Harga pangan yang mudah bergejolak (volatile food) juga menjadi ancaman seiring kondisi cuaca yang makin sulit diprediksi dan tata niaga pangan yang belum efektif.
Kondisi cuaca yang tidak menentu akan memengaruhi siklus panen dan produksi sehingga pasokan pangan ke pasar bisa berkurang, yang akhirnya memicu kenaikan harga.
Dalam APBN 2017, pemerintah menargetkan inflasi sebesar 4 persen. Bank Indonesia juga mematok angka yang sama dengan toleransi deviasi plus minus satu persen.
Namun, pasar memperkirakan inflasi pada 2017 akan lebih besar dari target pemerintah, yakni sekitar 4,6 persen.
Inflasi yang terlampau tinggi atau melampaui target yang ditentukan tentu akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Inflasi tinggi akan menyebabkan daya beli dan konsumsi masyarakat merosot. Padahal, konsumsi masyarakat menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kenaikan inflasi akan mengerek suku bunga di dalam negeri. Kebijakan moneter longgar pun tak bisa lagi diteruskan oleh Bank Indonesia. Apalagi Bank Sentral AS atau Federal Reserve mengindikasikan akan menaikkan suku bunga dua kali tahun ini.
Kenaikan suku bunga akan menyebabkan biaya pinjaman akan meningkat, baik untuk konsumsi, modal kerja, maupun investasi. Dalam menerbitkan surat utang, pemerintah juga harus menawarkan kupon bunga yang tinggi, baik dalam denominasi dollar AS maupun rupiah.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2017 sebesar 5,1 persen. Dengan berbagai potensi persoalan yang ada, target pertumbuhan tersebut hanya akan tercapai jika pemerintah bisa mengoptimalkan sumber-sumber pertumbuhan domestik, mempercepat reformasi struktural, dan menciptakan iklim bisnis yang semakin baik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.