Kandungan timbal di Ngarai Senunu, misalnya, disebutkan tidak terdeteksi atau kurang dari 0,5 miligram per liter.
Namun, pakar oseanografi Institut Pertanian Bogor, Alan F Koropitan, mengungkapkan, logam berat bersifat akumulatif. ”Pembuangan limbah itu sudah 10 tahun,” katanya.
Sebagai gambaran, KLH mengizinkan pembuangan tailing Newmont sebanyak 51,1 juta-54,02 juta ton kering per tahun pada 2011-2016. Izin tahun 2002 sebanyak 58,4 juta ton kering per tahun, 2005 (50,4 juta ton kering per tahun), dan 2007 (58,4 juta ton kering per tahun).
Menurut Alan, di lautan di selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara pada Juni-Agustus terjadi kenaikan massa air laut ke atas (upwelling). Fenomena periodik ini membuat akumulasi logam berat terangkat.
”Karena itu, membuang apa pun ke laut sebelah selatan Pulau Jawa (termasuk Bali dan Nusa Tenggara) itu berisiko. Ada dinamika oseanografi,” ujarnya.
Alan khawatir akumulasi logam berat yang terlarut dalam air laut masuk di rantai makanan. ”Logam berat dalam plankton termakan bentos, dimakan ikan. Terjadilah biomagnifikasi (konsentrasi logam berat tinggi pada makhluk hidup), yang kemudian dimakan manusia,” paparnya.
Logam berat dalam konsentrasi di atas ambang batas mengancam organ penting manusia secara serius.