Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Usaha Rintisan, Ekspansi atau Tidak di Tahun Politik?

TAK terasa, tahun 2023 tinggal menghitung hari. Tahun 2024 sudah di depan mata. Para pebisnis sudah mulai menyusun rencana untuk tahun yang akan datang. Tahun politik menanti. Perubahan kepemimpinan akan terjadi.

Walau pemerintah berulang kali menyatakan bahwa semua akan baik-baik saja, persepsi ketidakpastian membayangi para pebisnis. Sikap wait and see menjadi alternatif yang dipilih.

Yang lain mungkin berani mengambil ancang-ancang berekspansi dengan mengantisipasi segala kemungkinan yang bisa terjadi.

Bagi usaha rintisan atau bisnis yang masih baru berdiri, tantangan yang dihadapi bisa jadi lebih berisiko ketimbang perusahaan menengah dan besar yang telah mapan.

Optimisme yang berlebih bisa menjadi bumerang jika tidak berhati-hati. Sebaliknya rasa pesimistis yang membuncah akan membuat bisnis jalan di tempat dan peluang yang hadir bisa sekejap hilang.

Daripada memelihara persepsi ketidakpastian yang terus membayang dengan situasi eksternal yang tidak dapat dikendalikan, pebisnis usaha rintisan tetap dapat mempertimbangkan untuk terus tumbuh sambil mempertimbangkan berbagai aspek internal dengan matang.

Allen (2012) mengemukakan setidaknya terdapat tiga faktor yang perlu dipertimbangkan pebisnis sebelum memutuskan berekspansi.

Pertama, faktor pasar. Tingkat pertumbuhan usaha baru bergantung pada strategi pasar. Jika ceruk pasar yang dimasuki terbilang mini dan pertumbuhan relatif stabil, akan lebih sulit untuk mencapai pertumbuhan spektakuler.

Jika produk atau layanan dapat diperluas ke pasar global, maka pertumbuhan akan lebih mungkin tercapai.

Memasuki pasar yang didominasi perusahaan-perusahaan besar tidak serta merta menjadi penghambat pertumbuhan.

Usaha rintisan yang terorganisasi baik sering kali mampu memproduksi produk atau jasa yang kompetitif dengan tetap mempertahankan standar kualitas yang tinggi, karena tidak memiliki biaya overhead yang besar seperti perusahaan mapan.

Jika suatu industri berkarakteristik sudah lama dan konservatif, maka usaha rintisan yang memasuki pasar dengan produk inovatif di ceruk pasar dapat mengalami pertumbuhan yang pesat.

Namun di industri yang menjadikan inovasi sebagai keharusan, menawarkan produk inovatif tidak cukup. Kunci pertumbuhan cepat adalah kemampuan merancang dan memproduksi lebih cepat dibandingkan pesaing.

Sebaliknya, dalam industri yang stabil serta menawarkan produk dan jasa komoditas, memasuki industri dengan produk atau proses yang inovatif akan memberikan keunggulan kompetitif signifikan.

Beberapa industri, hanya karena ukuran dan kematangannya, sulit untuk dimasuki oleh usaha baru dan tidak mungkin ditembus dengan pangsa pasar yang cukup untuk menghasilkan keuntungan.

Kedua, faktor manajemen. Ketika usaha baru berhasil bertahan dan sukses, bahkan sebagai usaha kecil, ada kecenderungan untuk percaya bahwa usaha tersebut harus melakukan segala sesuatunya dengan benar dan harus melanjutkan dengan cara yang sama.

Ini adalah kesalahan fatal yang dilakukan pebisnis yang tidak menyadari bahwa perubahan adalah produk sampingan dari kesuksesan.

Sering kali, ketika usaha berada dalam krisis, seorang pebisnis menyadari bahwa sudah waktunya melakukan transisi ke manajemen profesional, langkah yang mengharuskan untuk melakukan perubahan mendasar dalam sikap dan perilaku.

Pertumbuhan yang cepat membutuhkan keterampilan yang berbeda dengan keterampilan startup.

Pada awal usaha baru, pebisnis memiliki lebih banyak waktu untuk mengambil bagian dan bahkan mengendalikan seluruh aspek bisnis.

Namun ketika pertumbuhan cepat mulai terjadi, sistem harus ada untuk menangani peningkatan permintaan tanpa mengorbankan kualitas produk dan layanan.

Sebagian pebisnis tidak berkembang. Mereka mengalami kesulitan untuk berpindah dari peran wirausaha ke peran eksekutif, yang memerlukan penyesuaian kemampuan kepemimpinan mereka dengan kebutuhan perusahaan yang sedang berkembang.

Evaluasi ulang terhadap faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan seperti perputaran inventaris, rasio modal kerja, rata-rata margin kotor, dan sebagainya, tidak boleh diabaikan begitu saja.

Tidak menutup kemungkinan, sekadar mengubah unit bisnis agar lebih mewakili nilai yang diinginkan pelanggan sudah cukup untuk membuat perbedaan signifikan dalam bisnis.

Ketiga, faktor skala. Banyak usaha rintisan yang dimulai dengan konsep hebat dan mengalami kesuksesan awal, akhirnya menemui jalan buntu dan terpuruk.

Penelitian telah menemukan bahwa di antara faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan, faktor yang paling penting dalam perlambatan atau kegagalan adalah ketidakmampuan untuk memahami dan merespons lingkungan bisnis.

Artinya, pebisnis tidak menyadari peluang dan tantangan yang berkembang di luar perusahaan serta potensinya yang dapat merugikan perusahaan.

Hal ini menunjukkan bahwa pebisnis harus terus mengamati lingkungan, menilai perubahan dan munculnya pesaing.

Mereka juga harus merencanakan pertumbuhan dan mempekerjakan karyawan untuk pertumbuhan. Pertumbuhan harus menjadi budaya perusahaan.

Akhirnya, menyambut tahun baru dengan optimisme bahwa bisnis rintisan akan tumbuh meski dibayangi persepsi ketidakpastian menjadi modal penting untuk melangkah maju.

Siapa pun pemimpin Indonesia nantinya, hidup terus berjalan, bisnis tetap beroperasi dan berkontribusi untuk kesejahteraan bangsa. Di balik gonjang-ganjing politik, usaha rintisan tetap menyimpan potensi untuk terus tumbuh.

*Dosen Tetap Program Studi Sarjana Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara, Jakarta.

https://money.kompas.com/read/2023/12/08/105559026/usaha-rintisan-ekspansi-atau-tidak-di-tahun-politik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke