Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menyikapi Situasi Perekonomian Global

Angka ini jauh di bawah angka minimum sebesar 7 persen yang dibutuhkan untuk melipat gandakan pendapatan per kapita dari satu generasi ke generasi berikutnya dan memasukkan kemiskinan ke dalam sejarah.

Meskipun terdapat beberapa bukti bahwa Eropa berhasil keluar dari resesi pada awal 2021, perkiraan pertumbuhan masih terhenti di kisaran 1 persen, terhambat tantangan struktural berupa tingginya pengangguran dan ketidakpastian politik.

Perekonomian Jepang terus mengalami periode malaise dan prospek yang lemah selama 30 tahun. Tiongkok berada dalam kondisi yang cukup buruk dengan jatuhnya sektor properti.

Di AS, meskipun PDB dan lapangan kerja baru-baru ini meningkat karena super-stimulus pandemi, erosi yang terus berlanjut pada infrastruktur dan pendidikan mengurangi prospek pertumbuhan jangka panjang.

Yang paling mengkhawatirkan adalah IMF hampir secara konsisten memangkas perkiraan pertumbuhan global selama satu dekade terakhir setelah krisis keuangan 2008.

IMF memberikan peringatan sejak 2014 bahwa perekonomian dunia mungkin tidak akan pernah mencapai laju ekspansi seperti sebelum 2008.

Bukti penurunan perekonomian ini menandakan adanya korosi yang lebih serius dan merugikan pada perekonomian global karena perekonomian global menghadapi tantangan struktural jangka panjang yang ekstrem.

Peningkatan harmonisasi

Tiga pendorong utama pertumbuhan (modal, tenaga kerja, dan produktivitas) telah terkikis akibat hambatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Kita menghadapi pergeseran demografi besar-besaran yang menghasilkan terlalu banyak pekerja muda, tidak terampil, dan tidak puas di negara-negara berkembang, dan populasi yang menua telah menguras sistem pensiun dan kesehatan di negara-negara maju.

Meningkatnya ketimpangan pendapatan, berkurangnya mobilitas sosial, kelangkaan komoditas, dan kemajuan teknologi yang meningkatkan produktivitas namun mengakibatkan lebih banyak orang kehilangan pekerjaan, semuanya mengancam akan semakin menghambat pertumbuhan di seluruh dunia.

Jika tantangan-tantangan ini tidak terjawab, maka dampaknya adalah depresi ekonomi: bencana yang membuat alat-alat kebijakan yang ada menjadi “tidak berdaya” seperti pendapat Larry Summers dan Paul Krugman.

Middle Income Trap bukan fenomena alami. Hal ini mungkin disebabkan kesalahan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Tiongkok selama ini.

Banyak negara-negara berkembang dalam tiga dekade terakhir kini terjerat “Middle Income Trap” di mana negara-negara berpendapatan menengah tidak mampu mencapai status pendapatan tinggi.

Jika pemerintah bertindak dini dan tegas untuk meningkatkan akses terhadap majunya infrastruktur, meningkatkan perlindungan hak milik, dan mereformasi pasar tenaga kerja, negara-negara yang terjebak seperti negara-negara Asia Timur pada 1990-an, dapat menjadi maju.

Pada era pascaperang, banyak negara berhasil dengan cepat mencapai status negara berpendapatan menengah, namun hanya sedikit yang berhasil menjadi negara berpendapatan tinggi.

Sebaliknya, setelah periode awal peningkatan pesat, banyak negara mengalami perlambatan tajam dalam pertumbuhan dan produktivitas, sehingga terjerumus ke dalam apa yang disebut sebagai “Middle Income Trap”.

Bukti formal mengenai perlambatan pertumbuhan dan jebakan pendapatan menengah menunjukkan bahwa dengan pendapatan per kapita sekitar 16.700 dollar AS berdasarkan harga konstan internasional pada 2005, tingkat pertumbuhan PDB per kapita biasanya melambat dari 5,6 persen menjadi 2,1 persen.

Pendapatan per kapita kita Indonesia saat ini sekitar 4.700 dollar AS. Masih jauh di bawah batas atas.

Ketidakpastian

Kita tidak tahu sama sekali apa yang akan terjadi besok. Kita hidup di era di mana terdapat banyak konsekuensi yang tidak diinginkan dari kebijakan pemerintah dan Bank Sentral.

Satu hal yang dapat kita yakini adalah bahwa siklus keuangan pasti menyertai kehidupan perekonomian. Namun begitu pula dengan kemajuan yang terus meningkat dalam standar hidup dan kekayaan nasional dalam ekonomi pasar.

Meskipun terdapat banyak krisis keuangan, masyarakat global saat ini hidup lebih baik dibandingkan zaman dahulu.

Mereka hidup lebih lama, lebih sehat, dan lebih mudah memenuhi kebutuhan dasarnya, berpendidikan lebih baik, bekerja di pekerjaan yang tidak terlalu berbahaya dan sulit, dan memiliki lebih banyak pilihan serta wawasan lebih luas.

Dengan kata lain, rata-rata dari waktu ke waktu, trennya adalah kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan semakin meningkat.

Ketika gelembung dan krisis terus berlanjut, kita berputar mengikuti tren yang meningkat. Hal ini karena pasar bebas melepaskan energi usaha, kewirausahaan, penerapan pengetahuan baru, dan investasi pada produk dan cara memproduksi yang baru dan lebih baik. Namun, energi inovasi bersifat disruptif juga harus disikapi secara serius.

https://money.kompas.com/read/2023/12/05/130000126/menyikapi-situasi-perekonomian-global

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke