Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Menggelembung?

Kompas.com - 20/05/2013, 10:23 WIB

KOMPAS.com - Kenaikan harga produk properti di Indonesia yang dahsyat menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya gelembung properti (property bubble). Gelembung properti terjadi manakala harga-harga properti yang naik tak terkendali, kemudian tiba-tiba jatuh membuat kredit macet. Yang rugi bukan hanya masyarakat pemakai, tetapi juga investor, dunia perbankan, dan secara keseluruhan perekonomian nasional juga ikut merosot.

Indonesia pernah mengalami hal seperti itu saat krisis moneter pertengahan tahun 1997 dan diikuti dengan krisis ekonomi 1998. Ketika itu, kredit macet sektor properti di perbankan nasional, yang kemudian dialihkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) mencapai Rp 70 Triliun.

Beberapa waktu lalu, Bank Dunia mengingatkan tentang kemungkinan terjadinya gelembung properti di Indonesia. Menurut Bank Dunia, dua faktor bisa mendorong kemungkinan terjadinya gelembung properti di Indonesia. Pertama, peningkatan harga jual apartemen di Jakarta yang tumbuh 45 persen secara tahunan (year on year) per Desember 2012. Hal serupa terjadi di gedung perkantoran dan lahan industri.

Kedua, tingkat pertumbuhan kredit untuk apartemen melaju cepat hingga 84 persen pada periode sama. Pinjaman perbankan ikut mendorong kenaikan harga properti.

Menurut pengamat properti, Panangian Simanungkalit, untuk saat ini gelembung properti sulit terjadi. Selain kondisi makroekonomi relatif baik, secara keseluruhan kredit perbankan untuk properti masih dibawah rata-rata kredit nasional.

Indikator ekonomi yang menghela industri properti adalah pertumbuhan ekonomi yang hingga kini masih 6 persen dengan tingkat inflasi 4,5 persen plus minus 1. Kredit yang disalurkan perbankan ke sektor properti hanya 14 persen, sementara rata-rata kredit perbankan 21 persen.

Kalau melihat data ekonomi tahun 1995 atau di saat harga properti sedang melonjak, laju kredit sektor properti sebesar 29 persen, sedangkan rata-rata pertumbuhan kredit perbankan waktu itu 24 persen. Waktu itu, tingkat inflasi juga tinggi yakni 8,64 persen.

Tahun 1996, harga properti semakin menggila, bahkan kredit yang disalurkan ke sektor ini di atas 30 persen. Kalau dulu kredit properti banyak dipakai untuk kegiatan spekulasi terutama untuk jual beli tanah, hingga akhirnya Bank Indonesia melarang pemberian kredit untuk tanah. Sementara saat ini, pembelian properti termasuk untuk rumah kelas menengah-atas, dilakukan tunai keras maupun tunai bertahap.

Dengan demikian, perkembangan industri properti sangat ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi. Selama pemerintah dan BI bisa menjaga kebijakan fiskal dan moneter dengan baik, diharapkan momentum emas pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa terus dijaga. Kekhawatiran terjadinya gelembung properti bisa ditepis. Semoga. (TJAHJA GUNAWAN DIREDJA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Spend Smart
Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Spend Smart
Cara Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia dan Syaratnya

Cara Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia dan Syaratnya

Spend Smart
Lelang 7 Seri SUN, Pemerintah Kantongi Rp 21,5 Triliun

Lelang 7 Seri SUN, Pemerintah Kantongi Rp 21,5 Triliun

Whats New
Indosat Catat Laba Rp 1,29 Triliun di Kuartal I-2024

Indosat Catat Laba Rp 1,29 Triliun di Kuartal I-2024

Whats New
Adira Finance Cetak Laba Bersih Rp 432 Miliar pada Kuartal I-2024

Adira Finance Cetak Laba Bersih Rp 432 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Inaplas Dukung Pemerintah Atasi Polusi Sampah Plastik

Inaplas Dukung Pemerintah Atasi Polusi Sampah Plastik

Whats New
Program Pemberdayaan Daerah Gambut di Bengkalis oleh PT KPI Mampu Tingkatkan Pendapatan Masyarakat

Program Pemberdayaan Daerah Gambut di Bengkalis oleh PT KPI Mampu Tingkatkan Pendapatan Masyarakat

Whats New
Astra Internasional Bakal Tebar Dividen Rp 17 Triliun, Simak Rinciannya

Astra Internasional Bakal Tebar Dividen Rp 17 Triliun, Simak Rinciannya

Whats New
Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Whats New
Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Whats New
Laba Bersih BNI Naik 2,03 Persen Menjadi Rp 5,3 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Bersih BNI Naik 2,03 Persen Menjadi Rp 5,3 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Bank Mandiri Jaga Suku Bunga Kredit di Tengah Tren Kenaikan Biaya Dana

Bank Mandiri Jaga Suku Bunga Kredit di Tengah Tren Kenaikan Biaya Dana

Whats New
Bukan Dibebaskan Bea Cukai, Denda Impor Sepatu Bola Rp 24,74 Juta Ditanggung DHL

Bukan Dibebaskan Bea Cukai, Denda Impor Sepatu Bola Rp 24,74 Juta Ditanggung DHL

Whats New
Kerja Sama dengan PBM Tangguh Samudera Jaya, Pelindo Optimalkan Bongkar Muat di Pelabuhan Tanjung Priok

Kerja Sama dengan PBM Tangguh Samudera Jaya, Pelindo Optimalkan Bongkar Muat di Pelabuhan Tanjung Priok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com