Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Memahami Kenaikan Peringkat Indonesia dalam SGIE 2023/2024

Terlepas dari perdebatan tersebut, kabar baiknya, laporan terbaru SGIE untuk tahun 2023/2024 menempatkan Indonesia di peringkat ke-3 dalam Global Islamic Economic Indicator Score, mengalami kenaikan satu peringkat dibanding 2022.

Ini tak lepas dari eskalasi dan integrasi ekonomi Islam sebagai bagian dari kebijakan strategi nasional Indonesia. Ini jelas menandakan ekonomi Islam kini bukan hanya tren singkat, tetapi sudah menjadi fokus bagi berbagai pemangku kepentingan perekonomian global dan nasional, baik dari sektor swasta maupun pemerintahan.

Tahun ini kedigdayaan Malaysia dalam kepemimpinan ekonomi Islam dunia Kembali mendominasi. Dalam Global Islamic Economy Indicator (GIEI) tahun ini, Malaysia berhasil mempertahankan posisi puncak untuk kesepuluh kalinya berturut-turut.

Saudi Arabia, Indonesia, dan Uni Emirat Arab mengikuti sebagai pemain kunci dalam peringkat tersebut.

Perlu dicatat bahwa Indonesia naik satu peringkat menjadi posisi ketiga, menandai pencapaian positif dalam mengukuhkan posisinya dalam ekonomi Islam global.

Sementara itu, Bahrain berhasil kembali ke lima besar untuk pertama kalinya sejak 2019/2020, sementara Afrika Selatan memasuki 15 besar negara untuk pertama kalinya.

Sayangnya, perjalanan Kazakhstan di papan atas terhenti karena keluarnya negara tersebut dari 15 besar dalam peringkat saat ini.

Peningkatan paling signifikan dalam 15 besar dicapai oleh Iran, Qatar, Pakistan, dan Afrika Selatan, menunjukkan dinamika pergeseran kekuatan dalam peta ekonomi Islam global.

Hal ini mencerminkan daya saing yang semakin ketat dan beragam dalam ekosistem ekonomi Islam, serta menunjukkan bahwa negara-negara tersebut berhasil mengoptimalkan potensi mereka dalam menghadapi tantangan global.

Prestasi luar biasa Indonesia dalam peringkat Global Islamic Economy Indicator (GIEI) mencerminkan upaya proaktif dan posisi strategis kita dalam lanskap ekonomi Islam.

Naik ke posisi ketiga secara keseluruhan, keberlanjutan Indonesia di posisi kedua untuk Halal Food dan ketiga untuk Modest Fashion menunjukkan pengaruhnya yang kian besar di sektor kunci.

Lonjakan besar 23 posisi dalam Media and Recreation Indicator mencerminkan peran Indonesia yang semakin kuat dalam membentuk naratif budaya dan entertainment.

Selain itu, kinerja ekonomi Indonesia yang kuat terlihat dalam ekspornya yang besar ke negara-negara anggota OKI, mencapai 13,38 miliar dollar AS pada 2022.

Dedikasi Indonesia juga tak diragukan lagi dalam mengembangkan industri gaya hidup Islam, terutama dalam bidang fashion sederhana, dan inisiatif regulatif yang progresif, seperti memberi kompensasi kepada media melalui platform digital, menjadi contoh pendekatan holistik Indonesia dalam memajukan ekonomi Islam.

Dengan dukungan penuh pemerintah terhadap UMKM dan target ambisius untuk mengintegrasikan 30 juta UMKM ke platform digital pada 2024, jalur Indonesia dalam ekonomi Islam tetap menjadi narasi keberhasilan dan wawasan strategis yang menarik.

Namun sayangnya, di balik menterengnya peringkat Indonesia dalam SGIE, terdapat kelemahan yang patut dicatat terkait eksistensi brand halal dalam kategori komoditas dan aset halal yang sampai saat ini belum mendapatkan reputasi global.

Merek-merek regional yang berpotensi, meskipun potensial, tampaknya masih terlalu terdiversifikasi dalam portofolio bisnis mereka, menyebabkan kurangnya fokus dan sinergi.

Itu sebabnya, hanya sedikit brand yang berhasil mencapai reputasi global dalam sektor makanan, kosmetik, farmasi, mode, atau perbankan dan keuangan.

Tak hanya itu, dari sudut pandang perdagangan, terdapat tren di mana beberapa negara anggota OKI, termasuk Indonesia, cenderung melakukan adopsi merek global dan mengadaptasinya menjadi produk halal, strategi yang dikenal sebagai acquired halal asset.

Untuk itu, pemerintah perlu memprioritaskan kolaborasi perdagangan intra-OKI untuk membangun ekosistem halal secara mandiri dan menghadapi dinamika global.

Dari perspektif teori gravitasi perdagangan yang mendalilkan ukuran ekonomi, kedekatan, partisipasi dalam perjanjian perdagangan regional, latar belakang bahasa dan budaya yang sama, ampuh meningkatkan volume perdagangan antarnegara, ini faktor yang memperkuat ekonomi kawasan.

Hal ini mengingat penghapusan atau pengurangan tarif antara penandatangan perjanjian perdagangan regional dan pengurangan biaya perdagangan, akan menghasilkan volume dan nilai perdagangan lebih tinggi.

Untuk itu, investasi mendesak diperlukan untuk mendongkrak kapasitas dalam rantai pasokan halal dan mengatasi hambatan paling kritis dalam rantai pasokan halal, terutama produksi bahan baku dan bahan aditif bersertifikat halal.

Pentingnya meningkatkan kolaborasi perdagangan di antara negara-negara OKI menjadi fokus utama untuk memperkuat kawasan ini.

Pendekatan ini tidak hanya akan memberdayakan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan daya saing.

Bank syariah juga dapat memainkan peran kunci dalam mendukung proyek-proyek halal bersama pemerintah dan industri.

Namun, untuk mencapai tujuan ini, diperlukan investasi besar dalam pengembangan rantai pasok halal, terutama dalam produksi bahan baku dan bahan aditif yang bersertifikat halal.

Dalam menghadapi proyeksi ekonomi global yang kian tak menentu, perlu merumuskan strategi industri halal yang holistik untuk memastikan keberlanjutan ekonomi dan keberagaman mitra dagang kita.

Perlu diingat, Capres dan Cawapres yang ingin mengangkat isu ekonomi Islam secara mendalam sepatutnya tidak hanya sebatas membahas peringkat SGIE di atas kertas, namun perlu memikirkan kontribusi ekonomi Islam yang lebih besar dalam menyejahterakan masyarkat secara keseluruhan.

https://money.kompas.com/read/2023/12/27/143253126/memahami-kenaikan-peringkat-indonesia-dalam-sgie-2023-2024

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke