Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kendala Infrastruktur

Kompas.com - 10/12/2012, 03:15 WIB

Hampir semua produk kami menjadi pemimpin dalam segmennya. Hanya produk deterjen yang menempati posisi kedua dalam pangsa pasar. Walau telah menjadi pemimpin pasar, kami ingin terus memperluas pasar. Jika pasar makin luas, pendapatan kami pun akan membesar karena kami menjadi pemimpin. Ada beberapa cara yang kami lakukan. Yang pertama adalah mendorong konsumen memakai produk kami lebih banyak. Contohnya, pelembut kulit Citra. Dulu orang memakai lotion kulit hanya pada tangan dan kaki. Sekarang kami mendorong untuk memakai lotion itu di seluruh tubuh. Kami buka Rumah Citra, tempat konsumen bisa merasakan dipijat dengan Citra. Demikian juga dengan deodoran. Banyak orang tidak peduli dengan deodoran. Lalu kami ciptakan deodoran dengan kemasan saset. Mereka pun mau mencobanya. Setelah mencoba, mereka merasa lebih percaya diri dan akhirnya tergantung pada deodoran produk kami. Mulailah mereka membeli dalam bentuk roll-on dan akhirnya semprot.

Bagaimana inovasi untuk produk makanan dan minuman?

Sama saja. Magnum dikemas menjadi sesuatu yang sangat mewah, membuat masyarakat tertarik untuk mencoba. Di Grand Indonesia, pengunjung harus antre untuk bisa merasakan es krim Magnum. Pertama-tama kami perkenalkan Belgium Chocolate yang rasanya memang sangat enak. Lalu kami buat versi Gold. Di saat yang sama, kami ajak konsumen untuk bereksperimen membuat es krim cokelatnya sendiri. Pengalaman ini yang tidak didapatkan konsumen di tempat lain.

Menjadi pemimpin di segmennya tentu juga memengaruhi harga. Bagaimana Unilever bisa menjaga harganya tetap bisa terjangkau?

Masalah harga memang sangat penting. Untuk bisa menekan agar benar-benar murah, kami memakai mesin-mesin yang modern dan dengan kecepatan tinggi. Ini yang membuat 15 persen dari produk kami harganya tidak lebih dari 10 sen euro. Sementara 60 persen dari produk kami harganya tidak lebih dari 60 sen euro. Demikian murahnya produk kami membuat Unilever Indonesia ditunjuk sebagai regional sourcing untuk beberapa produk. Misalnya untuk teh, pabrik Australia dan Singapura ditutup. Mereka memakai produk teh dari kami. Demikian juga pasta gigi yang dibuat di Rungkut, Surabaya, kami ekspor ke Filipina. Lalu peralatan mandi Dove kami ekspor ke Jepang.

Bagaimana dengan limbah dari kemasan plastik yang banyak digunakan produk Unilever?

Kami memang berupaya terus-menerus untuk mengurangi jejak lingkungan dari kemasan produk kami. Beberapa hal yang sudah kami lakukan adalah mengajak komunitas-komunitas di masyarakat untuk mendaur ulang kemasan plastik untuk menjadi tas, payung, dompet, dan sebagainya. Namun, kini kami sedang bekerja sama dengan beberapa universitas untuk membuat formula atau cara bagaimana mengurangi sampah plastik ini.

Unilever telah membuka lapangan kerja bagi 6.043 karyawannya dan 30.000 lapangan kerja yang berkaitan dengan Unilever. Namun, keuntungan Unilever akhirnya dibawa ke luar negeri karena Unilever adalah modal asing. Bagaimana Anda melihat persoalan tersebut?

Sebenarnya tidak hanya lapangan kerja. Kami juga membayar pajak. Selain itu, kami juga terus berupaya untuk menanamkan modal lebih besar lagi di sini. Tahun 2011 belanja modal kami mencapai Rp 1,7 triliun, sedangkan untuk total selama tiga tahun terakhir mencapai Rp 4,2 triliun. Kami berupaya agar yang kembali ke Indonesia semakin besar lagi.

Tantangan ke depan?

Yang kami hadapi sekarang adalah masalah infrastruktur. Akibat kemacetan di jalan, distribusi kami menjadi terganggu. Semoga masalah ini bisa segera diselesaikan.

Ada kiat khusus dari Anda agar tetap energik saat memimpin perusahaan besar ini?

Selalu berolahraga dan main musik. Kedua hal ini saya lakukan di kantor karena perusahaan telah menyediakan untuk karyawan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com