahan beberapa kantor pemerintahan ke Nusantara pada 2024.

Belanja yang jumbo adalah bidang Pendidikan. Anggaran Pendidikan 2024 diusulkan sebesar Rp 660,8 triliun untuk kualitas siswa, mahasiswa dan insan Pendidikan yang unggul dan siap pakai.

Berikutnya, anggaran perlindungan sosial sebesar Rp 493,5 triliun untuk pengentasan kemiskinan, pelindungan, dan kesejahteraan rumah tangga.

Salah satu prioritas penting dalam anggaran tersebut dilakukan (untuk kesekian kalinya) perbaikan data dan targeting.

Program perlindungan sosial juga akan dilakukan melalui registrasi sosial ekonomi, penguatan program pemberdayaan, serta penguatan perlindungan sosial keluarga dan masyarakat.

Sayangnya tidak ada kebijakan pengalihan subsidi BBM dan listrik ke perlindungan sosial seperti 2021. Jika ini dilakukan, tidak hanya akan mengalihkan subsidi yang tepat, tetapi juga memperbaiki distribusi pendapatan dan menghemat BBM.

Risiko penerimaan Negara

Rancangan anggaran itu menargetkan penerimaan negara naik 5,5 persen menjadi Rp 2.781,3 triliun dari tahun ini Rp 2.637,2 triliun.

Penerimaan pajak ditargetkan menjadi Rp 2.307,9 atau meningkat kitar 8 persen dibandingkan rencana 2023.

Sayangnya rasio pajak tidak bergerak dari angka sekitar 9-10 persen dari PDB. Rasio pajak tergolong rendah dari sisi historis dan perbandingan antarnegera.

Perhitungan penerimaan negara itu juga berdasarkan asumsi pertumbuhan PDB nominal sekitar 8-9 persen, nilai tukar rupiah rata-rata sekitar Rp 15.000 per dollar AS dan lifting minyak Indonesia sebesar 625.000 barel per hari dan migas setara 1,03 juta barel minyak per hari.

Dari sisi makro, kecenderungan inflasi global masih terus menghantui. "Pemerintah harus memitigasi risiko inflasi pangan agar ekspektasi inflasi dapat terjangkar," peringatan dari para pengamat dengan alasan musim kemarau yang parah akibat pola cuaca El Niño dapat menekan harga pangan.

Risiko inflasi harus disikapi dengan bijaksana, tidak hanya mengandalkan kebijakan moneter ketat. Pengetatan moneter oleh banyak bank sentral di dunia dapat membawa risiko penurunan prospek PDB pemerintah.

Defisit RAPBN dibiayai dari pembiayaan utang, baik utang baru maupun refinancing utang yang jatuh tempo.

Rasio utang per PDB menurun, namun belum kembali ke masa sebelum pandemi. Beban pembayaran pokok utang (SBN, SBSN dan Utang Luar Negeri) tetap membebani APBN.

Meskipun demikian, Pemerintah menargetkan rasio utang pada 2024 di kisaran dibawah 40 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka rasio ini dinilai masih cukup aman mengingat batas maksimal rasio utang adalah 60 persen.

https://money.kompas.com/read/2023/08/21/070000426/rapbn-2024--anggaran-transisi-yang-rawan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke