Mafia kapal tersebut juga pernah mengaku berkebangsaan Togo sebelum akhirnya disangkal oleh pemerintah Togo. Pemerintah Togo berkomitmen bakal melakukan tuntutan terhadap klaim itu jika bukti telah cukup.
Pada 15 Oktober 2017, STS 50 pernah ditangkap dan diperiksa oleh pemerintah Tiongkok di Dalian Port, namun melarikan diri di hari yang sama.
Selanjutnya pada 18 Februari 2018, STS 50 kembali ditangkap di Maputo Port, Mozambik. Sama seperti sebelumnya, kapal itu berhasil kabur lagi di hari yang sama.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Interpol, kapal itu membawa 600 unit alat tangkap gillnet dengan panjang 50 meter per unit, dengan total akumulasi 30 km.
Kapal tersebut akhirnya berhasil ditangkap oleh Indonesia. Pada 2 Agustus 2018, Pengadilan Negeri Sabang, Aceh telah membacakan putusan perkara kapal STS 50 dengan terdakwa Kapten Matveev Aleksandr.
PN Sabang pun memutuskan terdakwa bersalah karena terbukti melakukan tindak pidana, sebagaimana diatur di pasal 97 UU Perikanan dan dijatuhi denda Rp 200 juta, Subside 4 bulan kurungan, dan kapalnya dirampas negara.
Karena kejahatan internasional, Menteri Susi berharap negara lain yang terlibat turut menjatuhi hukuman untuk menimbulkan efek jera.
"Kami berharap di negara lain juga memberi sanksi hukum untuk membuat efek jera. Karena mereka (mafia) akan berpikir dua kali melakukan IUU Fishing kalau semua negara menghukum," pungkas Susi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.