Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dedy Dahlan
Passion Coach

Passion coach yang juga penulis best seller dari buku Broken, Lakukan Dengan Hati, Ini Cara Gue, dan Passion!–Ubah Hobi Jadi Duit. Gaya penulisan dan gaya panggungnya jenaka, nyeleneh, blakblakan, kreatif, dengan materi praktikal. Biasa dipanggil Coach D, ia adalah anggota dan coach tersertifikasi dari ICF (International Coach Federation), yang memusatkan diri pada pengembangan passion dan profesi.
Instagram dan Twitter @dedydahlan
YouTube Dedy Dahlan

Transformasi Digital Bukanlah tentang Teknologi

Kompas.com - 02/10/2019, 14:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

YANG bahkan lebih dahsyat dan bikin menganga dari ekstrimnya perkembangan teknologi digital di setiap tahun, adalah efek yang diakibatkannya.

Efek yang menggoyang semua lapisan kehidupan ibarat gempa revolusi yang masa bodoh dengan ketidaksiapan Anda, dan mengubah cara orang belajar, operasional bisnis, cara menikmati berita, sampai teknik ngegombal yang kini cukup pakai gambar emoji dengan mata berbentuk hati.

Lalu dengan satu klik, mengirim bunga dengan poin diskonan di jasa online delivery.

Anda tahu kok soal ini. Anda melihat sendiri efeknya setiap hari bahkan di rumah sendiri.

  • Si kecil yang pulang dari sekolah dan teriak heboh, “Mak! Aku enggak mau jadi dokter lagi. Aku mau jadi YouTuber aja!”
  • Fresh graduate yang memilih tempat kerja dari akun Instagram perusahaannya, “Ogah ah kerja di sini. Akunnya aja enggak keurus, pasti enggak asik”
  • Atau pemilik bisnis yang meletakkan telapak tangan dalam-dalam di jidat gara- gara tokonya kalah laku sama emak- emak yang jualan via Facebook.

Dan kalau Anda, seperti banyak perusahaan lain yang berpikir dengan keluar duit setumpuk untuk membeli teknologi, bisa menyiapkan Anda untuk revolusi ini, maka mendingan Anda bakar duit itu di halaman depan bersama daun kering, karena usaha Anda bisa jadi sudah gagal sebelum dimulai.

Karena sebenarnya, transformasi digital BUKANLAH tentang teknologi.

Baca juga: Manfaatkan Teknologi, Bangun Usaha Rintisan Kian Mudah

Transformasi digital adalah tentang revolusi kultur

Riset tentang ini telah dan terus dilakukan di dunia bisnis, yang menemukan 84 persen usaha transformasi digital rentan gagal.

Dari 1 triliun dollar AS di seluruh dunia yang diinvestasikan perusahaan untuk upaya transformasi digital pada tahun 2017, dan diduga bakal membengkak hingga 2,1 triliun dollar AS di 2021, 84 persennya tidak akan mencapai transformasi yang diharapkan.

Kenapa?

Karena sebagian besar dari dana ini digunakan hanya untuk ‘membeli’ teknologi.

“Alahhh, bisnis sih tetap gitu- gitu aja. Tinggal cara bisnis lama diterapkan pake teknologi digital kan beres”, kata banyak orang bisnis yang gagal paham. Duka terdalam saya untuk mereka – mereka ini.

Dalam kegiatan harian saya sebagai trainer dan konsultan, serta pengurus HIPMI Jabar, saya ketemu mahluk ginian bukan cuma satu dua biji saja, tapi satu dua koloni!

Yang gagal mereka pahami, adalah bahwa teknologi bukan esensi perubahan ini. Teknologi hanya suatu PEMICU perubahan.

Teknologi digital yang terus berkembang memunculkan habit baru, rutinitas baru, dan tuntutan baru dari semua orang.

Yang tadinya baca berita dari kertas, sekarang dari layar.

Yang tadinya pasrah menunggu taksi selama setengah jam, sekarang ogah menunggu ojol lebih dari 5 menit.

Yang tadinya jadi pengikut berita media massa, sekarang jadi pengikut anak muda pake ikat kepala yang hobi teriak “ahsiyaaaap”.

Perubahan kultur, kebiasaan, dan tuntutan pasar.

Kalau Anda ingin menyesuaikan diri atau organisasi Anda dengan suatu usaha transformasi digital, maka justru LUPAKAN fokus berlebihan pada teknologi.

Smartphone dan social media bukan elemen yang bikin restoran dan kafe mengubah strategi bisnis gara- gara kerugian akibat meningkatnya waktu tunggu konsumen per meja. Tetapi kebiasaan baru untuk selalu selfie dan posting sebelum makanlah yang memunculkan tantangan waktu tunggu itu.

Jadi perhatikan KULTUR yang muncul sebagai efek teknologi ini, dan teknologi baru yang bakal dipicunya!

Baca juga: Teknologi Hanya Wahana, Apa Tujuan Sesungguhnya Habibie?

Beradaptasi dengan revolusi kultur

Karena itu, untuk bisa melakukan transformasi digital dengan sukses dan beradaptasi dengan revolusi kultur yang terjadi, ada beberapa hal yang justru perlu Anda perhatikan.

1. Distribusi Perintah dan Kepemimpinan

Top down command dan mandat dari atas ke bawah tidak lagi bisa diterima dalam semua situasi, dan tidak lagi seefektif dulu.

Saat semua orang kini punya opini, punya kuasa, dan punya platform untuk berekspresi, semua ingin lebih berpartisipasi aktif, dan tidak lagi ingin menjadi robot. Dan dengan kecepatan pasar dan konsumen yang semakin cepat, menunggu top down command seringkali jadi terlalu lama.

Distribusikan dan delegasikan leadership lebih baik dan lebih luas untuk tim Anda.

2. Alternatif Strategi dan KPI

Tidak semua strategi yang dari dulu berhasil masih bisa digunakan saat ini. Apa usaha yang Anda pakai masih menggunakan strategi zaman mesin fax? Apakah KPI masih memakai sesuatu tolak ukur yang nggak lagi valid? Perhatikan semua ini, dan selalu terbuka terhadap alternatif baru.

3. Ekspektasi dan Experience

Bahkan tanpa perlu bicara soal teknologi, Anda tahu ekspektasi orang lain ataupun pasar telah berubah drastis. Lebih cepat, lebih murah, lebih nyaman. Orang mencari pengalaman yang bisa dibagi.

Orang mencari cerita yang bisa di-posting di social media. Apa Anda melakukan itu? Apa yang bisa Anda lakukan untuk itu? Apa experience yang Anda tawarkan?

Baca juga: Mau Sukses Berbisnis di Era Digital? Simak 6 Pilar Teknologi Ini

4. Kebebasan Personalisasi

“Apa artinya buat saya?” adalah pertanyaan yang selalu muncul di kepala setiap orang. Setiap inovasi harus didasari pada jawaban atas pertanyaan ini. Dengan teknologi yang mengeluarkan ekspresi, semua orang ingin sensasi memiliki keputusan personal.

Daripada membuat paket, kenapa tidak membiarkan konsumen merancang paketnya sendiri? Daripada memaksakan fitur, kenapa nggak membuat konsumen memberi input fiturnya sendiri?

5. Kultur Dalam dan Luar

Saat Anda mengubah kultur Anda terhadap elemen luar, konsumen, orang lain, atau organisasi lain, Anda pun perlu memperhatikan kultur dalam. Dalam rumah tangga, dalam organisasi, dalam perusahaan.

Apakah budaya harian cukup dinamis? Atau masih sangat kaku? Apakah Anda selalu bisa menyesuaikan diri dengan agility tinggi terhadap gaya hidup baru? Atau Anda masih menentang perubahan sistem jaman ‘jebot’ Anda?

Sangat bagus kalau Anda siap mengeluarkan dana besar untuk membeli teknologi, tapi sebelum itu, pastikan Anda juga telah siap untuk melakukan transformasi digital dari sisi yang jauh lebih pentingnya.

Pastikan diri Anda telah paham dan melakukan transformasi untuk revolusi kultur yang terjadi dan mempengaruhi rumah tangga, organisasi, atau perusahaan Anda!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com