Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Fakta Seputar Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Kompas.com - 10/03/2020, 10:41 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusannya, lembaga pengadil tertinggi itu membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.

Kabar putusan pembatalan ini disambut gembiran banyak kalangan masyarakat. Kendati demikian, putusan ini jadi pekerjaan rumah berat bagi pemerintah, pasalnya pemerintah perlu memutar otak bagaimana cara menambal defisit BPJS Kesehatan.

Berikut 5 fakta terkait pembatalan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan.

1. Sri Mulyani ancam tarik dana suntikan Rp 13,5 triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pihaknya bisa saja menarik kembali dana Rp 13,5 triliun yang sudah disuntikkan ke BPJS Kesehatan untuk membayarkan iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) pemerintah pusat dan daerah yang naik dari Rp 23.500 menjadi Rp 42.000.

"Jika meminta Perpres dibatalkan maka Menkeu yang sudah transfer Rp 13,5 triliun 2019 saya tarik kembali," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR, Selasa (18/2/2020).

Baca juga: Aturan soal Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan MA, Sri Mulyani: Nanti Kita Review

Selain itu, Sri Mulyani juga bisa menyesuaikan iuran Peserta Penerima Upah (PPU) pemerintah, yaitu TNI, Polri dan ASN yang ditanggung oleh pemerintah di mana tarifnya menjadi 5 persen dari take home pay sebesar Rp 8 juta menjadi Rp 12 juta.

Sri Mulyani mengatakan dalam memberikan jaminan sosial kepada masysarakat, pemerintah juga perlu memerhatikan kondisi keuangan negara.

Ditambah lagi, pemberian jaminan sosial terutama dalam hal kesehatan perlu dilakukan secara berkelanjutan. Namun demikian, BPJS Kesehatan sebagai lembaga yang memberikan pelayanan tersebut justru mencatatkan defisit sejak 2014 sebesar Rp 32 triliun.

2. Pembayaran klaim rumah sakit ke BPJS sering macet

Menurut Sri Mulyani, dibatalkannya iuran BPJS Kesehatan akan membuat lembaga itu makin kesulitan membayar tagihan ke rumah sakit mitra. Di sisi lain, banyak rumah yang sakit yang kondisi keuangannya sudah sangat sulit.

"Sistem BPJS kita tidak mampu memenuhi kewajibannya dari sisi kewajiban pembayaran. Padahal disebutkan BPJS maksimal 15 hari membayar," jelas Sri Mulyani.

"Namun banyak kewajiban BPJS Kesehatan yang bahkan sampai lebih dari 1 tahun tidak dibayarkan. Banyak rumah sakit mengalami situasi sangat sulit," katanya lagi.

Baca juga: MA Batalkan Kenaikan Iuran, Sri Mulyani Bakal Tarik Kembali Rp 13,5 Triliun dari BPJS Kesehatan?

3. Pemerintah pusing tutup defisit

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif iuran dengan pertimbangan defisit BPJS Kesehatan yang diproyeksi mencapai Rp 15 triliun hingga akhir 2019.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com