Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Jokowi, Sri Mulyani, dan Pansel Komisioner OJK

Kompas.com - 03/04/2017, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAprillia Ika

Sementara presiden dinilai hanya mempertimbangkan sisi politik dan sisi-sisi lain yang terkait dengan kekuasaan.

Nah dalam konteks inilah, pilihan presiden menjadi terbatas. Jika presiden mencoret calon dengan nomor urut satu, tentu saja masyarakat akan menilai presiden tidak objektif karena mencoret calon dengan skor penilaian tertinggi.

Artinya, jika ingin dinilai tetap objektif dan tidak terlalu politis, maka presiden mau tidak mau harus mencoret calon nomor urut tiga atau calon dengan skor terendah pada masing-masing jabatan.

Dan ternyata, itulah yang dilakukan Presiden Jokowi. Jokowi mencoret seluruh calon dengan nomor urut tiga. Ini berarti Presiden Jokowi secara tidak langsung mengikuti kehendak pansel untuk memilih calon-calon terbaik berdasarkan penilaian pansel.

Namun Presiden Jokowi tak sepenuhnya mengikuti kehendak pansel. Saat mengirimkan 14 nama ke DPR, Jokowi mengubah peringkat calon pada jabatan ketua dan wakil ketua.

Pada jabatan ketua, Presiden Jokowi menempatkan Wimboh Santoso pada nomor urut satu dan Sigit Pramono pada nomor urut dua. Ini menunjukkan, dengan pertimbangannya sendiri, Jokowi lebih menghendaki Wimboh terpilih sebagai Ketua OJK.

Pada jabatan wakil ketua, Presiden Jokowi juga mengubah urutan dengan mantan Wakil Kepala PPATK Agus Santoso berada pada urutan pertama dan Dirut PT Pegadaian Riswinandi pada urutan kedua.

Nah, bagaimana nanti pemilihan oleh DPR? Apakah Komisi XI akan mengikuti kehendak pansel atau tidak?

Berdasarkan UU OJK, DPR harus memilih satu dari dua calon untuk jabatan ketua. Namun, untuk jabatan lainnya, tidak disebutkan bahwa DPR harus memilih satu dari dua calon yang disampaikan presiden. UU hanya mengatur bahwa DPR memilih calon anggota DK sesuai jumlah yang dibutuhkan.

Jadi bisa saja, calon pada jabatan tertentu terpilih untuk jabatan yang lain. Apalagi, DPR merupakan lembaga politis, yang akan bertindak sesuai kepentingan politis.

Namun, masyarakat tentu  berharap tak ada politik dagang sapi atau money politics dalam fit and proper test nanti. Apapun pilihan DPR, masyarakat berharap pimpinan OJK ke depan adalah figur-figur yang berintegritas dan profesional sehingga bisa membawa industri keuangan Indonesia ke level yang lebih baik.

Kompas TV Panitia Seleksi Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan akhirnya membuka calon kandidat petinggi OJK. Hingga penutupan pendapaftaran pada 2 Februari lalu, tercatat 882 orang telah mendaftar. Dari jumlah tersebut, calon yang lolos ke tahap kedua mencapai 107 orang. Kursi petinggi OJK memang sangat menggiurkan. Tidak hanya pelaku jasa keuangan yang mendaftar, tapi para akademisi hingga politisi juga turut mendaftar. Yang menarik, separuh pendaftar justru merupakan kaum muda. Kalangan profesional lembaga keuangan memang mendominasi kandidat dengan jumlah hingga 40 orang. Namun, dua kandidat dari yang merupakan politisi di dewan perwakilan juga turut lolos. Selain ketua Komisi XI DPR, dari Partai Golkar Melchias Markus Mekeng, politisi PDI-P, Andreas Eddy Susetyo juga turut meramaikan bursa calon dewan komisioner OJK. Namun, menjadi komisioner OJK tidaklah mudah. Pasalnya, lembaga ini mengawasi lembaga dengan aset hingga ribuan triliun rupiah. Lembaga ini meliputi bank, asuransi, dana pensiun, hingga para emiten di Bursa Efek Indonesia. Untuk itu, masyarakat juga diajak memberi masukan. Menjadi komisioner OJK memang tidak bisa bermodalkan niat semata. Integritas yang tinggi juga mutlak dimiliki para kandidat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com