Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritisi Kinerja Birokrasi, Sri Mulyani Sebut Belum Maksimal Tarik Investasi

Kompas.com - 16/07/2019, 14:27 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam 5 tahun periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pemerintah tengah berupaya untuk membenahi sistem birokrasi dalam negeri untuk menarik investasi.

Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai sistem birokrasi Indonesia kali ini belum cukup mampu untuk meningkatkan arus modal masuk ke Indonesia.

"Investment, commodity price, belum pick up. Problem kita ada dua, investment dan ekspor. Makannya Presiden Joko Widodo berkali-kali menyampaikan untuk investment dan ekspor dibenahi," ujar dia di Jakarta, Selasa (16/7/2019).

Baca : Jokowi: Jangan Ada yang Alergi Terhadap Investasi

Mantan Direktur Pelaksana Bank dunia ini menyampaikan, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk membenahi sistem birokrasi dalam negeri. Mulai dari tunjangan kinerja, perbaikan kontrak kerja, serta aturan kinerja pemerintahan agar kinerja para birokrat kian membaik.

Namun sayangnya belum memberikan dampak investasi semasif yang diinginkan.

Bahkan, Sri Mulyani mengatakan, Presiden Jokowi pun meminta kepada para menteri untuk memeriksa anggaran masing-masing apakah benar sudah dialokasikan untuk menarik investasi.

"Pak Presiden bilang, tolong dilihat lagi APBN apakah benar-benar sudah dialokasikan dengan baik," ujar dia.

Faktor lain yang harus diperhatikan selain birokrasi adalah tingkat produktifitas dan infrastruktur untuk konektivitas.

Untuk produktifitas, Sri Mulyani mengatakan total factor productivity (TFP) Indonesia bergerak lamban bahkan cenderung stagnan.

Dalam kurun waktu 1970 hingga 2016, TFP yang dihitung berdasarkan rasio total input terhadap total output, pertumbuhan TFP Indonesia hanya 0,1 persen. Angka tersebut jauh di bawah China yang sebesar 2,9 persen atau Vietnam yang sebesar 0,9 persen.

Adapun pada periode 1990 hingga 2018, pertumbuhan TFP Indonesia tercatat minus 0,1 persen. Lagi-lagi, faktor tenaga kerja menjadi salah satu penyebab lemahnya tingkat pertumbuhan produksi di Indonesia.

"Kalau bicara TFP, Indonesia termasuk terendah, nggak pernah lebih tinggi bahkan negatif kalau dibandinkan dengan negara manufaktur lainnya. Yang ketinggalan adalah SDM. Labor force Indonesia yang masuk ke pasar tenaga kerja itu kebanyakan cuma lulusan SD atau SMP ke bawah," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com