Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Swasta Mengeluh, Anak-Cicit BUMN Lahap Proyek Konstruksi

Kompas.com - 04/11/2019, 20:04 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengusaha swasta nasional mengeluhkan proyek pembangunan konstruksi masih didominasi oleh anak-cucu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Wakil Ketua Umum V Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi), La Ode Saiful Akbar mengatakan, meski telah ada Keputusan Pemerintah yang mengatur BUMN hanya boleh mengerjakan proyek di atas Rp 100 miliar, hal tersebut masih belum efektif.

Sebab, anak-cucu perusahaan BUMN masih mengerjakan proyek pembangunan konstruksi di bawah Rp 100 miliar. Hal tersebut membuat perusahaan swasta nasional minim proyek.

"Problemnya pekerjaan konstruksi itu dikuasai BUMN. Padahal sebelum kabinet baru ada Kepmen, BUMN hanya mengerjakan proyek di atas Rp 100 miliar, Oke benar realisasinya. Tapi anak usahanya, cicitnya, itu di bawah Rp 100 miliar. Akhirnya pengusaha nasional enggak dapat apa-apa. Semacam ada monopoli," kata La Ode Saiful Akbar di BEI, Jakarta, Senin (4/11/2019).

Baca juga: Anak Usaha BUMN Sektor Logistik Bakal Digabung Jadi Satu

Selain itu La Ode menyebut, proyek-proyek konstruksi dengan kolaborasi antara BUMN dan swasta juga masih menuai banyak kendala. Dia mengungkap, sering terjadi keterlambatan biaya.

"Pembayaran bukan paling cepat 3 bulan, itu syukur-syukur. Kadang 6 bulan. Kami pengusaha swasta yang meminjam ke bank pembayarannya jadi lambat, berdampaklah pada peningkatan NPL (non performing loan)," tutur La Ode.

Padahal sebetulnya kata La Ode, perbankan bisa langsung menyentuh pengusaha konstruksi, bukan melalui pihak ketiga seperti BUMN.

Baca juga: Periode Kedua Jokowi, Dirut BEI Ingin Lebih Banyak BUMN Melantai di Bursa

Kendati demikian, masih ada masalah lain yang perlu diperhatikan saat pihak swasta meminjam dana ke perbankan. Menurutnya, perbankan harus menyederhanakan proses kepada swasta agar mampu bersaing dan turut andil dalam proyek-proyek besar.

"Problem lagi ketika mengajukan ke perbankan, kami mengerjakan project paling lama 6-8 bulan, sementara bunga yang kita dapat 12-13 persen per tahun," ujar La Ode.

"Ketika kami mengajukan ke perbankan, seharusnya bank cukup dengan kontrak untuk bisa mendapat jaminan. Tapi malah diminta lagi jaminan tambahan harus ada tanah, aset, bangunan yang nilainya 120 persen dari nilai kontrak. Nah disitulah yang harus diperhatikan," pungkas La Ode.

Baca juga: Pembangunan Infrastruktur Dorong Kenaikan Investasi di Luar Jawa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com