Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menimbang Visi Misi Koperasi Anies, Ganjar, dan Prabowo

Dalam visi-misi mereka, koperasi tak luput dari perhatian. Hanya saja bobot, kebijakan, program dan penekanannya berbeda-beda.

Koperasi relevan diperhatikan sebab anggotanya capai 29,44 juta orang. Mereka tersebar pada 130.354 koperasi aktif di berbagai kota/kabupaten.

Secara nasional total asetnya capai Rp 281,57 triliun (Kemenkop UKM, 2022). Sebagai pembanding, aset itu 40 kali lebih besar daripada seluruh perusahaan pinjaman online yang sering disorot masyarakat.

Selain fakta sosiologis itu, amanat konstitusi Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945 tak bisa dilepaskan, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan”.

Prof. Dr. Maria Farida (2019), mantan Hakim Konstitusi, berpandangan bahwa penjelasan pasal itu, “…..Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi”, tetap berlaku.

Katanya sejauh pasal dan/atau ayat tidak alami perubahan, maknanya tetap merujuk ke penjelasan pra-amandemen. Artinya visi konstitusi ekonomi Indonesia tetap sama, memposisikan koperasi sebagai soko guru.

Lantas bagaimana pandangan para capres ke depan? Apa fokus perhatian, apa saja agenda dan seberapa besar komitmennya? Mari kita timbang satu per satu.

Bobot

Dokumen visi-misi capres beredar luas dan dapat dibaca publik. Paling tebal milik Anies, 140 halaman substansi.

Kata “koperasi” digunakan sebanyak 17 kali dalam seluruh dokumen atau 12,1 persen dari total halaman. Kemudian pada Ganjar, ada 6 kata koperasi dari 62 halaman atau 9,6 persen.

Terakhir Prabowo, hanya ada satu kata dari 81 halaman, atau 1,2 persen. Sekali lagi, hanya satu kata!

Jumlah penggunaan kata dapat menyiratkan seberapa besar perhatian masing-masing capres pada koperasi. Jadi pasangan Prabowo-Gibran dapat dikatakan paling rendah. Hal itu sangat ironis, sebab Prabowo punya jejak historis dengan koperasi.

Kakek Prabowo, yakni RM. Margono Djojohadikoesoemo, merupakan pembina koperasi di zamannya. Beliau juga menulis buku “Sepuluh Tahun Koperasi 1930-1940”, yang mengisahkan periode awal koperasi Indonesia.

Data, informasi dan ulasannya cukup kaya sehingga dirujuk banyak peneliti dan sarjana sampai sekarang. Buku itu dirilis Fadli Zon Library dan Prabowo memberi Kata Pengantar. Ia juga ikut merilis bukunya.

Namun, sayangnya justru Prabowo miskin artikulasi pembangunan koperasi di visi-misinya.

Lalu Ganjar dan Anies, sama-sama mantan gubernur. Keduanya pasti pernah bersentuhan langsung dengan koperasi.

Ditandai ada Dinas Koperasi dan UKM di Provinsi Jawa Tengah serta Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah di Provinsi DKI Jakarta.

Dari sisi statistik, anggota koperasi di Jawa Tengah lebih banyak daripada DKI Jakarta. Ada 8,52 juta anggota dengan aset Rp 50,71 triliun.

Sedangkan di DKI Jakarta, sebanyak 1,85 juta anggota dan asetnya capai Rp 36,44 triliun.

Capaian tersebut menggambarkan peran pemerintah daerah dalam mendukung pengembangan koperasi di wilayahnya masing-masing.

Misi

Lalu di mana masing-masing pasangan menempatkan koperasi di visi-misinya?

Anies meletakkan koperasi di bawah misi “Mengentaskan kemiskinan dengan memperluas kesempatan berusaha dan menciptakan lapangan kerja, mewujudkan upah berkeadilan, menjamin kemajuan ekonomi berbasis kemandirian dan pemerataan, serta mendukung korporasi Indonesia berhasil di negeri sendiri dan bertumbuh di kancah goblal”.

Ada anakronisme dalam misi itu, yakni penggunaan kata “korporasi”, yang identik dengan perusahaan besar seperti termaktub pada KBBI.

Lebih tepat bila gunakan kata “pelaku usaha”, mencakup yang usaha besar, menengah, kecil bahkan mikro.

Anakronisme itu sebabkan kalimat misi Anies kandung bias afirmasi. Bukan kepada yang kecil, namun pada yang besar. Itu bertolak belakang dengan narasi keadilan sosial yang sering ia gaungkan.

Kemudian Ganjar letakkan koperasi di bawah misi “Mempercepat Pemerataan Pembangunan Ekonomi”. Lalu sub misinya “Koperasi (Kemitraan) sebagai Corak Perekonomian Nasional”.

Penambahan kata “(Kemitraan)” menjadi multi tafsir dan ambigu. Koperasi sebagai “ko-operasi”, artinya kerjasama dan senapas dengan kemitraan sebagai strategi (dimensi mikro).

Atau di sisi lain, sebagaimana amanat konstitusi, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan (dimensi makro). Meski cukup ambigu, namun Ganjar telah merekognisi koperasi dalam magnitude perekonomian nasional.

Sedangkan Prabowo, posisikan koperasi sebagai wahana dalam “Meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif, dan melanjutkan pengembangan infrastruktur”.

Misi itu pasti menarik bagi generasi muda. Sayangnya seperti Anies, mengalami anakronisme. Agenda yang mereka usung justru, “Merevitalisasi dan memperkuat peran Koperasi Unit Desa (KUD)”.

Tentu tak bermaksud nafikan peran KUD, hanya saja tak tepat dengan judul besar programnya, “Mendorong Industri Kreatif”. Lagi-lagi anakronistik!

Kebijakan

Sebagaimana di atas, Prabowo letakkan koperasi pada sektor industri kreatif, meski programnya tak sinkron. Lebih tepat, misalnya, pengembangan startup coop, platform coop, creative coop dan sejenisnya.

Sedangkan Anies letakkan koperasi pada tiga sektor: yakni Pengembangan Koperasi dan UKM, Pembangunan Desa dan Reforma Agraria. Salah satu programnya seperti mengkoperasikan BUMDes.

Boleh jadi Anies lupa, pasca-UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, BUMDes dinyatakan sebagai badan hukum tersendiri. Artinya program itu tidak mungkin dilaksanakan.

Kemudian pada reforma agraria adalah redistribusi tanah bagi koperasi produksi pertanian. Hal itu bagus dan sejalan dengan amanat UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Lantas bagaimana dengan Ganjar? Berbeda dengan kedua pasangan, Ganjar tidak lekatkan koperasi pada sektor tertentu. Namun sebaliknya, meletakkannya pada kebijakan pembangunan ekonomi.

Misalnya, Ganjar targetkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen. Hal itu dilakukan dengan meningkatkan peran koperasi dan UMKM.

Termasuk pelibatan koperasi dalam pembangunan industri manufaktur dengan target pertumbuhan 7,5 persen-8 persen.

Secara paradigmatik dengan tidak memasukkan ke kamar khusus, artinya koperasi dapat masuk ke semua sektor. Hal itu dapat menjadi keuntungan besar bagi gerakan koperasi Indonesia.

Program

Prabowo, seperti di atas, tidak punya visi pengembangan yang relevan untuk dielaborasi. Dapat disimpulkan, pasangan ini tak punya agenda strategis lima tahun mendatang.

Sedangkan Anies, meski anakronistik pada misinya, namun kantongi beberapa agenda konkret.

Untuk membangun koperasi mendatang, Anies kembangkan ekosistem usaha. Hal itu dilakukan melalui: pemberian kemudahan pendirian dan izin, fasilitasi akses pasar, kemitraan dan rantai pasok serta peningkatan kapasitas teknis.

Kemudian tak ketinggalan adalah peningkatan akses pendanaan, digitalisasi dan penguatan kelembagaan serta regulasi.

Tak beda dengan itu, Ganjar miliki beberapa langkah seperti: meningkatkan rasio kredit minimal 35 persen bagi koperasi dan UKM, peningkatan akses pasar dan kemitraan serta digitalisasi.

Lalu yang menarik adalah peningkatan alokasi belanja barang/jasa Pemerintah Pusat dan Daerah sampai 50 persen bagi koperasi dan UKM.

Langkah Anies dan Ganjar punya kemiripan, mungkin karena sama-sama pernah jabat Kepala Daerah. Sehingga keduanya paham betul program apa yang dibutuhkan koperasi.

Menimbang

Dari ketiga pasangan di atas, bila kita buat rangking, dari terendah sampai tertinggi yakni: Prabowo, Anies, dan Ganjar.

Prabowo bahkan bisa dikatakan gagal merumuskan visi pembangunan koperasi mendatang.

Kemudian Anies cukup komprehensif terkait misi sampai rancangan program yang relevan. Kurangnya, Anies tak sematkan indikator kuantitatif seperti Ganjar.

Selain itu, dengan lekatkan koperasi pada tiga sektor, kebijakan perkoperasian Anies akan terperangkap pada silo-silo sektoral kementerian/lembaga.

Ganjar bisa kita lihat tertinggi rangkingnya. Pertama, paradigma pengembangan koperasi Ganjar memiliki implikasi besar, di mana koperasi masuk dalam koridor pembangunan ekonomi, bukan pembangunan sosial. Artinya koperasi direkognisi setara pelaku usaha lain.

Kedua, Ganjar lebih unggul karena berani memberi indikator kuantitatif. Hal itu bagus bagi rakyat, atau sekurang-kurangnya gerakan koperasi, untuk kemudian hari dapat tuntut janjinya dengan mudah.

Sebelum itu, syarat pertama di antara Anies atau Ganjar, siapa yang bakal terpilih menjadi Presiden mendatang. Namun bila Prabowo, maka sulit bagi kita menuntutnya.

Jadi bila Anda Pengurus, Pengawas, Manajer, anggota atau aktivis koperasi, sekarang harusnya sudah bisa tentukan siapa yang akan dipilih 14 Februari 2024 mendatang, kan?

https://money.kompas.com/read/2023/10/29/085746226/menimbang-visi-misi-koperasi-anies-ganjar-dan-prabowo

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke