Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak Progresif Mulai 2011

Kompas.com - 27/12/2010, 09:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk menekan tingkat kepemilikan dan penggunaan kendaraan bermotor, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan pajak kendaraan bermotor secara progresif pada 2011. DPRD meminta hasil pajak itu digunakan untuk perbaikan sektor transportasi.

Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan Setiawandi, Minggu (26/12/2010) di Jakarta Pusat, mengatakan, kendaraan pribadi pertama akan dikenai pajak kendaraan bermotor sebesar 1,5 persen dari harga beli kendaraan. Pajak bagi kendaraan pribadi kedua meningkat menjadi 1,75 persen, kendaraan ketiga 2,5 persen, dan kendaraan keempat serta seterusnya 4 persen.

Pajak progresif yang diberlakukan itu masih lebih rendah ketimbang aturan pajak progresif yang ditetapkan dalam UU No 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu 10 persen. Dalam UU itu, setiap pemerintah daerah diberikan keleluasaan untuk menentukan besaran pajak sesuai potensi ekonomi masing-masing, sepanjang tidak memberatkan warga.

Menurut Iwan, langkah ini dapat berdampak dua hal, bertambahnya pemasukan secara drastis atau anjloknya pendapatan daerah dari pajak. Namun, penerapan pajak ini bertujuan menekan kepemilikan kendaraan bermotor yang ujungnya adalah mengurangi pemakaian kendaraan dan tingkat kemacetan.

”DKI Jakarta siap jika pemasukan dari pajak kendaraan bermotor turun. Setiap kebijakan pasti ada konsekuensinya. Kami akan menggenjot pemasukan dari sektor bangunan,” kata Iwan.

Berdasarkan data Polda Metro Jaya, jumlah kendaraan pribadi di Jakarta 8,5 juta unit (sepeda motor dan mobil). Dengan populasi 9,6 juta orang, setiap keluarga rata-rata memiliki tiga kendaraan pribadi atau lebih.

Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan mengatakan, banyaknya kendaraan pribadi yang dimiliki setiap keluarga memicu banyaknya penggunaan kendaraan. Hal itu menjadi penyebab utama timbulnya kemacetan.

Untuk infrastruktur

Penerapan pajak progresif diharapkan dapat menjadi salah satu cara mengurangi kemacetan. Pajak progresif diharapkan juga berlaku di Bodetabek agar kepemilikan kendaraan tidak digeser ke daerah pinggiran dan tetap masuk ke Jakarta sehingga memicu kemacetan.

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi mengatakan, jika kebijakan pajak progresif meningkatkan pendapatan daerah, alokasi dananya untuk membangun infrastruktur jalan dan angkutan massal. Jika angkutan massal dan infrastruktur bertambah, kemacetan dapat berkurang.

”Dana dari pajak progresif harus dicampur dengan dana lain dan masuk ke sisi pendapatan APBD. Tambahan pemasukan itu harus dicatat dan dialokasikan untuk membangun infrastruktur dan angkutan massal,” katanya.

Bus transjakarta dapat menjadi angkutan massal yang ideal jika armadanya ditambah secara signifikan dan sistem manajemennya diperbaiki, seperti manajemen Transmilenio di Bogota. (ECA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Whats New
Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Whats New
Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Whats New
BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

Whats New
KAI Services Buka Lowongan Kerja hingga 25 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

KAI Services Buka Lowongan Kerja hingga 25 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Anggaran Pendidikan di APBN Pertama Prabowo Capai Rp 741,7 Triliun, Ada Program Perbaikan Gizi Anak Sekolah

Anggaran Pendidikan di APBN Pertama Prabowo Capai Rp 741,7 Triliun, Ada Program Perbaikan Gizi Anak Sekolah

Whats New
Bantah Menkeu soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Sejak Ada 'Pertek' Tak Ada Keluhan yang Masuk

Bantah Menkeu soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Sejak Ada "Pertek" Tak Ada Keluhan yang Masuk

Whats New
Tidak Ada 'Black Box', KNKT Investigasi Badan Pesawat yang Jatuh di BSD

Tidak Ada "Black Box", KNKT Investigasi Badan Pesawat yang Jatuh di BSD

Whats New
Investasi Rp 10 Miliar, Emiten Perhotelan KDTN Siap Ekspansi Bisnis Hotel Rest Area

Investasi Rp 10 Miliar, Emiten Perhotelan KDTN Siap Ekspansi Bisnis Hotel Rest Area

Whats New
Gandeng Binawan, RSUP dr Kariadi Tingkatkan Keterampilan Kerja Tenaga Kesehatan

Gandeng Binawan, RSUP dr Kariadi Tingkatkan Keterampilan Kerja Tenaga Kesehatan

Whats New
Stok Beras Pemerintah Capai 1,85 Juta Ton

Stok Beras Pemerintah Capai 1,85 Juta Ton

Whats New
Luncurkan Starlink di Indonesia, Elon Musk Sebut Ada Kemungkinan Investasi Lainnya

Luncurkan Starlink di Indonesia, Elon Musk Sebut Ada Kemungkinan Investasi Lainnya

Whats New
Lahan Kering di RI Besar, Berpotensi Jadi Hutan Tanaman Energi Penghasil Biomassa

Lahan Kering di RI Besar, Berpotensi Jadi Hutan Tanaman Energi Penghasil Biomassa

Whats New
Riset IOH dan Twimbit Soroti Potensi Pertumbuhan Ekonomi RI Lewat Teknologi AI

Riset IOH dan Twimbit Soroti Potensi Pertumbuhan Ekonomi RI Lewat Teknologi AI

Whats New
Cara Cek Penerima Bansos 2024 di DTKS Kemensos

Cara Cek Penerima Bansos 2024 di DTKS Kemensos

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com