Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apakah Narasi Ekonomi Terbesar Masih Relevan?

Dengan nilai PDB tersebut, Indonesia menjadi peringkat ke-16 di dunia.

Narasi lain yang muncul adalah prediksi lembaga riset internasional menunjukkan potensi Indonesia naik ke posisi ekonomi dunia ke-4 atau ke-5 pada 2050.

Kritik narasi ekonomi terbesar

Menjadi nomor satu di Asia Tenggara bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan terus menerus.

Perlu diingat, populasi Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara, mencapai lebih dari 270 juta jiwa. Ini berarti Indonesia memiliki 40 persen dari seluruh penduduk Asia Tenggara.

Sangat wajar ketika Indonesia menduduki posisi teratas di kawasan ini. Urutan berikutnya diisi oleh Thailand, Singapura, Filipina, Vietnam, dan Malaysia.

Namun, fokus seharusnya juga pada PDB perkapita, yang lebih mencerminkan kesejahteraan individu.

Data dari IMF menunjukkan bahwa Singapura menempati posisi teratas dengan PDB perkapita sebesar 87.880 dollar AS di tahun 2023. Diikuti oleh Brunei Darussalam dengan 34.390 dollar AS, Malaysia dengan 13.030 dollar AS, Thailand dengan 7.230 dollar AS, dan Indonesia yang berada di posisi kelima dengan 5.110 dollar AS.

Narasi PDB tetap penting, tetapi dalam konteks tertentu. Sebagai contoh, dalam negosiasi perdagangan internasional atau mengundang investor untuk masuk ke Indonesia, nilai PDB menunjukkan kekuatan total.

Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja di Indonesia adalah sektor informal dan kurang stabil secara ekonomi. Menurut data BPS, 59 persen pekerja di sektor non-pertanian masuk kategori informal.

Fakta lain menunjukkan bahwa dari 135 juta penduduk yang bekerja, hanya 3 persen masuk kategori “berusaha yang dibantu pekerja tetap”.

Selebihnya adalah berusaha sendiri, namun tidak memiliki pekerja (22 persen), berusaha yang dibantu pekerja tidak tetap atau pekerja tidak dibayar (15 persen), karyawan/pegawai (38 persen), pekerja bebas (9 persen), dan pekerja keluarga yang tidak dibayar (13 persen).

Data menunjukkan bahwa PDB/kapita lebih mencerminkan realitas ekonomi kebanyakan masyarakat, termasuk pekerja informal, kelas menengah, dan bawah, yang kehidupannya bergantung pada upah.

Oleh karena itu, penting untuk melampaui narasi ekonomi terbesar dan memberi prioritas pada narasi kesejahteraan, yang langsung berdampak pada kehidupan sehari-hari. Kesejahteraan masyarakat harus menjadi fokus utama dalam diskursus ekonomi.

PDB perkapita

Pada dua dekade terakhir, PDB/kapita Indonesia meningkat signifikan, hampir enam kali lipat dari 870 dollar AS pada tahun 2000 menjadi 5.110 dollar AS pada 2023.

Sedangkan negara lain di Asia Tenggara, PDB perkapita di Singapura, Malaysia, dan Thailand naik 3 hingga 4 kali lipat. Sebaliknya, Brunei Darussalam hanya mengalami kenaikan 1,7 kali.

Prestasi ini membuat Indonesia berhasil menyalip Filipina yang hanya tumbuh 3,5 kali. Tahun 2000, PDB perkapita Filipina adalah 1.090 dollar AS, lebih tinggi dari Indonesia. Hari ini, PDB perkapita Filipina adalah 3,859 dollar AS, lebih rendah dari Indonesia.

Vietnam, khususnya, menunjukkan lompatan paling dramatis dengan pertumbuhan 8,6 kali lipat, dari 400 dollar AS menjadi 4.316 dollar AS.

Pertumbuhan ini menyoroti pentingnya melihat PDB perkapita sebagai ukuran kesejahteraan yang lebih realistis dibandingkan hanya fokus pada ranking PDB.

Menampilkan ranking PDB saja bisa memberi kesan bahwa negara sudah mencapai prestasi yang sangat tinggi dan sudah merasa sangat cukup. Padahal, tingkat kesejahteraan masih perlu diperjuangkan lebih.

Berdasarkan data IMF, Indonesia mengalami kenaikan peringkat signifikan dari tahun 2000 ke 2023, dari posisi ke-127 menjadi ke-110. Informasi ini merupakan fakta penting untuk ditambahkan dalam narasi ke publik.

Pergeseran kriteria negara maju

Bagi negara berkembang yang ingin menjadi negara maju, kuncinya adalah percepatan pertumbuhan ekonomi.

Tiongkok adalah contoh menarik. Pada 1990, PDB perkapita Tiongkok hanya 347 dollar AS, meningkat menjadi 951 dollar AS pada 2000, 4.500 dollar AS pada 2010, dan 12.540 dollar AS pada 2023.

Peningkatan ini disebabkan pertumbuhan ekonomi tinggi, yang sempat mencapai dua digit sebelum turun ke satu digit pasca-2010.

Namun laporan berjudul “The Path to 2075” (Goldman Sachs, 2022) mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi global cenderung menurun sebagai dampak dari pertumbuhan populasi global yang melambat.

Dari porsi kekuatan total ekonomi, emerging market akan dominan. Tiongkok, Amerika Serikat, India, Indonesia, dan Jerman akan menjadi lima besar ekonomi di tahun 2050.

Selanjutnya, Tiongkok, India, Amerika Serikat, Indonesia, dan Nigeria akan menjadi lima besar ekonomi di tahun 2075.

PDB perkapita Indonesia diperkirakan mencapai 19.800 dollar AS pada tahun 2050 dan 43.400 dollar AS pada tahun 2075.

Meskipun angka ini tampak tinggi, nyatanya masih di bawah rata-rata dunia, 27.700 dollar AS untuk tahun 2050 dan 47.700 dollar AS untuk tahun 2075.

Namun, analisis rasio PDB perkapita Indonesia terhadap dunia menunjukkan adanya peningkatan.

Pada tahun 2023, PDB perkapita Indonesia sebesar 5.110 dollar AS atau setara dengan 38 persen rata-rata global (13.331 dollar AS).

Berdasarkan data Goldman Sachs, rasio ini diperkirakan meningkat menjadi 71 persen pada tahun 2050 dan 91 persen pada tahun 2075.

Sebagai penutup, selayaknya narasi ekonomi terbesar dilengkapi. Fakta tentang PDB perkapita, ranking, dan rasio terhadap global juga harus ditonjolkan. Ini untuk menunjukkan memang ada kemajuan dan patut diapresiasi.

Saat ini, batas Bank Dunia untuk klasifikasi sebagai negara berpenghasilan tinggi (high income countries) adalah 13.846 dollar AS (Produk Nasional Bruto), meningkat dari 9.265 dollar AS pada tahun 2000.

Fakta historis tersebut menunjukkan bahwa selalu ada pergeseran kriteria negara maju. Tahun 2050 dan 2075 batas tersebut akan bergeser lebih tinggi.

Realitas ini mengingatkan bahwa perjalanan menuju status negara maju ternyata memerlukan waktu yang “lebih panjang”.

https://money.kompas.com/read/2024/03/18/054021626/apakah-narasi-ekonomi-terbesar-masih-relevan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke